Sukses

Gaya Inul Daratista Tenteng Tas Chanel Rp55 Juta Saat Bertemu Luhut Binsar Pandjaitan Bahas Kenaikan Pajak Hiburan

Inul Daratista bersama sejumlah pebisnis telah memprotes kenaikan pajak hiburan minimal 40 persen sampai 75 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Inul Daratista jadi salah satu yang bertemu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan untuk membahas kenaikan pajak hiburan. Momen pertemuan ini dibagikan pedangdut, sekaligus pebisnis itu di unggahan akun Instagram-nya, Jumat, 26 Januari 2024.

Ia menulis, "Sehat terus Bpk LUHUT @luhut.pandjaitan. Terima kasih sudah menerima kami di kantor pagi ini🙏🥰😘." Lewat unggahan itu, tampak Inul tampil rapi dengan kemeja hijau army lengan panjang berpadu celana hitam dalam potongan lebar.

Perempuan berusia 45 tahun ini juga memakai pointed shoes berwarna kontras sambil menenteng tas Chanel seri Caviar Grand Shopping Tote GST Black. Melansir Demi Bang, Sabtu (27/1/2024), ini merupakan tas jinjing paling klasik rilisan rumah mode Prancis tersebut.

Chanel Tote bag memiliki quilting klasik, motif double C yang ikonis, dan rantai khas. Seri ini telah ada sejak tahun 90-an, namun discontinue pada 2015. Sebelum tidak lagi diproduksi, Chanel GST dihargai 2.900 dolar AS (sekitar Rp45,7 juta) dan GST XL seharga 3.500 dolar AS (sekitar Rp55 juta).

Karena penghentian produksinya hampir sembilan tahun lalu, satu-satunya cara membeli Chanel Shopping Tote adalah melalui pasar barang bekas, yang mana harganya bisa saja bervariasi, tergantung kondisi dan kelangkaan tas saat itu.

Terlepas dari itu, Menko Luhut menegaskan kenaikan pajak bisa mengganggu ekosistem industri hiburan. Ia mencatat 20 juta orang yang terlibat di industri hiburan terancam karena aturan tersebut, rangkum Tim Bisnis Liputan6.com per 26 Januari 2024.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kata Menko Luhut

Ini menyusul protes yang dilayangkan sejumlah pengusaha terkait Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) hiburan yang naik berkisar 40--75 persen. Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

Menko Luhut mengatakan, aturan besaran pajak hiburan yang diatur pemerintah daerah (pemda) seharusnya melihat kemampuan dunia usaha setempat. Salah satunya mengenai aturan insentif fiskal yang bisa diberikan pemda pada bisnis hiburan.

"Kembali ke yang lama itu, kan kasihan bisa tutup semua itu lapangan kerja (sektor hiburan) berapa juta orang itu, 20 juta," ujar Luhut pada wartawan di Kantor Kemenko Marves, Jakarta, Jumat, 26 Januari 2024.

Insentif yang dimaksud Menko Marves merujuk pada Pasal 101 ayat 3 UU HKPD. Dimana ada kewenangan Pemda untuk bisa mengatur pajak hiburan lebih rendah dari 40 persen. Ini juga diperkuat Surat Edaran Mendagri tentang ketentuan yang sama.

Ia juga mengatakan bahwa keputusan sejumlah pengusaha mengajukan tuntutan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kenaikan pajak hiburan jadi langkah yang tidak melanggar hukum.

3 dari 4 halaman

Mengancam 20 Juta Pekerja di Sektor Hiburan

Menurut Menko Luhut, peninjauan kembali yang didorong pebisnis sektor hiburan bukan jadi suatu masalah. "Kan semua punya hak mau ke MK, kalau masalah judicial review, jadi jangan dibilang melanggar konstitusi atau melanggar undang-undang, ndak melanggar, itu prosedur yang dibuat untuk men-challenge undang-undang yang ada," tuturnya.

Kenaikan pajak hiburan 40--75 persen sebelumnya telah disebut berisiko mengancam sekitar 20 juta masyarakat yang bekerja di industri pariwisata. Bahkan, Bali disebut-sebut jadi wilayah yang akan terdampak paling besar.

Hal ini diungkap pengusaha dan pengacara kondang Hotman Paris Hutapea. "Karena ini membahayakan perekonomian, 20 juta penduduk yang kerja di sektor pariwisata, UMKM, begitu banyak. Jangan hanya melihat pengusahanya. Kami hanya segelintir," ujar Hotman pada wartawan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Jumat, 26 Januari 2024.

"Yang paling kena (dampak) masyarakat Bali, 1,5 juta penduduk Bali dari 4,5 juta bekerja di pariwisata. Jangan sampai Bali nanti mikir-mikir, aduh enggak enak nih gabung sama Indonesia, coba bayangin coba," imbuhnya.

4 dari 4 halaman

Penolakan dari Niluh Djelantik

Di keterangan terpisah, aktivis sosial, sekaligus politisi Niluh Djelantik juga memprotes kenaikan pajak hiburan. Ia mengatakan, saat ini, terdapat banyak usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) yang mati suri karena dampak penetapan kenaikan pajak hiburan minimal 40 persen dan maksimal 75 persen.

Niluh meminta pada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno untuk mendengarkan keinginan rakyat. "Saya berserah pada mas Menteri (Sandi), please fight for us. Datangilah rumah makan itu, datangilah bar-bar itu, beach club yang sekarang sudah mati suri," curhat Niluh di Weekly Brief with Sandi Uno di kantor Kemenparekraf, Jakarta, 22 Januari 2024.

"Saya sengaja datang ke sini karena yakin mas Sandi mau mendengar penjelasan kami," sambungnya. "Saya mewakili teman-teman pelaku usaha di Bali. Saya juga yakin mas Sandi bisa diajak berdiskusi dan mencari jalan keluar dari masalah ini."

Ia juga meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk berkunjung dan melihat langsung kondisi industri hiburan di Bali.

"Mohon izin kepada Ibu Menkeu (Sri Mulyani), Pak Mendagri (Tito Karnavian), pisahkan antara mandi uap dengan massage, dengan (layanan perawatan) kuku, rambut, kaki, tolong dipisahkan. Tolong jangan samakan mandi uap plus-plus dengan usaha (spa) kami di Bali," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini