Sukses

Undang-Undang Tentang Pemilu 2024 atau 2023, Permohonan Uji Sempat Ditolak Mahkamah Konstitusi

Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) di Indonesia menjelaskan bahwa pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat adalah sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dan pemerintahan negara yang demokratis.

Liputan6.com, Jakarta Undang-undang tentang pemilu 2024, merupakan regulasi yang mengatur tentang pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia. Undang-undang ini memiliki tujuan, untuk menciptakan pemilu yang adil, jujur, transparan dan demokratis. Pada tahun 2024, Indonesia kembali melaksanakan pemilihan umum untuk memilih para pemimpinnya. Tahapan-tahapan dan jadwal pelaksanaan pemilihan umum telah diatur dalam undang-undang ini, dimulai dari penyelenggaraan pemutakhiran data pemilih, pencalonan, kampanye, hingga pemungutan suara.

Seluruh proses pemilihan umum diatur dengan ketat, untuk memastikan keabsahan dan keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Undang-undang tentang pemilu 2024 atau 2023? Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 15 Juni 2023 menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Permohonan ini diajukan oleh sejumlah pemohon yang mengajukan beberapa pasal UU Pemilu terhadap UUD 1945, khususnya terkait sistem proporsional dengan daftar terbuka. 

Sebagai masyarakat, penting untuk memahami undang-undang tentang pemilihan umum ini, guna menjamin keberlangsungan demokrasi dan keadilan, dalam proses pemilihan umum. Selain itu, pemahaman akan tahapan dan jadwal pemilihan umum juga akan membantu masyarakat dalam mempersiapkan diri, sebagai pemilih yang cerdas dan bertanggung jawab. Berikut ini informasi lanjutan tentang undang-undang tentang pemilu 2024 yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (1/2/2024). 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Undang-undang Pemilu

Pada tanggal 4 Mei 2023, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilu sebagai langkah yang signifikan, dalam reformasi sistem pemilihan umum di Indonesia. Keputusan ini merupakan langkah maju setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2022 yang mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi UU yang lebih adaptif.

UU Pemilu terbaru, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilu, mencerminkan komitmen kuat Indonesia untuk terus melakukan perbaikan dan pengembangan terhadap sistem demokrasi. Melalui rinciannya yang terperinci, undang-undang ini memberikan panduan yang jelas terkait proses pembentukan dan fungsi lembaga-lembaga kunci seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di provinsi-provinsi baru, dengan penekanan khusus pada mekanisme pengangkatan yang transparan.

Berikut adalah isi undang-undang tentang pemilu:

1. Pasal 10A (Pengaturan Pembentukan KPU di Provinsi Baru)

Pengaturan mengenai mandat pembentukan KPU, mulai pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan KPU Provinsi di provinsi masa transisi serta mekanisme Pengangkatan untuk pertama kali.

2. Pasal 92A (Pengaturan Pembentukan Bawaslu di Provinsi Baru)

Pengaturan mengenai mandat pembentukan Bawaslu, mulai dari pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan Bawaslu Provinsi di provinsi baru pada masa transisi serta mekanisme Pengangkatan untuk pertama kali.

3. Pasal 117 (Penyesuaian Usia untuk Badan Adhoc Pengawas Pemilu untuk mengakomodir kesulitan Bawaslu dalam Rekruitmen lembaga Adhoc)

Dalam hal tidak terdapat calon anggota Panwaslu Kelurahan/Desa dan Pengawas TPS yang memenuhi persyaratan usia 21 Tahun, dapat diisi oleh calon anggota Panwaslu Kelurahan/Desa dan Pengawas TPS yang berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun dengan persetujuan Bawaslu Kabupaten/Kota.

4. Pasal 173 (Syarat Parpol Peserta Pemilu)

Berdasarkan Pasal 173 ayat (2) huruf b dan huruf g UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan bahwa syarat Parpol peserta Pemilu adalah "memiliki kepengurusan di seluruh wilayah provinsi dan kantor tetap". Mengingat Parpol membutuhkan waktu untuk pembentukan kepengurusan dan sarana pendukung lainnya diperlukan pengaturan mengenai pengecualian syarat kepengurusan kantor tetap partai politik di provinsi baru. Pengecualian ini harus dilakukan untuk memperkuat legitimasi bagi Parpol peserta pemilu.

5. Pasal 179 (Nomor Urut Partai Politik)

Partai politik yang telah memenuhi ketentuan ambang batas perolehan suara secara nasional untuk Pemilu anggota DPR pada tahun 2019 dan telah ditetapkan sebagai Peserta Pemilu dapat menggunakan nomor urut yang sama pada Pemilu tahun 2019 atau mengikuti penetapan nomor urut Partai Politik Peserta Pemilu bersama dengan partai baru yang dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU yang terbuka dengan dihadiri wakil Partai Politik Peserta Pemilu.

6. Pasal 186 (Jumlah Kursi dan Dapil DPR RI pada Provinsi Baru)

Sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 20 UU Pembentukan 4 (empat) daerah baru di wilayah Papua dan Papua Barat, maka uipenunai penyesuaian terhadap jumlah kursi dan daerah pemilihan untuk DPR RI.

7. Pasal 243 (Penetapan Bakal Calon Anggota DPRD Provinsi)

Untuk mengantisipasi belum terbentuknya pengurus Parpol tingkat provinsi pada 4 (empat) daerah baru di wilayah Papua dan Papua Barat maka diatur mekanisme penetapan bakal calon anggota DPRD Provinsi oleh pengurus Parpol tingkat pusat.

8. Pasal 276 (Perubahan waktu dimulainya Kampanye Pemilu, Penetapan Daftar Calon Tetap (DCT), Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan Penetapan Paslon Presiden dan Wakil Presiden)

Kampanye Pemilu dilaksanakan sejak 25 (dua puluh lima) hari setelah ditetapkan daftar calon tetap anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota untuk Pemilu anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD serta dilaksanakan sejak 15 (lima belas) hari setelah ditetapkan Pasangan Calon untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan dimulainya Masa Tenang. Perubahan ini untuk mengantisipasi terjadinya permasalahan dalam proses pencetakan dan distribusi logistik di mana sebelumnya Kampanye Pemilu dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah ditetapkan DCT.

9. Pasal 568A (Kebutuhan untuk antisipasi Pelaksanaan Pemilu wilayah IKN)

Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota pada tahun 2024 di wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang masuk dalam wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (Ditetapkan tanggal 15 Februari 2022), tetap berpedoman DPR RI dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Ditetapkan tanggal 15 Agustus 2017)

10. Perubahan Lampiran Undang-Undang

Perubahan Lampiran I: Jumlah Anggota KPU Provinsi dan Kab/Kota; Lampiran II: Jumlah Anggota Bawaslu Provinsi dan Kab/Kota; Lampiran III: Jumlah Kursi dan Dapil DPR RI; Lampiran IV: Jumlah Kursi dan Dapil DPRD Provinsi.

3 dari 4 halaman

Konstitusi dan Badan Penyelenggara Pemilu di Indonesia

Dasar hukum pemilihan umum di Indonesia merujuk pada Konstitusi, khususnya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Pasal 22E-22H UUD 1945 secara tegas mengatur aspek-aspek terkait pemilihan umum, termasuk hak untuk memilih dan dipilih, serta tata cara penyelenggaraan pemilu yang harus bersifat jujur, adil, dan langsung. Prinsip dasar demokrasi yang tertanam dalam UUD 1945 menjadi pijakan hukum bagi penyelenggaraan pemilu, dengan fokus utama pada penjaminan partisipasi aktif warga negara dalam dinamika politik. Pemilu di Indonesia juga diatur oleh undang-undang lain, seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Undang-undang ini merinci sistem pemilihan umum, pemilihan presiden dan wakil presiden, serta pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Dengan fondasi hukum yang kuat, pemilu di Indonesia diorganisir secara demokratis dan transparan, dengan tujuan utama menjaga kepentingan rakyat dan keberlanjutan negara. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memegang peranan kunci dalam memastikan pelaksanaan pemilu yang jujur, adil, dan transparan. Bawaslu memiliki tanggung jawab untuk mengawasi jalannya pemilu dan memastikan, bahwa setiap tahapan berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Tidak hanya itu, Bawaslu juga memiliki kewenangan untuk menindak pelanggaran pemilu dan memberlakukan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Di samping itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki peran utama dalam perencanaan, penyelenggaraan dan pengawasan pelaksanaan pemilu. KPU bertanggung jawab untuk menetapkan jadwal pemilu, mengorganisir logistik pemilu, memastikan daftar pemilih terdaftar dengan akurat, dan mengumumkan hasil pemilu. KPU juga harus memastikan bahwa semua proses pemilu berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan berlangsung dengan efisien. Dengan demikian, Bawaslu dan KPU memiliki peran yang sangat penting dan saling mendukung dalam menjamin pelaksanaan pemilu yang demokratis, jujur, adil, dan transparan di Indonesia. Keduanya menjadi pilar utama dalam sistem pemilu yang berintegritas dan dapat dipercaya.

4 dari 4 halaman

Pernyataan KPU RI Tentang Perubahan Undang-undang Pemilu

Berdasarkan informasi yang diterbitkan oleh laman kpu.go.id pada Juni 2020, muncul kabar mengenai potensi penundaan Pemilu dan Pemilihan dari tahun 2024 ke tahun 2027, sebagai respons terhadap wacana revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan. Ilham Saputra, anggota KPU RI, menjadi narasumber dalam berita tersebut dan memberikan klarifikasi dua hari setelah publikasi tersebut. Klarifikasi tersebut menegaskan bahwa Pemilu, sejalan dengan ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017, tetap dijadwalkan pada tahun 2024.

Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU menunjukkan ketaatan dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama Pasal 167 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 dan Pasal 201 ayat (8) UU Nomor 10 Tahun 2016, yang mengamanatkan bahwa Pemilu dan Pemilihan serentak nasional akan diadakan pada tahun 2024. Meskipun terdapat wacana revisi UU, KPU menegaskan bahwa wewenang untuk pembentukan dan perubahan UU, terutama Undang-Undang Pemilu 2024, berada di tangan DPR bersama Pemerintah.

Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU berfokus pada pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mereka dapat memberikan masukan dan pengalaman kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan DPR. Proses ini melibatkan koordinasi antara berbagai pihak, termasuk DPR, Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP, yang membentuk Tim Kerja Bersama. Tim ini sepakat bahwa Pemilu dan Pemilihan tetap dilaksanakan pada tahun 2024 sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 dan UU Nomor 10 Tahun 2016. Jadwal Pemilu direncanakan pada tanggal 21 Februari 2024, sementara Pemilihan Kepala Daerah dijadwalkan pada tanggal 27 November 2024. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan menegaskan kembali komitmen KPU untuk melaksanakan pemilu sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.