Liputan6.com, Magelang: Setelah status Gunung Merapi turun menjadi siaga, semua pengungsi di Magelang, Jawa Tengah, Ahad (5/12) pagi dipulangkan. Kepulangan para pengungsi diwarnai isak tangis haru karena mereka harus berpisah satu dengan yang lainnya. Pemandangan haru tersebut mewarnai kepulangan ratusan pengungsi di Lapangan Dusun Mancasan, Desa Gulon, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang.
Para pengungsi yang berjumlah 410 orang dari 120 kepala keluarga, sudah sudah menempati barak selama lebih kurang 40 hari sejak Merapi meletus. Kebanyakan dari mereka berasal dari Dusun Pole, Desa Tegalrandu, Kecamatan Srumbung, Magelang.
Beberapa pengungsi mengaku terharu karena harus berpisah dengan para relawan maupun masyarakat sekitar lokasi pengungsian termasuk perangkat desa maupun kecamatan. Mereka berterima kasih atas segala fasilitas yang diberikan selama mengungsi.
Mereka juga menyadari kesalahan dan kekurangan sehingga agar semuanya bisa saling memaafkan. Namun demikian, sebagian di antara mereka juga mengaku bingung lantaran sudah tidak punya apa-apa lagi di rumahnya.
Akhmad Majidun, misalnya. Kepada SCTV, salah seorang relawan di barak pengungsian setempat itu mengaku selalu diberi bekal agar tidak menyerah dengan keadaan. Ia tetap bangkit meski dalam kondisi yang tidak memungkinkan akibat letusan Merapi. Pihaknya bahkan akan mengawal selama satu tahun kepada para pengungsi setelah pulang ke rumah dengan cara memberi bantuan semampunya.
Adapun kepulangan para pengungsi tersebut berjalan lancar sesuai yang diprogramkan. Sebab, semua fasilitas seperti kendaraan untuk mengangkut mereka juga telah disiapkan. Sebelum mereka meninggalkan barak, terlebih dulu mengikuti pembacaan doa dan saling berebut makanan.(BJK/ANS)
Para pengungsi yang berjumlah 410 orang dari 120 kepala keluarga, sudah sudah menempati barak selama lebih kurang 40 hari sejak Merapi meletus. Kebanyakan dari mereka berasal dari Dusun Pole, Desa Tegalrandu, Kecamatan Srumbung, Magelang.
Beberapa pengungsi mengaku terharu karena harus berpisah dengan para relawan maupun masyarakat sekitar lokasi pengungsian termasuk perangkat desa maupun kecamatan. Mereka berterima kasih atas segala fasilitas yang diberikan selama mengungsi.
Mereka juga menyadari kesalahan dan kekurangan sehingga agar semuanya bisa saling memaafkan. Namun demikian, sebagian di antara mereka juga mengaku bingung lantaran sudah tidak punya apa-apa lagi di rumahnya.
Akhmad Majidun, misalnya. Kepada SCTV, salah seorang relawan di barak pengungsian setempat itu mengaku selalu diberi bekal agar tidak menyerah dengan keadaan. Ia tetap bangkit meski dalam kondisi yang tidak memungkinkan akibat letusan Merapi. Pihaknya bahkan akan mengawal selama satu tahun kepada para pengungsi setelah pulang ke rumah dengan cara memberi bantuan semampunya.
Adapun kepulangan para pengungsi tersebut berjalan lancar sesuai yang diprogramkan. Sebab, semua fasilitas seperti kendaraan untuk mengangkut mereka juga telah disiapkan. Sebelum mereka meninggalkan barak, terlebih dulu mengikuti pembacaan doa dan saling berebut makanan.(BJK/ANS)