Sukses

Bolehkan Memakai Uang THR Milik Anak? Pahami Hukumnya Menurut Ajaran Islam

Pembagian THR kepada anak-anak ini sayangnya juga menimbulkan masalah, terutama tentang apakah orang tua berhak terlibat dalam pengelolaan uang yang diterima anak.

Liputan6.com, Jakarta Hari Lebaran merupakan hari yang sangat istimewa bagi umat Muslim di seluruh dunia. Selain menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh, Hari Lebaran juga menjadi momen untuk merayakan kemenangan setelah menempuh serangkaian ibadah dalam bulan Ramadan. Selain itu, tradisi memberikan tali asih kepada orang-orang terdekat juga menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Hari Lebaran tersebut.

Salah satu tradisi yang telah menjadi kebiasaan dalam merayakan Hari Lebaran adalah adanya bagi-bagi THR atau Tunjangan Hari Raya. THR merupakan bentuk apresiasi dan bentuk rasa terima kasih kepada para pekerja, baik itu karyawan di perusahaan atau pembantu rumah tangga yang telah bekerja dengan baik sepanjang tahun. Pemberian THR ini biasanya berupa uang tunai yang diberikan sebagai tambahan penghasilan bagi penerima, sehingga mereka dapat merayakan Lebaran dengan lebih berkesan.

Selain bagi-bagi THR kepada orang dewasa, tradisi pemberian uang juga berlaku kepada anak-anak kecil pada Hari Lebaran. Dalam tradisi ini, orang dewasa memberikan uang yang disebut "uang lebaran" kepada anak-anak sebagai bentuk perayaan dan kebahagiaan. Pemberian uang lebaran ini diharapkan dapat memberikan kegembiraan dan membuat anak-anak merasa dihargai serta mendapatkan rezeki di hari yang berbahagia ini.

Pembagian THR kepada anak-anak ini sayangnya juga menimbulkan masalah, terutama tentang apakah orang tua berhak terlibat dalam pengelolaan uang yang diterima anak, misalnya menggunakannya untuk kepentingan tertentu. Lalu apakah orang tua diperkenankan untuk memakai uang THR milik anak? Untuk memahami perkaran ini, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (2/4/2024). 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Apakah Harta Anak Milik Orang Tua Juga?

Harta anak dalam ajaran agama Islam dipandang sebagai harta yang dimiliki secara individual oleh anak tersebut. Artinya, harta anak bukanlah harta orang tua. Allah SWT telah menetapkan hak-hak anak untuk memiliki harta yang ia peroleh.

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ

“Janganlah kalian makan harta sesama kalian secara batil” (QS. Al Baqarah: 188).

Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:

فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا ، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا

“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas sesama kalian darah kalian (untuk ditumpakan) dan harta kalian (untuk dirampas) dan kehormatan (untuk dirusak). Sebagaimana haramnya hari ini, haramnya bulan ini dan haramnya negeri ini” (HR. Bukhari no. 1742).

Berdasarkan dalil di atas, hukum asal harta dalam Islam adalah kepemilikan individu dan tidak boleh dirampas tanpa alasan yang sah. Oleh karena itu, orang tua wajib menghormati dan melindungi harta anak dengan penuh tanggung jawab. Dengan kata lain, harta anak adalah hak anak dan milik anak, bukan milik orang tua sama sekali. Sebagaimana hukum asal harta seorang Muslim.

Buktinya, jika seorang anak meninggal, maka ayah dan ibunya mendapatkan harta waris dari anaknya sebesar 1/3 atau 1/6. Ayah dan ibunya tidak mendapatkan seluruh hartanya. Allah ta'ala berfirman:

وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ

Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam” (QS. An Nisa: 11).

Dengan demikian, secara hukum, harta anak adalah milik individu anak dan bukan milik orang tua. Lalu bagaimana dengan anak yang belum baligh yang akalnya belum sempurna untuk mengelola harta miliknya, termasuk uang THR?

3 dari 3 halaman

Anak Kecil Itu Mahjur

Meski sudah jelas bahwa anak juga memiliki hak kepemilikan atas harta, termasuk ketika menerima uang THR dari saudaranya, namun hal ini menimbulkan masalah tentang pengelolaan harta apabila sang anak masih kecil. Apalagi anak kecil yang belum baligh merupakan amanah bagi orang tua dalam agama Islam. Jika situasinya seperti itu, maka dapat dikatakan bahwa anak kecil itu disebut sebagai mahjur.

Menurut ajaran Islam, anak kecil yang belum baligh (belum mencapai usia pubertas) memiliki hukum harta yang disebut sebagai "mahjur". Hal ini berarti harta anak kecil harus ditahan oleh walinya (orang tua atau wali sah) dan tidak boleh dibiarkan untuk dibelanjakan oleh anak tersebut.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَلاَتُؤْتُوا السُّفَهَآءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik” (QS. An Nisaa': 5)

Dengan kata lain, harta anak kecil yang belum baligh adalah tanggung jawab orang tua dalam pengelolaannya. Orang tua memegang otoritas dan tanggung jawab untuk menjaga harta tersebut. Harta anak kecil sebaiknya tidak boleh dibelanjakan atau diambil oleh orang tua tanpa alasan yang sah.

Dalam konteks ini, sangat penting bagi orang tua untuk menjalankan tugas mereka dengan adil dan bertanggung jawab terhadap harta anak kecil. Mereka harus memastikan bahwa harta tersebut digunakan dengan bijaksana untuk kepentingan terbaik anak, seperti pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya.

Dalam pandangan agama Islam, menahan harta anak kecil yang belum baligh adalah kewajiban orang tua. Hal ini dilakukan untuk melindungi hak anak dan menghindari penyalahgunaan harta yang dapat merugikan anak tersebut di masa depan.

Dengan demikian, menghadapi situasi "anak kecil itu mahjur" membutuhkan kesadaran dan pemahaman orang tua terhadap ajaran agama Islam. Menahan harta anak kecil dan menggunakan dengan bijaksana adalah tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan memberikan perlindungan terbaik bagi anak tersebut.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.