Liputan6.com, Jakarta - Penyakit urologi perlu mendapat perhatian dan penanganan yang terus mengikuti perkembangan teknologi.
Seperti pada urolithiasis (batu kantung kemih), yang jumlah kasus, disability-adjusted life years (DALYs) dan kematiannya terus meningkat secara global sejak tahun 1990.
Baca Juga
Hal ini disampaikan Ketua Kolegium Urologi Indonesia Prof. dr. Chaidir A. Mochtar. Dokter spesialis urologi itu menambahkan, Global Cancer Statistics menunjukkan bahwa kanker prostat adalah kanker kelima yang paling umum terjadi pada pria di Indonesia. Dengan jumlah kasus baru sebanyak 13.563 pada 2020.
Advertisement
Lalu, untuk penyakit kanker ginjal, terdapat 2.394 kasus baru kanker ginjal dan 1.358 kematian pada tahun 20201.
“Saat ini banyak dokter tengah menjalani pelatihan untuk menguasai penggunaan robot sebagai simulasi dalam teknologi telerobotic surgery. Diharapkan kehadiran teknologi telerobotik ini bisa jadi solusi untuk permasalahan urologi,” kata Chaidir dalam temu media di Jakarta, Jumat (30/8/2024).
“Kami selalu memiliki harapan besar agar ke depannya Indonesia mampu menjalankan bedah telerobotik secara mandiri, dan hari ini menjadi pembuktiannya,” tambahnya.
Operasi telerobotik atau telerobotic surgery adalah sebuah metode bedah jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi robotik dan jaringan nirkabel. Teknologi ini akan memungkinkan dokter bedah untuk melakukan tindakan operasi terhadap pasien secara jarak jauh dan real-time. Termasuk untuk kasus-kasus urologi, bedah digestif, dan lain-lain.
Dengan demikian teknologi ini akan mengatasi beberapa permasalahan, khususnya kendala geografis, sehingga layanan kesehatan ke depannya bisa diberikan secara merata ke tempat-tempat jauh atau yang aksesnya sulit. Namun sebelum itu terwujud, dibutuhkan kepercayaan yang besar dari masyarakat akan manfaat dan keberhasilan bedah telerobotik ini sehingga perlu adanya edukasi secara terus menerus.
Bawa Indonesia pada Pelayanan Kesehatan yang Merata
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI) Dr. dr. Ferry Safriadi menjelaskan, telerobotic surgery, secara khusus, akan mampu membawa Indonesia pada pelayanan kesehatan yang merata.
“Data terakhir yang kami miliki, terdapat 701 spesialis dan 132 konsultan/subspesialis. Namun secara geografis, persebarannya belum merata dan beberapa daerah terpencil bahkan tidak memiliki urolog sama sekali,” ujar Ferry.
“Persebarannya masih terpusat di pulau Jawa, yaitu mencapai setengah dari jumlah keseluruhan spesialis tersebut, ataupun kota-kota besar lainnya. Padahal, pasien urologi juga banyak di daerah terpencil,” tambahnya.
Advertisement
Kasus Urologi Parah Kerap Ditemukan di Daerah Terpencil
Ferry kembali menjelaskan, bahkan di daerah terpencil kerap ditemukan kasus urologi yang parah.
“Hal yang kerap ditemui pada meja praktik adalah masyarakat cenderung abai, dan bahkan enggan memeriksakan diri karena takut didiagnosis penyakit tertentu. Apalagi mereka yang di wilayah terpencil yang bahkan jarang terpapar edukasi tentang pentingnya memeriksakan diri jika mengalami gejala-gejala penyakit urologi.”
“Sehingga tidak jarang saat dirujuk ke RS yang lebih besar, kasusnya sudah menjadi parah. Mereka pun butuh daya dan usaha untuk menempuh perjalanan. Bayangkan jika telerobotic surgery sudah tersebar dengan baik, tentu masalah seperti ini bisa teratasi,” kata Ferry.
Telerobotic Surgery Bawa Keuntungan bagi Dokter dan Pasien
Sementara, Ketua Perkumpulan Robotik Medik Indonesia (Robomedisia) Prof. dr. Agus Rizal Ardy Hariandy Hamid, mengatakan, telerobotic surgery sendiri akan membawa keuntungan bagi dokter maupun pasien.
“Karena selain memampukan pemerataan layanan kesehatan dan kualitas RS di seluruh Indonesia bahkan di wilayah terpencil, teknologi ini juga memungkinkan kolaborasi dokter dari berbagai spesialistik secara sekaligus,” ujar Agus.
Telerobotic surgery juga membawa manfaat lain seperti:
- Meningkatkan akurasi operasi;
- mengurangi risiko infeksi; serta
- meminimalisasi perpindahan pasien karena mereka tidak perlu lagi menempuh jarak jauh untuk melakukan operasi.
“Sehingga ke depannya, teknologi ini akan mampu meningkatkan pelayanan bagi pasien penyakit urologi di wilayah Asia, khususnya di Indonesia,” jelas Agus.
Advertisement