Sukses

Menristek: Indonesia Berada di Wilayah Sabuk Api, Mitigasi Bencana Harus Dikedepankan

Menteri Riset dan Teknologi/ Badan Riset Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro menyatakan Indonesia dapat meningkatkan mitigasi bencana terkait gempa dan tsunami.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Riset dan Teknologi/ Badan Riset Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro menyatakan Indonesia dapat meningkatkan mitigasi bencana terkait gempa dan tsunami.

Sebab kata dia, Indonesia berada di wilayah sabuk api atau mempunyai potensi bencana alam. Mulai dari gunung meletus hingga tsunami.

"Yang harus kita lakukan kita mengedepankan mitigasi bencana. Pertama kita harus punya knowledge informasi pengetahuan dan tentunya segala macam sejarah, local wisdom yang kita tahu," kata Bambang dalam diskusi daring di YouTube Kemenristek/Brin, Rabu (30/9/2020).

Dia menyatakan memperkuat teknologi juga penting dalam kesiapsiagaan atau mitigasi sebelum bencana terjadi. Sebab secara metodologi atau teori yang bisa memprediksi kapan terjadi gempa.

Selain itu Bambang juga mengharapkan masyarakat tidak merasa ketakutan terkait adanya hasil penelitian terkait gempa dan tsunami.

"Gempa belum bisa diprediksi dari awal. Jadi, dari riset ini untuk kita lebih waspada dan antisipatif terhadap gempa dan tsunami," ucapnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Potensi Gempa Pemicu Tsunami

Sebelumnya, Tim Riset dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mengungkap potensi gempa besar yang dapat memicu tsunami di selatan pulau Jawa.

Salah seorang anggota tim peneliti tersebut, Endra Gunawan menjelaskan bawah selatan Jawa memang telah diketahui sebagai tempat sumber gempa.

"Nah itu kita bisa deteksi, kita bisa olah, analisis. Dari analisis tersebut menunjukkan bahwa ada potensi saat pengumpulan energi itu yang terjadi di selatan Jawa," kata Endra kepada Liputan6.com, Kamis (24/9/2020).

Kata Endra, kesimpulan tersebut didapat dari data global positioning system (GPS) dengan tingkat akurasi tinggi. Perbandingan dengan GPS di gawai yang biasa kita pakai itu memiliki akurasi belasan meter. Tapi GPS yang digunakan pada penelitian tersebut, kata Endra hingga akurasi satuan milimeter.

"Dari data GPS bisa menangkap prosesi tadi, siklus (gempa) itu tadi," ungkap dia.

Menurut Endra, sebaran potensi gempa besar ada di selatan Jawa Barat, selatan Yogyakarta, selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur.

"Selatan Jawa Barat itu kan belum gempa juga, paling-paling Pangandaran itu masih kecil. Tapi tidak sebesar di Aceh kan?," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.