Sukses

Gas Air Mata di Tragedi Kanjuruhan, Kemenkes Sebut Harus Ada Indikasi Penggunaan

Direktur P2PTM Kemenkes RI, dr Eva Susanti sarankan harus ada indikasi penggunaan dan diatur oleh lintas sektor.

Liputan6.com, Jakarta Begitu banyak pihak kecewa atas tembakan gas air mata yang terjadi dalam Tragedi Kanjuruhan. Gas air mata tersebutlah yang dianggap sebagai biang kerok dari tewasnya 130 orang di stadion usai pertandingan Arema dan Persebaya Surabaya.

Ternyata, larangan terkait penggunaan gas air mata sebenarnya sudah diatur oleh Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA). Namun, aparat kepolisian masih menembakkan gas air mata lantaran ingin meredam kericuhan yang terjadi di tengah lapangan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Eva Susanti mengungkapkan bahwa seharusnya ada kerja sama lintas sektor untuk mengatur persoalan gas air mata.

"Kebijakan kita terkait penggunaan gas air mata mungkin dalam arti yang penting itu harusnya ada kerja sama lintas sektor. Apakah memang itu sangat penting digunakan? Nah ini yang harus diingat," ujar Eva dalam konferensi pers Hari Penglihatan Sedunia 2022 ditulis Kamis, (6/10/2022).

Menurut Eva, gas air mata seharusnya tidak digunakan dalam jumlah banyak, terutama jika tidak terlalu penting. Hal tersebut lantaran gas air mata bisa menimbulkan banyak risiko bila ditembakkan terlalu banyak.

Gas air mata dapat membuat seseorang kesulitan untuk melihat dan merasa sesak napas. Belum lagi jika ditambah dengan kepanikan yang ditimbulkan. Para kerumunan yang terkena bisa terpukul, saling tabrak, terinjak-injak, dan mengalami cedera.

"Jadi seharusnya memang dalam arti penggunaannya ini harusnya ada kerja sama yang lebih baik. Jadi ada indikasi penggunaannya," kata Eva.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Efek Gas Air Mata yang Tidak Sederhana

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Mata (PERDAMI), M Sidik mengungkapkan bahwa gas air mata sendiri berisi macam-macam gas, yang semuanya dapat menyebabkan iritasi pada mata.

"Iritasi. Artinya, kalau dicuci insyaAllah dia akan kembali. Biasanya tidak akan menimbulkan akibat yang permanen. Tapi iritasinya itu bukan main. Namanya juga gas air mata, untuk mengeluarkan air mata sehingga orang kesulitan melihat," ujar Sidik.

Selain itu, Sidik menjelaskan, gas air mata pun memiliki efek lainnya yang lebih dari sekadar kesulitan melihat. Gas air mata dapat menimbulkan efek pada paru-paru, hidung, dan tenggorokan seseorang.

"Efeknya membuat sesak napas. Jadi banyak hal sebetulnya yang bisa diakibatkan oleh gas air mata meskipun pada awalnya ditujukan supaya orang tidak bisa melihat lagi karena perih," kata Sidik.

"Pada dasarnya efek tersebut bisa hilang dengan dicuci. Cuma memang pada saat tersebut bisa terjadi pembengkakan pada daerah selaput-selaput kornea yang sangat tidak nyaman." 

3 dari 4 halaman

Gas Air Mata Bisa Timbulkan Kepanikan

Lebih lanjut menurut Sidik, gas air mata bisa memicu kepanikan pada orang yang terkena. Alhasil, sesak napas yang bercampur panik ditambah kesulitan melihat tersebutlah yang bisa membuat efek gas air mata jadi berisiko.

"Kalau kita lihat orang-orang yang terkena gas air mata ini panik, merasa sesak dan tidak bisa melihat matanya karena perih," ujar Sidik.

Terlebih, masih terdapat kekeliruan di masyarakat terkait gas air mata. Dalam beberapa kesempatan, Anda mungkin salah satu yang pernah melihat penggunaan pasta gigi atau odol untuk meredam gas air mata.

Padahal menurut Sidik, odol tidak dapat meredakan efek gas air mata. Bahkan ketika menggunakan odol, mata masih akan tetap merasakan perih.

"Kalau kita lihat semua yang bekerja dengan gas air mata itu menggunakan masker gas, yang bisa menyaring gas untuk mata dan hidung. Sebetulnya hanya itu, ada juga yang bilang bisa menggunakan kain basah, itu bisa mungkin sementara," kata Sidik.

4 dari 4 halaman

Cara Redam Efek Gas Air Mata

Eva menambahkan, dalam upaya untuk meredam efek gas air mata terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan. Ia menyarankan untuk segera pergi ke area yang lebih segar sebagai bentuk pertolongan pertama.

"Kemudian melepas semua pakaian yang terpapar dan menghindari penggunaan handuk bersama, karena ini dapat menambah reaksi pada kulit," ujar Eva.

Selain itu hal penting lainnya yang perlu dilakukan menurut Eva adalah dengan melepaskan lensa kontak jika memang sedang menggunakan. Hal tersebut lantaran partikel gas air mata dapat menempel pada lensa kontak yang digunakan.

"Juga, menghilangkan zat kimia itu sebanyak mungkin. Pertama, memang membilasnya dengan air walaupun mungkin agak sedikit nyeri. Tapi pilihan air itu lebih baik dibandingkan dengan odol," kata Eva.

"Yang terpenting juga mandi dengan menggosok seluruh tubuh dengan sabun dan air. Sehingga partikel-partikel itu bisa terlepas," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.