Sukses

Anak Sekolah di Jepang Mengeluh Sakit Punggung karena Ransel Kulit

Ransel kulit yang dibawa murid-murid Jepang bernama "Randoseru". Ini adalah turunan bahasa Jepang dari ransel juga kata Belanda kuno untuk ransel.

Liputan6.com, Jakarta - Bukan hal yang asing di Jepang ketika anak-anak sekolah kerap terlihat membawa ransel kulit yang penuh dengan buku pelajaran. Pemandangan ini tampak setiap pagi dan sore di hari kerja di seantero Negeri Sakura.

Dikutip dari The Guardian, Rabu, 8 Februari 2023, ransel kulit yang dibawa tersebut bernama "Randoseru". Ini adalah turunan bahasa Jepang dari ransel juga kata Belanda kuno untuk ransel.

Ransel kulit tersebut adalah perlengkapan pendidikan sekolah dasar untuk semua yang dibutuhkan seorang anak untuk melewati hari di sekolah. Tetapi sekarang, anak-anak itu mengeluh bahwa ransel mereka sangat berat sehingga membuat punggung dan bahu mereka sakit.

Lebih dari 90 persen anak usia 6--12 tahun yang menggunakan randoseru mengatakan berat ransel menjadi masalah. Hal tersebut beradasarkan survei terbaru oleh Footmark, produsen pakaian renang untuk anak sekolah yang berbasis di Tokyo.

Dalam sebuah laporan survei terhadap 1.200 orangtua dan anak-anak kelas satu, dua, dan tiga, surat kabar Yomiuri Shimbun mengatakan 93 persen murid menganggap tas mereka terlalu berat. Pendapat tersebut turut dikatakan oleh 90 persen orangtua.

Ransel ini awalnya diperkenalkan untuk mendorong anak-anak berjalan ke dan dari sekolah. Ransel dibuat untuk siswa tingkat akhir selama enam tahun pertama wajib belajar.

Tapi daya tahan dan proporsinya yang lapang menimbulkan efek lain. Menurut Yomiuri, berat rata-rata randoseru yang berisi buku dan perlengkapan lainnya adalah 4,28 kg, naik dari 3,97 kg pada 2022.

Beberapa anak kesulitan membawa tas punggung yang beratnya lebih dari 10 kg, tambah surat kabar itu. Hampir satu dari empat anak yang menyebutkan masalah berat tas, mengeluh sakit punggung atau bahu.

Sementara, 65 persen dari semua responden mengatakan mereka ingin menukar randoseru mereka dengan sesuatu yang lebih ringan. Keluhan orangtua tentang barang-barang tersebut secara tradisional berpusat pada harganya yang mahal.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Berapa Harganya?

Harganya rata-rata 56.425 yen atau setara Rp6,5 juta pada 2022, menurut survei oleh asosiasi industri Randoseru Kogyokai. Harga telah meningkat hampir 20.000 yen atau sekitar Rp2,3 juta selama dekade terakhir.

Awalnya, ransel ini digunakan oleh prajurit infanteri Jepang. Randoseru pertama kali digunakan oleh anak sekolah pada akhir 1800-an.

Ransel versi saat ini, terbuat dari kombinasi kulit lembut dan keras, hadir dalam berbagai warna. Meski begitu, merah tetap menjadi yang paling populer di kalangan anak perempuan, sedangkan warna hitam menjadi banyak pilihan di kalangan anak laki-laki.

Beberapa otoritas pendidikan setempat telah mengatasi masalah berat dengan membiarkan anak-anak meninggalkan buku pelajaran mereka di ruang kelas. Langkah ini dilakukan terutama selama bulan-bulan musim panas yang lembap. Ini tentunya ada kekhawatiran akan membuat mereka enggan mengerjakan pekerjaan rumah.

Pada 2022, kota Tateyama meminta pembuat pakaian luar ruangan untuk membuat tas punggung yang lebih ringan. Hal tersebut dilakukan setelah wali kota menyuarakan keprihatinan tentang meningkatnya harga randoseru. Ransel akan dibagikan kepada anak-anak setempat secara gratis pada awal tahun ajaran April ini, lapor Asahi Shimbun.

3 dari 4 halaman

Sejarah Randoseru

Dikutip dari NHK, Asosiasi Randoseru mengatakan tradisi tas sekolah Jepang dimulai di sebuah lembaga pendidikan di Tokyo bernama Gakushuin yang didirikan pada 1877. Institut ini didirikan berdasarkan cita-cita kesetaraan kelas dan piagamnya menetapkan bahwa tidak ada siswa yang dapat mengandalkan keuntungan keluarga untuk mendapatkan dukungan dari rekan-rekan mereka.

Pada 1885, sekolah melarang siswa datang dengan kereta kuda atau menyuruh pegawai keluarga membawakan tas untuk mereka. Untuk memudahkan siswa membawa perlengkapannya ke sekolah, Gakushuin memperkenalkan ransel ala militer.

Tidak seperti kebanyakan tas pada saat itu, tas ini dikenakan di punggung pengguna sehingga memungkinkan penggunaan tangan secara bebas. Akhirnya dikenal sebagai randoseru, dari kata Belanda untuk ransel, "ransel."

Dua tahun kemudian, pada 1887, Perdana Menteri Hirobumi Ito mempersembahkan randoseru kepada Pangeran Yoshihito. Kaisar Taisho masa depan mulai bersekolah di Gakushuin.

Diyakini bahwa ini menandai momen ketika randoseru menjadi barang dengan makna budaya yang tersebar luas. Satu dekade kemudian, Gakushuin menciptakan ukuran dan bentuk standar untuk randoseru. Desain ini sebagian besar tetap sama sejak saat itu.

4 dari 4 halaman

Daur Ulang

Kenaikan harga telah menimbulkan kekhawatiran tentang apa yang disebut "kesenjangan randoseru", situasi di mana beberapa siswa tidak mampu membeli tas. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa pemerintah daerah telah memulai program daur ulang dan penggunaan kembali.

Kota Fukui di Prefektur Fukui memperkenalkan proyek untuk tahun fiskal 2018 di mana randoseru lama dipersembahkan kepada keluarga yang menginginkannya. Pada tahun pertamanya, proyek mengumpulkan lebih dari 100 randoseru, dengan 57 diberikan kepada anak-anak sekolah setempat.

Pemerintah daerah di Kota Hitachi, Prefektur Ibaraki, mengambil langkah lebih jauh, memproduksi dan merancang randoseru-nya sendiri, yang diberikan kepada semua siswa kelas satu yang baru setiap tahun. Kota ini memulai program ini 45 tahun yang lalu, pada saat ekonomi Jepang sedang berjuang dari krisis minyak pada 1973.

Pemda menilai pemberian randoseru akan membantu meringankan beban keuangan keluarga di daerah tersebut. Hitachi randoseru terbuat dari kulit buatan dan berwarna merah atau hitam.

Kota mengatakan telah membagikan lebih dari 100.000 tas selama program berlangsung dan, meskipun anak-anak tidak diwajibkan untuk memakai atau bahkan menerima tas tersebut, sebagian besar siswa di kota menggunakannya selama enam tahun sekolah dasar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.