Sukses

Dasar Hukum Kemendagri soal Iriawan Jadi Pj Gubernur Jabar

Menurut Akmal, kehadiran Pj Gubernur ini adalah amanat Pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik menegaskan pelantikan Sestama Lemhanas Komjen M Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jabar sudah sesuai aturan.

Menurutnya, kehadiran Pj Gubernur ini adalah amanat Pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, setelah memperhatikan Pasal 19 dan 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

Mengenai status pria yang akrab disapa Iwan Bule yang polisi aktif, dia menyatakan tidak ada yang salah dengan penunjukan TNI/Polri aktif ataupun nonaktif sebagai Penjabat Gubernur.

"Sebelumnya juga sudah ada penunjukan serupa seperti di Sulawesi Barat, Jawa Timur, Aceh, Papua dan Lampung," kata dia, Jakarta, Selasa (19/6/2018).

Akmal menjabarkan, dalam Pasal 19 ayat 1 huruf b, sudah sangat jelas bahwa siapa pun anggota TNI/Polri yang ditugaskan menjadi pejabat Eselon I sebagai Pejabat Tinggi Madya yang bertugas di Kemenko Polhukam, Kemenhan, Sekretaris Militer Presiden, BIN, Badan Siber dan Sandi Negara, Lemhanas, Wantannas, Basarnas, MA, BNN, BNPT dan instansi Kementerian/Lembaga lainnya, bisa menduduki posisi Pj Gubernur.

"Dengan demikian, posisi sekarang Iriawan sebagai Sestama Lemhamas tentunya tidak bertentangan dengan pasal-pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 (UU ASN)," kata Akmal.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Masalah Masih Aktif

Selanjutnya mengenai status M Iriawan sebagai polisi aktif, di Pasal 20 ayat 2 dan ayat 3 UU ASN, disebutkan bahwa anggota TNI/Polri diperbolehkan mengisi jabatan ASN tertentu saja. Yakni jabatan yang ada di instansi pusat tetapi tidak termasuk instansi daerah. Instansi pusat dimaksud sebagaimana dijelaskan pada Pasal 19 ayat 1 huruf b.

"Pj Gubernur adalah pejabat administratif yang mendapat penugasan dari instansi pusat, karena yang meng-SK-kan adalah pemerintah pusat," tegas Akmal.

Ditambahkan, dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2002 tentang Perubahan PP Nomor 15 Tahun 2001 mengenai pengalihan status TNI/Polri menjadi PNS juga diatur mengenai istilah Penjabat Gubernur, terdapat beberapa jabatan pada Kementerian/Lembaga, dimana TNI/Polri tidak perlu alih status menjadi PNS.

Aturan tersebut bersifat pengecualiaan. Akmal menekankan juga bahwa Undang-Undang terbaru mengalahkan Undang-Undang yang lama sepanjang tidak diatur secara explisit dan jelas atau lex fosterior derogat legi priori.

"Karena itu, alangkah baik jika membaca norma regulasi, apalagi Undang-Undang, tidak sepotong-sepotong melainkan harus komprehensif karena berkaitan satu dengan lainnya," pungkas Akmal.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.