Sukses

Waspada Lonjakan Inflasi Pangan di Ramadhan dan Jelang Lebaran 2023

Potensi lonjakan inflasi rawan terjadi selama musim Ramadan dan Lebaran Idul Fitri menjadi perhatian pemerintah. Hal ini khususnya untuk inflasi harga pangan.

Liputan6.com, Jakarta Potensi lonjakan inflasi rawan terjadi selama musim Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri menjadi perhatian pemerintah. Hal ini khususnya untuk inflasi harga pangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, inflasi ini terutama untuk kategori pangan bergejolak atau volatile food, yang angka inflasinya masih bertengger di level 5,7 persen.

"Kita mewaspadai harga pangan ini terutama mulai masuk bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya. Ini adalah faktor yang sekarang jadi perhatian pemerintah, yaitu faktor volatile food," ujar Sri Mulyani dikutip Minggu (2/4/2023).

Sri Mulyani mengatakan, pemerintah bakal mengantisipasi kenaikan mobilitas masyarakat yang biasa terjadi pada bulan suci. Kondisi tersebut juga bakal ikut mendongkrak permintaan untuk kategori pangan volatile food, semisal beras, aneka cabai, ikan segar, aneka bawang, kentang, minyak goreng.

"Kita masih harus waspada. Ini adalah faktor musiman, seasonal dengan masuknya Ramadhan dan Hari Raya, dimana permintaan biasanya akan meningkat," tuturnya.

Ramalan Bank Indonesia

Sementara itu, Bank Indonesia memperkirakan tingkat inflasi Indonesia di semester kedua tahun ini akan melandai. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo  menyebut tingkat inflasi di setelah September akan turun di bawah 4 persen. 

“Menurut saya inflasi inti masih sekitar 3 persen. Namun IHK akan turun menjadi di bawah 4 persen, (yakni) 3,5 persen pada semester kedua setelah September ,” kata Perry di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Bali, Kamis (30/3).

Perry menjelaskan tingkat inflasi akan melandai setelah bulan September karena tahun lalu peningkatan terjadi di bulan yang sama. Tepatnya pasca pemerintah menaikkan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak bersubsidi. 

“Karena efek dasar penyesuaian harga BBM tahun lalu,” kata Perry. 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi

Perry menjelaskan dunia saat ini masih menghadapi perlambatan pertumbuhan ekonomi. Apalagi saat ini krisis sedang terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Pulihnya ekonomi di China pun tidak mampu membuat kondisi menjadi lebih baik.

“Kami sedang menghadapi perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang terjadi di Eropa, di AS, berkat Cina pulih. Tetapi tetap saja inilah yang kami lihat,” tuturnya. 

Tingkat Inflasi

Hal ini yang kata Perry membuat tingkat inflasi dalam waktu beberapa tahun ke depan masih akan terus tinggi. Meskipun saat ini trennya melandai, namun tetap saja berada di level yang tinggi. 

“Inflasi masih tinggi meski sudah menurun. Mungkin tahun depan kita akan kembali ke inflasi jangka panjang,” kata dia. 

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi Indonesia secara tahunan pada bulan Januari 2023 tercatat 5,28 persen. Sementara itu, tingkat inflasi di bulan Februari sebesar 5,47 persen.  

3 dari 3 halaman

Tekan Inflasi Pangan

Sebelumnya, pemerintah menargetkan tingkat inflasi yang disumbang dari pangan (volatile food) tahun ini direntang 3 persen - 5 persen. Mengingat setiap momentum ramadan dan hari lebaran serta perayaan hari besar keagamaan, tingkat inflasi biasanya melonjak.

"Targetnya volatile food ada di 3 persen sampai 5 persen," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (20/2).

Airlangga mengatakan dalam rapat tingkat tinggi di kantornya tersebut membahas ketersediaan beras. "Secara khusus kita berbicara mengenai ketersediaan beras," imbuhnya.

Para menteri sepakat tahun ini harus bisa menurunkan tingkat inflasi pangan lebih rendah lagi. Sebab tahun lalu, pemerintah telah berhasil menekan inflasi pangan dari 11 persen menjadi 5,61 persen.

"GNPIP telah berhasil menurunkan inflasi dari 11,7 peren di tahun lalu sampai 5,61 persen," kata dia.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.