Sukses

Kejagung: Tak Ada Indikasi Mantan Pejabat PLN Jadi Tersangka

Kapuspenkum Kejagung Tony Tribagus Spontana menjelaskan, Kejagung memang pernah memeriksa keterkaitan Nur Pamudji sebagai penjamin.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan tidak ada indikasi pejabat dan mantan pejabat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero, termasuk mantan Dirut PLN Nur Pamudji, menjadi tersangka dalam perkara penjaminan Ermawan AB. Ermawan adalah tersangka perkara pengerjaan proyek Flame Tube PLTGU Belawan, Sumatera Utara (Sumut).

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Tribagus Spontana mengatakan, pihaknya sampai saat ini belum mengeluarkan surat keterangan apa pun terkait status Nur Pamudji.

"Saya tegaskan bahwa kami tidak pernah mengeluarkan statement apa pun terkait Pak Nur Pamudji, malah saya mau tanya siapa yang bilang (Nur Pamudji tersangka), sumbernya siapa?" tanya Tony di Jakarta, Kamis (12/2/2015).

Tony menjelaskan, Kejagung memang pernah memeriksa keterkaitan Nur Pamudji sebagai penjamin. Namun hal itu tidak lebih. Maka itu dia mempertanyakan beredarnya berita atau kabar yang menyebut Nur Pamudji tersangka.

"Bagaimana tiba-tiba jadi tersangka? Indikasi (ke arah tersangka) saja belum, jangan asal bertanya tanpa sumber yang jelas," kata dia.

Beberapa saat lalu, mantan Dirut PLN Nur Pamudji memang diminta datang ke Kejagung. Namun dia hanya dimintai keterangan oleh tim penyelidik terkait penggunaan uang milik PT PLN untuk penjaminan Ermawan.

Sementara pengacara PLN Todung Mulya Lubis sebelumnya mengatakan, penjaminan diberikan oleh Dirut PLN (ketika itu), karena keahlian Ermawan sangat langka, agar proyek GT 2.1 dan 1.2 dapat dioperasionalkan dan Medan terhindar dari krisis listrik untuk wilayah Sumatera Utara dan Aceh. Saat itu, Ermawan berstatus sebagai tahanan dan kemudian menjadi tahanan kota.

Tahanan Kota

Karena keahlian Ermawan dibutuhkan PLN, pada 28 Maret 2014 Dirut PLN menyurati Ketua Pengadilan Negeri Medan dan memohon agar status Ermawan dialihkan dari kurungan menjadi tahanan kota, dengan jaminan pribadi dan korporasi bahwa Ermawan akan kooperatif. PLN juga memberikan jaminan uang Rp 23,9 miliar sesuai nilai kerugian negara sebagaimana didakwakan JPU kepada Ermawan.

PLN menyetor uang penjaminan terhadap Ermawan sebesar Rp 23,9 miliar ke rekening Pengadilan Negeri Medan pada 7 April 2014. Pada hari yang sama, Majelis Hakim Tipikor Medan memberikan persetujuan dengan menerbitkan Surat No 19/PID.SUS.K/2014/PN.Mdn mengenai peralihan penahanan Rutan menjadi tahanan kota, yang berlaku sejak 8 April 2014.

Penetapan Majelis Hakim tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Kepala Rumah Tahanan Negara Kelas I Medan untuk mengeluarkan Ermawan per 8 April 2014.

Per 9 Oktober 2014, uang jaminan pengalihan penahanan Rp 23,9 miliar tersebut telah dikembalikan kepada PLN oleh Ketua PN Medan. Nah, pada 13 Oktober 2014, Majelis Hakim PT Medan memutus perkara banding Ermawan dengan menambah pidana menjadi 8 tahun dan denda Rp 100 juta.

Todung mengatakan, PLN akan kooperatif, menghormati, mematuhi, dan menjunjung tinggi proses hukum yang adil dalam perkara pengadaan Flame Tube untuk Gas Turbine (GT) 1.2 Sektor Belawan pada 2007, termasuk mengupayakan untuk mencari tahu keberadaan Ermawan.

"Terlebih PLN telah berkomitmen untuk aktif dalam gerakan anti korupsi, sesuai dengan moto PLN Bersih, No Suap, No Gratifikasi," jelas Todung.

Ketua Bidang Studi Hukum Administasi Negara (HAN) FH Universitas Indonesia (UI) Dr Dian Puji N Simatupang SH MH turut menyatakan pendapatnya mengenai penjaminan Ermawan, terdakwa perkara tuduhan korupsi Flame Tube PLN Belawan, Medan.

Dian mengatakan, penahanan kota dengan uang penjaminan PLN terhadap Ermawan adalah sah dan sesuai peraturan perundang-undangan. Pemberian jaminan dan pengajuan pengalihan status tahanan kota sesuai Pasal 22 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) serta Pasal 23 ayat ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1) KUHAP perihal pengalihan jenis penahanan.

"Permintaan penahanan kota itu disertai kesediaan memenuhi syarat yang ditentukan dalam perjanjian, termasuk ada atau tidaknya jaminan uang atau jaminan orang. Syarat yang dimaksud menurut penjelasan Pasal 31 KUHAP adalah wajib lapor, tidak keluar rumah atau kota, terlebih yang menjadi perkara adalah kapasitas Ermawan AB sebagai pejabat PLN, oleh karena itu institusi PLN dan Dirut PLN waktu itu (Nur Pamudji) yang memberikan jaminan," tandas Dian. (Rmn/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini