Sukses

Salah Satu Kesulitan Intervensi Stunting, Ada Bumil yang Merasa Tak Perlu Tablet Tambah Darah

Di Indonesia, masih ada ibu hamil yang merasa tidak perlu untuk mengonsumsi tablet tambah darah maupun memeriksakan kondisi kehamilannya.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, drg Widyawati M.KM mengungkapkan bahwa masih ada masalah perilaku dan praktik terkait stunting di Indonesia. Salah satunya terjadi pada tingkat individu dan antarpribadi.

"Jadi di tingkat individu dan pribadi, kita ketemu dengan ibu hamil dan ibu balita yang tidak tahu atau tidak memahami perlunya minum TTD (Tablet Tambah Darah)," ujar Widyawati dalam Forum Nasional Stunting 2022 di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat pada Selasa (6/12/2022).

Selain itu, masih ada pula ibu hamil dan ibu balita yang tidak merasa perlu melakukan pemeriksaan kehamilan ke fasilitas layanan kesehatan, dan makan makanan bergizi seimbang.

"Ada ibu hamil yang kita temui di beberapa tempat, ini hasil survei, ada ibu hamil yang 'Enggak usah periksa deh, saya enggak apa-apa kok', terus 'Enggak minum apa-apa juga enggak apa-apa kok, tetangga saya enggak apa-apa'. Jadi ada beberapa yang masih seperti itu," kata Widyawati.

"Terkadang mereka juga tidak tahu TTD itu apa. Jadi bumil itu kita punya lima gerakan. Bumil itu dimulai dari remaja putri bahwa kalau mau punya bayi enggak stunting atau sehat, maka dari remaja putri harus sudah minum TTD," tambahnya.

Menurut Widyawati, ketidaktahuan ibu mulai dari memeriksakan kondisi hingga minum TTD sendiri bisa disebabkan oleh dua hal. Seperti karena adanya informasi yang belum tersampaikan dan pilihan pribadi ibu yang memang tidak mau melakukan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kesulitan Intervensi Stunting Lainnya

Lebih lanjut Widyawati menjelaskan soal kesulitan intervensi lainnya yang terjadi di tingkat institusi layanan masyarakat. Salah satunya terjadi pada kader yang belum memahami soal identifikasi stunting dan edukasi seputarnya.

"Jadi kadang-kadang diperiksa di posyandu atau dimana gitu, mereka hanya bilang berat badannya enggak naik, dicatat saja. Terus datang lagi, belum naik lagi berat badannya," ujar Widyawati.

"Padahal sebetulnya pada saat ditemukan tidak naik berat badannya, maka itu harus langsung ditindaklanjuti. Kenapa sih tidak naik? Apa sih yang kurang? Kalau yang sekarang seperti itu, jadi tidak mencatat saja," tambahnya.

Sedangkan di tingkat kebijakan, Widyawati mengungkapkan bahwa kesulitan intervensi stunting pun bisa disebabkan karena pemerintah yang kurang memprioritaskan hal-hal seperti penyediaan jamban sehat, kurangnya pengetahuan soal depot air minum isi ulang, hingga ketersediaan pangan yang baik.

3 dari 4 halaman

Masuk dalam 11 Program Kemenkes

Dalam kesempatan tersebut, turut hadir Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono. Menurutnya, pencegahan stunting memang harus dilakukan sebelum dan setelah anak lahir.

"23 persen anak lahir dengan kondisi sudah stunted, akibat ibu hamil sejak masa remaja kurang gizi dan anemia. Jadi masalah ibu menjadi masalah yang juga penting untuk menurunkan angka stunting. Kemudian setelah lahir, maka masalah menjadi masalah bayi," kata Dante.

Berkaitan dengan hal ini, Dante menjelaskan soal indikator Kemenkes dalam upaya penurunan stunting. Utamanya dilakukan dengan intervensi spesifik untuk mengurangi penyebab langsung dari stunting itu sendiri.

"Kekurangan darah menjadi masalah di remaja putri saat ini di Indonesia. Konsumsi tablet tambah darah pada remaja putri ini menjadi pendekatan spesifik yang harus dilakukan," ujar Dante.

4 dari 4 halaman

Upaya Kemenkes terkait TTD

Berdasarkan Data Sasaran Program Kesehatan Pusdatin 2022, terdapat 12.349.190 remaja putri kelas 7-12 yang mengonsumsi TTD setiap minggunya saat ini.

Dante menjelaskan, pembagian dan konsumsi TTD tersebut dilakukan saat kegiatan Aksi Bergizi.

Sedangkan untuk ibu hamil, tercatat ada 4.897.988 TTD yang sudah didistribusikan ke seluruh Puskesmas. Pemberian TTD tersebut dilakukan satu kali sehari selama kehamilan dilengkapi dengan pemeriksaan ANC.

Menurut Dante, per 5 Desember 2022, sudah terdapat 79,41 persen ibu hamil yang mendapatkan TTD minimal 90 tablet selama kehamilan. Angka tersebut ternyata sudah melebihi target di tahun 2022 ini.

Hanya ada tiga provinsi yang persentase ibu hamil yang mengonsumsi TTD dibawah 50 persen yakni Maluku, Papua, dan Papua Barat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.