Sukses

Sejarah Hari Libur Nasional Imlek di Indonesia, Sempat Dilarang

Sejarah hari libur Nasional Imlek dan perkembanganya di Indonesia dan perayaannya

Liputan6.com, Jakarta Sejarah Hari Libur Nasional Imlek di Indonesia memiliki perjalanan yang menarik. Imlek, atau tahun baru China, telah lama menjadi perayaan penting bagi komunitas Tionghoa di Indonesia. Namun, pada masa lalu, tepatnya pada era pemerintahan Orde Baru, terdapat larangan terhadap perayaan Imlek sebagai hari libur nasional Imlek. Pada saat itu, pemerintah melarang perayaan ini dengan alasan untuk menjaga stabilitas sosial dan politik.

Kendati demikian, seiring berjalannya waktu dan perubahan politik di Indonesia, pandangan terhadap perayaan Imlek mengalami perubahan positif. Pada tahun 2003, pemerintah Indonesia secara resmi mengakui Imlek sebagai hari libur nasional Imlek. Keputusan ini diambil sebagai langkah untuk menghargai dan mengakui keragaman budaya yang ada di Indonesia, serta untuk memperkuat persatuan di antara berbagai kelompok etnis.

Pengakuan Imlek sebagai hari libur nasional menjadi tonggak bersejarah, mencerminkan semangat inklusivitas dan penghargaan terhadap keberagaman budaya di Indonesia. Hari libur Nasional Imlek sejak itu menjadi momentum penting bagi masyarakat Indonesia untuk merayakan bersama, mengekspresikan keberagaman budaya, dan memperkokoh persatuan di tengah perbedaan.

Untuk informasi lebih lengkapnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber sejarah hari libur Nasional Imlek dan perkembanganya di Indonesia pada Senin (12/2).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sejarah Hari Libur Nasional Imlek di Indonesia

Sejarah Imlek di Indonesia terurai dalam empat fase yang menggambarkan perjalanan panjang dari awal kedatangan komunitas Tionghoa hingga pengakuan resmi sebagai hari libur nasional. Melalui kutipan buku "Pendidikan Pancasila dan Pluralisme" karya Dr. Rio Christiawan, S.H., M.Hum., M.Kn., serta informasi dari buku "Jejak Budaya Tionghoa di Indonesia" oleh Christofora K, kita dapat memahami bagaimana perayaan Imlek menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah Indonesia.

1. Awal Kedatangan Tionghoa

Pada tahun 1873, seiring dengan eksodus besar-besaran, masyarakat Tionghoa dari Cina daratan memulai perjalanan mereka menuju Indonesia. Motivasi utama kedatangan para imigran Tiongkok ini melibatkan berbagai kepentingan, utamanya dalam konteks perdagangan. Sejarah mencatat peran penting agamawan seperti Fa Hien dan I Ching pada abad ke-4 hingga ke-7, yang menyisipkan catatan mengenai hubungan antara Tionghoa dan Nusantara. Prasasti Jawa juga mencatat perkembangan ini, menyebutkan imigran Tionghoa sebagai warga asing yang menetap di samping suku bangsa Nusantara dan daratan Asia Tenggara.

2. Masa Orde Lama

Fase Orde Lama menjadi tonggak penting dalam sejarah Imlek di Indonesia. Hari Raya Imlek secara resmi diakui sebagai salah satu hari raya nasional melalui Penetapan Pemerintah Nomor 2/UM/1946. Meski mengalami perubahan terkait perayaannya, seperti yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1953 yang mengatur aturan hari-hari libur, perayaan Imlek tetap mendapatkan pengakuan yang melekat sebagai bagian integral dari keberagaman budaya Indonesia. Periode ini mencerminkan toleransi dan penerimaan terhadap keragaman etnis dan budaya dalam negara.

3. Masa Orde Baru

Pada era Orde Baru, Soeharto memerintahkan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang memberlakukan pembatasan ketat terhadap perayaan budaya Tionghoa, termasuk Tahun Baru Imlek. Inpres tersebut memandatkan bahwa perayaan seperti Imlek hanya boleh dirayakan di dalam rumah atau kelenteng, menunjukkan adanya upaya pengendalian terhadap tradisi Tionghoa. Selain itu, langkah-langkah drastis dilakukan, seperti penghapusan tiga pilar kebudayaan Tionghoa, sekolah-sekolah menengah Tionghoa, dan organisasi etnik Tionghoa.

4. Era Gus Dur

Perubahan signifikan terjadi pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Ia mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 melalui Keppres Nomor 6 Tahun 2000, memberikan kebebasan bagi masyarakat Tionghoa untuk merayakan Imlek secara lebih terbuka. Gus Dur juga mengumumkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional fakultatif, menciptakan ruang bagi perayaan yang meriah dan terbuka. Keputusan ini mencerminkan semangat reformasi yang mengedepankan prinsip koeksistensi etis dan menghapus ketentuan diskriminatif yang ada pada masa Orde Baru.

3 dari 4 halaman

Perayaan Imlek di Indonesia

Perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia menjadi momentum bersejarah yang mencerminkan keberagaman budaya dan akulturasi antara komunitas Tionghoa dan budaya lokal. Artikel ini akan mengulas beberapa aspek perayaan Imlek di Indonesia, dengan fokus pada tradisi, perayaan di beberapa daerah, dan istilah yang digunakan dalam berbagai dialek bahasa Tionghoa.

Perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia melibatkan serangkaian tradisi dan ritual yang berlangsung selama 15 hari. Masyarakat Tionghoa, terutama yang masih menjalankan tradisi pemujaan leluhur, menggunakan kesempatan ini untuk memberikan penghormatan kepada leluhur mereka. 

Ritual ini mencakup berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh sub-grup Tionghoa sesuai dengan tradisi masing-masing. Pada hari ke-9, pengucapan syukur kepada Thian dikenal sebagai "King Thi Kong" atau "Pai Thi Kong" diikuti oleh perayaan meriah pada hari ke-15, yang dikenal sebagai Cap Go Meh atau "Malam ke-15" dalam bahasa Hokkien.

 

 

4 dari 4 halaman

Perayaan di Berbagai Daerah

1. Sumatera Barat

Perayaan Imlek di Sumatera Barat, terutama di komunitas Tionghoa Padang, mencerminkan akulturasi budaya antara budaya Tionghoa dan Padang. Pasar Malam Sincia di Gang Hok Tek, Jalan Klenteng, menunjukkan harmoni budaya dengan meriahnya festival. Atraksi budaya langka seperti pengarakkan Sipasan memberikan gambaran kekayaan tradisi Tionghoa-Padang.

2. Betawi (Jakarta)

Kawasan Betawi di Jakarta, yang telah lama dipengaruhi oleh budaya Tionghoa, merayakan Imlek dengan semangat meriah. Acara puncaknya, Cap Go Meh, diadakan di jalan raya Glodok dan Pancoran dengan partisipasi berbagai suku bangsa non-Tionghoa, memperkaya keberagaman budaya yang dirayakan bersama.

3. Jawa Tengah

Komunitas Tionghoa di Jawa Tengah merayakan Imlek dengan sentuhan budaya Jawa. Makanan khas seperti lontong cap go meh mencerminkan akulturasi budaya Jawa-Tionghoa. Kelenteng tua Hok Tik Bio di Kabupaten Blora menjadi tempat Sembahyang Tuhan Allah yang dipadukan dengan permainan karawitan, menciptakan pengalaman unik dan kaya budaya.

4. Kalimantan Barat

Di Kalimantan Barat, daerah dengan persentase etnis Tionghoa tertinggi, perayaan Imlek di Kota Singkawang terkenal dengan Festival Cap Go Meh. Parade tatung yang kebal senjata tajam menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan ini, menonjolkan kekayaan tradisi dan kegembiraan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.