Sukses

Beda Cara Pandang soal Politik, Alumni 212 Pecah?

Kapitra menjelaskan, setiap perwakilan dari Persaudaran 212 tidak dapat masuk ke politik bila tidak bergabung dengan partai politik.

Liputan6.com, Jakarta - Pengurus Persaudaraan Alumni 212, Kapitra Ampera menyarankan agar para ulama dapat melepas keulamaannya bila ingin terjun dalam politik praktis. Dia menyebut hal itu untuk menghindari perpecahan.

Kapitra menyebut setiap pilihan seorang ulama dalam keikutsertannya dalam politik praktis akan menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat.

"Jadi kalau dia mau masuk (politik), tapi lepaskan (keulamaanya), karena risikonya ada. Setiap pilihan ada risiko setiap dia masuk dalam partai politik pasti ada kompetitor ada kelompok yang suka ada kelompok yang tidak suka, untuk itulah jangan menyentuh politik praktis," kata Kapitra di Masjid Raya Al-Ittihad, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (27/1/2018).

Dia menjelaskan, setiap perwakilan dari Persaudaran 212 tidak dapat masuk ke politik bila tidak bergabung dengan partai politik. Persaudaraan 212 merupakan lembaga swasembada masyarakat yang berbeda dengan sebuah partai politik. Sehingga memang harus terdapat parpol yang mau mewadahi setiap perwakilan yang ingin berpolitik.

"Jangan melakukan gerakan politik praktis. Sulit orang membedakan mana parpol dan mana organisasi masyarakat, dan paling hanya memberikan sumbang pikran. Karena ada institusi formil yang dapat menampungnya, kalau dia pilih A tapi parpol tidak bisa mencalonkan, tidak bisa," ujar dia.

Karena hal itu, Kapitra mengimbau agar ulama tetap mengedepankan kegiatan yang berdampak langsung kepada masyarakat.

"Daripada itu kita membangun kegiatan yang riil tentang pendidikan, ekonomi kesehatan. Sehingga dampaknya konkret di masyarakat," jelas Kapitra.

 

2 dari 2 halaman

Beda Jalan

Sebelumnya, Presidium Alumni 212 membentuk Garda 212 sebagai salah satu fasilitator para alumni yang ingin ikut Pilkada 2018 atau Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.

Ketua Umum Garda 212, Ansufri Idrus Sambo mengatakan, pihaknya akan membentuk suatu sistem dalam perekrutan alumni untuk berkecimpung ke politik. Apalagi Garda 212 memiliki kedekatan dengan tiga partai politik, yaitu Partai Gerindra, PKS, dan PAN.

"Insyaallah sebagian dari kami punya jalur kuat dengan petinggi Partai Gerindra, PKS, PAN, dan PBB. Kami libatkan kapasitas, integritas, dan elektabilitas kalau sudah memungkinkan nama-nama itu kami ajukan," kata Sambo di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu 13 Januari 2018.

Dia menjelaskan, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto memiliki tiga syarat bagi Alumni 212 yang ingin berpolitik. Persyaratan pertama, yaitu setiap calon harus memiliki dana untuk maju kontestasi.

"Pak Prabowo tanya uangnya cukup enggak untuk bertarung, kalau cukup itu bisa. Emang high cost, sangat mahal, orang maju pasti harus punya dana itu faktanya," ujar dia.

Selanjutnya, kata dia, mengenai elektabilitas yang cukup untuk memenangi perayaan demokrasi itu. Untuk itu, Garda 212 akan melakukan survei terlebih dahulu sebelum menyampaikan peluang kemenangan kepada para partai pendukung.

Sambo menambahkan, syarat terakhir adalah kesiapan untuk membantu pemenangan Prabowo dalam Pilpres 2019. Karena hal itu, dia juga menegaskan, tak ada mahar dalam pelaksanaan ini.

"Saya kira Rp 40 milliar (soal La Nyalla) itu sedikit, kata Pak Prabowo mengapa saya pingin dana cukup ditunjukkan di depan, karena saya enggak mau nanti capek lagi nyari uangnya, itu alasan yang saya dengar jelas," jelas Sambo.

Pernyataan Sambo ini terkait aksi mantan Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattalitti yang membeberkan permintaan uang politik dari Gerindra agar bisa mencalonkan diri di Pilkada Jawa Timur 2018.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: