Sukses

Hukum Nikah Beda Agama Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah

Praktik nikah beda agama belakangan kembali ramai dibicarakan. Bagaimana hukumnya? Ini penjelasan anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah

Liputan6.com, Jakarta - Topik nikah beda agama terus bergulir. Meski tak 'seheboh' sebelumnya, namun pernikahan dua insan berbeda keyakinan itu terus menjadi perbincangan.

Soal ini, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Muchammad Ichsan menegaskan bahwa pernikahan beda agama hukumnya haram.

Dalam keputusan Muktamar Tarjih ke-22 tahun 1989 di Malang, Jawa Timur, menyimpulkan bahwa para ulama sepakat perempuan Muslimah haram menikah dengan laki-laki musyrik. Ulama juga sepakat bahwa laki-laki Muslim haram menikah dengan perempuan musyrikah (Buddha, Hindu, dll).

Hal tersebut telah sejalan dengan penggalan QS. Al-Baqarah ayat 221. Adapun yang diperselisihkan para ulama ialah: Bolehkah laki-laki Muslim menikah dengan perempuan Yahudi dan Nasrani? Mengingat dalam QS Al Maidah ayat 5 terdapat indikasi membolehkan laki-laki Muslim menikahi Kitabiyah atau ahlul kitab.

Para ulama berbeda pendapat. Ada yang membolehkan pernikahan beda agama dan ada pula yang mengharamkannya.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Majelis Tarjih: Pernikahan Beda Agama Rentan Aqidah

Majelis Tarjih, kata dia, mengambil posisi untuk mengharamkannya.

“Seorang muslimah tidak boleh dinikahi baik oleh Ahli Kitab maupun orang Musyrik. Pilihannya hanya satu yaitu yaitu laki-laki Muslim. Lantas bagaimana dengan laki-laki Muslim, bolehkah menikah perempuan Ahli Kitab?” tanya Ichsan dalam kajian yang diselenggarakan di Masjid KH. Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dikutip dari muhammadiyah.or.id, Kamis (22/12/2022).

Menurut Ichsan, pengharaman nikah beda agama merupakan upaya sadd adz-dzari’ah (mencegah kerusakan), untuk menjaga keimanan calon suami/istri dan anak-anak yang akan dilahirkan.

Sekalipun seorang laki-laki Muslim ada indikasi boleh menikah Kitabiyah, Majelis Tarjih tetap tidak menganjurkan perkawinan tersebut. Salah satunya alasannya dikhawatirkan terjadi pemurtadan atau kurangnya keimanan dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari.

“Kalau si suami tidak murtad, paling tidak ketaatannya kepada Agama itu akan berkurang, seandainya pasangannya berbeda agama. Kalau tidak demikian, anak-anak yang dilahirkan sangat rentan akidahnya, bisa-bisa mengikuti agama ibunya,” ucap Ichsan.

Tim Rembulan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.