Sukses

Membedah Sejarah Bilal Tarawih di Indonesia

Bagaimanakah tradisi bilal tarawih, serta bagaimanakah hukumnya?

Liputan6.com, Jakarta - Dalam sejarah Islam, Bilal bin Rabah adalah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal karena suaranya yang merdu dan dedikasinya dalam menyebarkan agama Islam.

Penggunaan nama "Bilal" dalam beberapa kesempatan dianggap sebagai penghormatan terhadap keberanian dan kepercayaan Bilal bin Rabah, serta sebagai upaya untuk menghidupkan kembali semangat dakwah Islam.

Sedangkan sholat tarawih adalah salah satu ibadah yang dilakukan oleh Muslim selama bulan Ramadhan. Sholat ini termasuk dalam kategori shalat sunnah mu'akkadah, yaitu shalat yang dianjurkan untuk dilakukan dengan penuh tekun dan konsisten.

Biasanya, sholat tarawih dilaksanakan setelah shalat Isya' dan sebelum shalat Witir. Tradisi ini dilakukan berjamaah di masjid atau tempat ibadah lainnya, meskipun juga dapat dilakukan secara individu di rumah.

Sholat tarawih juga menjadi momen bagi umat Muslim untuk merenungkan makna dan ajaran yang terkandung dalam Al-Quran, serta memperdalam hubungan spiritual dengan Allah SWT.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sejarah Bilal Tarawih Zaman Dahulu

Dalam sholat tarawih ada yang menerapkan bilal tarawih, yang menyebutkan kalimat tertentu saat di antara jeda sholat. Bagaimanakah sejawah bilal tarawih ini?

Menukil Bincangsyariah.com, kata tarawih sendiri adalah bentuk plural dari kata tarwihatun yang berarti istirahat. Diberi nama demikian karena Rasulullah SAW bersama sahabat melakukan ibadah tersebut diselingi dengan istirahat setiap selesai melakukan shalat dua rakaat.

Di zaman itu, tidak ada bilal khusus yang bertugas memandu jalannya shalat tarawih dari awal sampai selesai. Akan tetapi, di setiap waktu istirahat sahabat memperbanyak zikir, membaca al-Qur'an, atau melakukan aktivitas lainnya sampai Rasulullah kembali datang untuk sholat. Imam Khotib Syirbini dalam kitab Mughni al-Muhtaj menjelaskan:

ويسن أن ‌ينتقل ‌للنفل أو الفرض من موضع فرضه أو نفله لتكثر مواضع السجود فإنها تشهد له، فإن لم ينتقل فليفصل بكلام إنسان.

Artinya; “Disunnahkan untuk berpindah tempat dari melaksanakan salat fardu atau sunah agar memperbanyak tempat bersujud, karena tempat-tempat itu akan bersaksi untuknya di hari akhirat, dan jika tidak melakukan perpindahan tempat, hendaknya memisah sholat dengan berbicara dengan orang lain.”

 

3 dari 4 halaman

Bilal Tarawih di Indonesia

Penjelasan tersebut dikuatkan dengan hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya:

أَنَّ مُعَاوِيَةَ قَالَ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَنَا بِذلِكَ، أَنْ لَا تُوْصَلَ صَلَاةٌ بِصَلَاةٍ حَتَّى نَتَكَلَّمَ أَوْ نَخْرُجَ.

Artinya; “Sahabat Muawiyah berkata “Sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk melakukan hal itu, yaitu agar tidak menyambung shalat dengan shalat yang lain sampai kita berbicara atau keluar dari barisan (pindah tempat).”

Dari keterangan inilah kemudian ulama’ berinisiatif untuk mengadakan bilal yang bertugas memimpin berjalannya sholat tarawih dari awal hingga selesai.

Bacaan bilal di Indonesia sendiri, antara satu tempat dengan tempat yang lain terkadang bervariasi dan tidak sama. Ada bacaan yang hanya mencukupkan dengan bacaan selawat, dan ada juga bacaan yang dilengkapi dengan menyebutkan empat nama Khulafa’ Rasyidun dan mendoakan ridlo untuk mereka. Dimulai dari khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan, dan Ali ibn Abi Thalib.

Namun demikian, ada saja beberapa golongan umat Islam yang mempertantangkan tentang keabsahannya karena praktik yang demikian tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW maupun sahabat. Untuk menjawab hal ini, Dr Zain ibn Muhammad ibn Husein Al’idrus menjelaskan dalam kitab Ittihaful Anam Fii Ahkamis Shiyam:

إن الترضي عن الخلفاء الأربعة في صلاة التراويح رتبه علماء حضرموت لأغراض دينية، وجعلوه من السياسة الشرعية؛ لأن حضرموت مرت بفترة حكمها فيها بعض أهل الفرق الذين ينتقصون بعض الصحابة.

Artinya; “Perkara membacakan doa ridho untuk 4 khalifah di sela-sela sholat tarawih adalah praktik yang pertama kali dilakukan oleh ulama’ Hadramaut Yaman. Mereka melakukan hal itu demi tujuan membela agama, yaitu berupa siasat untuk menjunjung ajaran Islam yang benar. Pada waktu itu, kota Hadramaut didominasi oleh beberapa golongan menyimpang yang suka mencaci para sahabat dan merendahkan martabat mereka,”.

4 dari 4 halaman

Membaca Doa untuk Sahabat Nabi itu Baik

Lalu ulama Hadramaut yang memiliki aqidah lurus berinisiatif untuk menyebutkan semua nama Khulafa’ Rasyidun di sela-sela sholat tarawih sebagai wujud pembelaan agar umat Islam tidak terpengaruh oleh ajaran-ajaran menyimpang.

Praktik ini kemudian menyebar ke beberapa penjuru negara termasuk Nusantara. Banyak dari kalangan pelajar Indonesia yang menimba ilmu di negeri Yaman lalu pulang kembali ke negara tempat lahir dengan membawa tradisi tersebut. Tentu saja Islam tidaklah kontradiksi terhadap tradisi selama praktik yang ada dalam tradisi itu tidak menentang terhadap norma-norma agama.

Lebih lanjut, Dr. Zain ibn Muhammad menjelaskan:

وهو فعل حسن وليس هو بدعة ضلالة ولا أنه سنة، فمن فعل فقد أحسن، ومن ترك فلا إثم عليه، والترضي عن الصحابة دعاء يثاب عليه.

Artinya; “Praktek melakukan ungkapan ridho untuk para khalifah adalah perbuatan yang bagus. Pada hakikatnya hal itu bukanlah bid’ah yang sesat dan tidak pula sunnah Nabi. Akan tetapi barangsiapa yang mengerjakan hal tersebut, maka sungguh dia telah berbuat kebaikan, dan barangsiapa yang meninggalkan hal tersebut maka dia tidak mendapatkan dosa,”.

Jika kita meninjaunya dari sisi yang lain, sesungguhnya memanjatkan ridho untuk para sahabat adalah wujud doa. Barangsiapa yang mendoakan ridho untuk para sahabat, maka dia akan dibalas dengan pahala.

Kesimpulannya, melakukan praktik membacakan doa ridho untuk para sahabat Nabi adalah perbuatan yang baik, dan bukanlah merupakan suatu bid’ah yang harus dihindari. Bahkan jika melakukannya dengan niat membela para sahabat yang mulia, hal ini akan bernilai pahala.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.