Liputan6.com, Jakarta - Media sosial sedang heboh dengan video yang memperlihatkan ribuan nasi tumpeng dibuang usai pemecahan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) di perayaan HUT ke-391 Kabupaten Karawang. Video viral itu dibagikan sejumlah akun media sosial, salah satunya akun Instagram @mood.jakarta pada Senin, 16 September 2024.
Pemerintah Kabupaten Karawang awalnya berusaha memecahkan rekor dengan cara menampilkan peta daerah mereka disusun dari ribuan tumpeng. Belakangan upaya pemecahan rekor itu menuai kontroversi karena ada sejumlah makanan dibuang karena diduga tidak layak konsumsi.
Acara tersebut dihelat di halaman Kantor Pemerintah Kabupaten Karawang pada Sabtu, 14 September 2024. Ada 1.600 porsi nasi tumpeng diletakkan dan disusun membentuk peta Karawang. Melansir merdeka.com, Senin, Bupati Karawang Aep Syaepuloh menyatakan formasi tumpeng membentuk peta Kabupaten Karawang seluas 25 x 30 meter ini tercatat dalam rekor MURI.
Advertisement
"Awalnya, kami hanya menargetkan untuk memecahkan rekor MURI tingkat nasional, ternyata menjadi rekor dunia," jelas Aep."Tumpeng ini, kita bagikan untuk masyarakat yang membutuhkan," sambungnya.
"MURI meyakini bahwa ini adalah yang terbesar di dunia, jadi pada hari ini izinkan kami dari musium rekor dunia Indonesia akan memberikan piagam penghargaan rekor dunia untuk Pemerintah Kabupaten Karawang," timpal Senior Manajer MURI, Tri.
Belakangan, muncul video yang viral di media sosial menunjukkan sejumlah tumpeng dibuang seusai acara berakhir. Beberapa petugas berbaju oranye terlihat memasukkan makanan ke tong sampah.
Di sekitar lokasi juga banyak tumpeng siap diangkut. Pemerintah Kabupaten Karawang menyatakan nasi tumpeng telah melalui proses pemeriksaan oleh panitia, tujuan akhirnya akan dibagikan kepada masyarakat Kabupaten Karawang.
"Soal potongan video mengenai sejumlah nasi tumpeng yang dimusnahkan, perlu kami klarifikasi upaya tersebut merupakan bentuk preventif panitia penyelenggara karena sebagian kecil nasi tumpeng tersebut sudah tidak layak makan, dan demi menghindari kejadian yang tidak diinginkan, pihak panitia memilih segera membersihkannya," tulis siaran pers pemerintah Kabupaten Karawang.
Â
Nasi Tumpeng Dibagikan pada Masyarakat Karawang
"Kami ucapkan terima kasih kepada para petugas kebersihan yang sudah bekerja cepat. Adapun sebagian besar nasi tumpeng sudah dimakan dan dibagikan kepada masyarakat Karawang yang hadir lokasi acara. Untuk itu kami atas nama Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang memohon maaf, atas ketidaknyamanan akibat informasi tersebut," pungkasnya.
Masalah sampah plastik telah lama menjadi sorotan di Indonesia karena dampaknya terhadap lingkungan. Namun, ada isu lain yang tak kalah penting, yaitu soal sampah makanan.
Banyak orang mungkin tidak menyadari betapa besarnya dampak pemborosan makanan terhadap lingkungan dan ekonomi. Nita Yulianis, Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi di Badan Pangan Nasional, memberikan gambaran konkret mengenai permasalahan ini.
Menurut data yang diungkapkan Nita, rata-rata setiap orang Indonesia membuang makanan dalam jumlah yang mencapai 100-200 kilogram tiap tahunnya. Dengan populasi Indonesia yang mencapai ratusan juta jiwa, jumlah total sampah makanan yang dihasilkan tentunya sangat mengkhawatirkan.
"Ternyata kalau saya bagi 365 hari, sedikit, sekitar 500 gram, tapi tidak terasa. Kita 270an juta jiwa (penduduk), 1 gram saja sudah 273 juta gram, jadi kadang kita suka lupa melakukan akumulasi, karena kita big population," ucap Nita saat ditemui di Jakarta Selatan pada Rabu, 23 Agustus 2023.
Advertisement
Permasalahan Sampah Makanan
Nita menjelaskan, jika semua sampah makanan ini dikumpulkan di satu lokasi, kita akan mendapatkan tumpukan makanan yang sangat besar. Pemborosan makanan ini berarti banyak sumber daya, seperti air, tanah, dan energi, yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan makanan tersebut menjadi sia-sia.
Yang lebih memprihatinkan adalah banyak dari makanan yang terbuang tersebut sebenarnya masih dalam kondisi layak konsumsi. Karena berbagai alasan, mulai dari ketidaksesuaian standar estetika hingga kurangnya pemahaman tentang tanggal kedaluwarsa, makanan tersebut berpotensi besar untuk terbuang.
"Kalau kita mendengar istilah food waste sering kali itu sudah limbah, padahal, kalau by definition, itu makanan yang tidak terkonsumsi sebenarnya. Jadi, masih bisa dimakan, tapi dia berpotensi terbuang apabila tidak dimanfaatkan," ungkap Nila.
Permasalahan sampah makanan ini juga menyoroti ketidakadilan distribusi makanan. Di satu sisi, ada masyarakat yang membuang makanan dalam jumlah besar, sementara di sisi lain masih banyak masyarakat yang mengalami kekurangan gizi dan kelaparan.
Karena itu, penting bagi kita semua untuk mulai menyadari dan bertindak guna mengurangi pemborosan makanan dan berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan serta perekonomian yang lebih efisien.
Mencegah Terjadinya Pemborosan Pangan
"Di satu sisi kita punya food waste, tapi di sisi lain kita masih ada yang kurang pangannya. Nah itu tadi kan kalau kita buang makanan sampai 1-2 kuintal per orang, padahal sebanyak 10,21 persen kita tuh pangannya masih kurang, itu setara 22 juta jiwa (penduduk)," tutur Nisa.
Nita menekankan dua pendekatan utama dalam mengatasi masalah ini. Pertama adalah mencegah terjadinya pemborosan pangan, yang bisa dimulai dari tingkat produsen hingga konsumen. Ini melibatkan pendidikan masyarakat tentang pentingnya efisiensi pangan dan bagaimana cara menyimpan serta mengolah makanan agar tahan lama.
Pendekatan kedua adalah mendonasikan cadangan pangan yang berpotensi terbuang. Dengan cara ini, makanan yang seharusnya terbuang bisa disalurkan kepada mereka yang membutuhkan, seperti komunitas miskin atau rumah singgah.
Sebagai penutup, Nita mengajak masyarakat untuk berkomitmen menghentikan pemborosan pangan dan menggunakan makanan dengan bijaksana. "Kebutuhan pangan masyarakat itu tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah, dan juga masyarakat itu sendiri. Kita tidak sadar bahwa perilaku konsumsi kita cenderung untuk mubazir pangan," terang Nita.
Â
Advertisement