Sukses

Pengakuan Abigail Cantika Jadi Korban Skin Shaming karena Idap Psoriasis

Banyak orang yang belum memahami bahwa kesehatan kulit memegang peran yang signifikan dalam mendefinisikan kualitas hidup. Cantika Abigail pernah berbagi cerita tentang pengalamannya mengatasi psoriasis.

Liputan6.com, Jakarta - Penyakit kulit menjadi salah satu masalah kesehatan yang banyak diidap masyarakat Indonesia. Tingkat prevalensinya hingga 49 per 100 penduduk. Salah satu yang mengalaminya adalah Cantika Abigail, vokalis grup GAC.

Ia mengaku mengidap psoriasis sejak 2011. Penyakit itu ditandai dengan peradangan kulit yang mengakibatkan kulit bersisik, menebal, mudah mengelupas, dan seringkali terasa gatal. 

Awalnya, dokter menduga dia alergi tungau karena gejala gatal yang dialaminya di seluruh tubuh. Namun, diagnosis tersebut tampaknya tidak tepat, sebab kondisinya tak juga membaik meski telah mengonsumsi obat yang diberikan dokter.

"Di dokter ketiga, baru benar didiagnosanya kalau aku menderita psoriasis kulit," kata Cantika dalam acara The Vaseline Healing Project 2023 di Jakarta pada Minggu, 23 Juli 2023.

Saat didiagnosis mengidap psoriasis pertama kali, ia mengaku informasi tentang penyakit kulit itu sangat terbatas. Kondisi kulitnya yang tidak mulus memengaruhi kepercayaan dirinya. Sejumlah orang yang tak memahami penyakitnya meninggalkan komentar negatif.

Ia pernah menjadi korban dari skin shaming. Pada satu kesempatan, seorang penata rias Cantika pernah mengira psoriasis bisa menular seperti penyakit kulit lainnya. Ia pun dipandang aneh oleh penata riasnya hingga membuatnya tak nyaman. Belum lagi perasaan tak nyaman saat perlu memakai busana tertutup saat gejala psoriasis sedang aktif.

Belakangan, dia menemukan komunitas psoriasis dan mulai memperoleh berbagai petunjuk di komunitas tersebut. "Psoriasis bukanlah suatu penyakit kulit yang dapat ditularkan, meski terjadi kontak fisik dengan area kulit yang menunjukkan gejala," katanya.

Psoriasis yang diidap Cantika termasuk kategori berat karena gejalanya muncul di seluruh tubuh. Ia pun memerlukan pengobatan dengan suntikan setiap bulan untuk mengendalikan gejala.

"Aku setiap bulan harus suntik. Sebulan atau (setiap) setengah bulan, tergantung tingkat stres, gimana kualitas hidupnya dan pengaruhnya ke kulit," tutur Cantika.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perjuangan Melawan Psoriasis

 

Beberapa kain yang digunakan untuk busana panggung dalam acara tertentu yang tidak sesuai dengan kulit Cantika, bisa memicu gejala psoriasis seperti ruam, gatal, dan ketidaknyamanan pada kulitnya. Karena itu, ia lebih berhati-hati dalam memilih pakaian.

Saat ini, Cantika telah menerima kondisinya dan selalu berupaya menjaga kulitnya agar gejala psoriasis tidak timbul. Ia terus mencari dan menambah pengetahuan tentang psoriasis melalui penelitian dan sumber informasi yang dapat dipercaya.

Selain berobat rutin, Cantika juga berusaha menjaga gaya hidupnya. Ia mengurangi konsumsi daging dan susu untuk mencegah timbulnya gejala psoriasis pada kulitnya. Cantika selalu berkomitmen untuk memastikan dirinya cukup beristirahat, menjauhi alkohol, dan menjalani rutinitas olahraga yang seimbang.

Berdasarkan pengalamannya, ia menyerukkan agar mereka yang mengalami masalah kulit untuk tidak takut atau cemas. Menurutnya, keberhargaan seseorang tidak ditentukan oleh penyakit yang diderita atau kesalahan yang pernah dilakukan di masa lalu, melainkan oleh kemajuan dan keinginan seseorang untuk terus berusaha menjadi lebih baik.

"Dulu aku belum terbuka tentang psoriasis karena aku masih malu dan masih belum nyaman. Setelah aku terbuka, ternyata mereka (para penggemar) malah nyemangatin aku. Jadi aku merasa, oh ternyata psoriasis ini enggak punya power apa-apa terhadap aku," kata Cantika.

3 dari 4 halaman

Apa yang Memicu Penyakit Kulit?

Dr. Adhimukti T. Sampurna, SpKK, Ketua Bidang Sosial Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), mengatakan bahwa stres serta cuaca dingin dan kering dapat memicu munculnya penyakit kulit, salah satunya psoriasis, suatu kondisi peradangan kulit yang sering salah diartikan sebagai eksim atau alergi.

dr. Adhi, sapaan akrabnya, memaparkan bahwa psoriasis adalah suatu kondisi peradangan kulit yang berakibat pada kulit yang bersisik, menebal, mudah mengelupas, dan seringkali menimbulkan rasa gatal. Umumnya, gangguan kulit yang sebagian besar disebabkan oleh faktor keturunan atau genetik ini dapat muncul di kulit bagian lutut, siku, lengan bawah, dan kulit kepala.

"Saat ini yang masih banyak (menjadi faktor penyebab) karena keturunan, bedanya dengan eksim adalah kalau eksim itu gatalnya di daerah lipatan," kata dr. Adhi.

Dia mengatakan bahwa hingga kini penyebab pasti psoriasis masih belum sepenuhnya diketahui. Meskipun demikian, psoriasis dapat terjadi pada individu yang memiliki riwayat keluarga dengan kondisi ini.

Namun, orang-orang yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan psoriasis pun dapat mengidap kondisi ini jika mereka mengalami gangguan pada sistem imun mereka. Psoriasis juga dapat dipicu oleh faktor lain, seperti stres atau cuaca yang sangat dingin dan kering.

"Stres ini bisa secara batin atau secara fisik. Biasanya, ada proses yang cukup berat sebelum psoriasis terjadi. Jangan terlalu lama juga berdiam diri di tempat ber-AC," ungkap dr. Adhi.

4 dari 4 halaman

Berjemur Tiap Pagi Apakah Baik?

Dr. Adhi mencatat bahwa sinar matahari bisa menjadi faktor pemicu atau trigger bagi munculnya kondisi psoriasis pada kulit. Alasannya, sinar matahari dapat menyebabkan luka bakar matahari (sunburn) yang membuat kulit menjadi kering dan terluka, sehingga lebih rentan terhadap psoriasis.

Bagaimana dengan tradisi orang-orang Indonesia yang gemar berjemur di bawah sinar matahari pada pagi hari? Dr. Adhi ingin mengklarifikasi bahwa ada waktu-waktu khusus di mana kita bisa berjemur untuk memperoleh manfaat penuh dari vitamin D tanpa berisiko terkena efek merusak dari sinar UV.

"Biasanya kita sarankan untuk berjemur kalau angka UV nya 3-5, nah di Jakarta biasanya antara jam setengah 8 sampai 9 pagi," jelas dr. Adhi. Dia menambahkan bahwa kita hanya perlu berjemur selama 15 menit berjemur dan hanya 15 persen tubuh kita yang terekspos sinar matahari.

"Kalau muka takutnya hitam, 'kan? Jadi biasanya kita jemur punggung saja. Itu sudah 15 persen. Nanti dibagi sama anggota tubuh yang lain," ucapnya.

Untuk memantau tingkat sinar UV, dr. Adhi memberikan saran praktis. Dia menunjukkan bahwa sebagian besar ponsel pintar saat ini telah dilengkapi dengan fitur untuk memeriksa indeks UV. Untuk mengakses fitur ini, kita hanya perlu membuka aplikasi "Cuaca" yang biasanya sudah terpasang secara default dalam sistem operasi ponsel.

"Dan hanya dua kali seminggu saja berjemurnya, jadi jangan banyak-banyak," ujar dr. Adhi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.