Sukses

Kompolnas Diharapkan Jadi Filter Polri dari Kepentingan Presiden

Agar bisa jadi filter yang baik maka dibutuhkan independensi dari Kompolnas.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad menilai Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dapat menjadi filter seandainya ada kepentingan pribadi Presiden. Hal ini demi mewujudkan Polri yang profesional dan memiliki kinerja baik.

"Kalau sepenuhnya presiden buat kebijakan, bukan tidak mungkin presiden sebagai majority, kebijakan kepolisian jadi bias dan diwarnai kepentingan politik. Karena itu butuh yang Kompolnas independen," kata Farouk di Hotel Grand Kemang, Jakarta, Rabu (20/4/2016).

"Kalau menyangkut tokoh politik takutnya ada perlakuan istimewa. Kompolnas bisa jadi filter," tambah dia.

Farouk menjelaskan, kerja dari Polri cenderung di bawah radar atau kurang diketahui publik. Hal ini menyebabkan bisa terjadi perlakuan sewenang-wenang. Apalagi Presiden yang berada di atas Polri, bisa saja menyisipkan kepentingan pribadi.

"Polisi uncontrollable. Nah, soal politik dan sosial difilter Kompolnas. Realita ditunggani kepentingan atau tidak ya tidak ditemukan, karena tidak ada yang tahu. Siapa yang tahu presiden intervensi atau tidak, itu invisible," ujar Farouk.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menambahkan, agar bisa jadi filter yang baik maka dibutuhkan independensi dari Kompolnas. Saat ini, Ketua Kompolnas adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), dan Wakil Kompolnas adalah Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

"Kapan Menko selaku Ketua Kompolnas dan sebagai Menko jadi persoalan sendiri. Struktur demikian harus diubah," jelas Hamdan.

Hamdan mengakui pula kewenangan Kompolnas terbatas. Untuk itu, diperlukan perubahan dengan cara penguatan Undang-Undang atau membentuk Undang-Undang khusus Kompolnas. Inisiatornya bisa dari Presiden, DPR, atau Polri sendiri.

"Dari dulu sebenarnya diharapkan UU khusus Kompolnas yang disempurnakan. Tapi memang Perubahan UU Polri persoalan, mau enggak Polri diubah UU-nya walau yang mau diubah soal Kompolnas. Yang mungkin pembentukan UU Kompolnas, dengan catatan kewenangan besar jangan malah menyikat diskresi penyidik," tandas Hamdan

Bentuk Kompolda

Pengawasan terhadap institusi Polri hanya dilakukan oleh Kompolnas. Keberadaan komisi itu perlu diperkuat, tidak hanya mengawasi nasional saja, melainkan juga mengawasi daerah. Untuk itulah diperlukan kelahiran Komisi Kepolisian Daerah (Kompolda).

"Wacana untuk membentuk komisi serupa pada tingkat daerah perlu terus digulirkan karena fungsi demikian juga diperlukan pada level lokal," kata Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad.

Farouk menjelaskan Kompolda tidak boleh menjadi subordinat pusat. Komisi itu harus tetap mandiri dan berperan sebagai perumus kebijakan lokal.

"Diharapkan akan dihindari pembuatan program menurut sekehendak Kapolres/Kapolda yang acap kali sering tidak langgeng karena mutasi pejabat," tutur dia.

Farouk juga menyebut Kompolnas saat ini sebagai komisi banci, tapi keberadaannya dibutuhkan. Sebab, profesi kepolisian sarat dengan kewenangan diskretif. Hal tersebut bak pisau bermata ganda, bisa menjadi faktor keberhasilan, bisa pula menyebabkan perbuatan sewenang-wenang.

"Seiring dengan besarnya kewenangan diskresi yang dimiliki kepolisian, maka kehadiran fungsi pengawasan jadi suatu keharusan," Farouk menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.