Sukses

Soal Panic Buying Susu Beruang, Pakar Singgung Minimnya Literasi Gizi dan Overclaim

Pakar gizi mengungkapkan ada beberapa faktor yang membuat terjadinya panic buying susu beruang, seperti yang terjadi dalam sebuah video viral

Liputan6.com, Jakarta - Pada awal PPKM darurat, sebuah video viral di media sosial menunjukkan kejadian panic buying "susu beruang" di sebuah supermarket. Selain itu, beberapa warga mengaku sulit menemukan produk tersebut di pasaran.

"Sedikit sharing, sudah lumayan sulit mendapatkan susu Bear brand, vitamin, obat, oksigen," bunyi pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Sabtu (3/7/2021).

Cherrie yang mengaku seorang Satuan Tugas COVID-19 di salah satu gereja itu mengaku kesulitan mencari obat, oksigen, vitamin untuk jemaah yang terkena COVID-19.

"Sampai minta tolong ke Depok untuk obat, susu dapat di Pasar Rebo, vitamin sampai ke Cengkareng, padahal gereja kami di Rawamangun, untung ada ojek daring yang membantu," katanya.

Terkait hal ini, dokter Tan Shot Yen, pakar gizi dan pendiri Remanlay Institute mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang membuat semacam panic buying terhadap produk tertentu terjadi.

"Pertama, publik salah asumsi. Karena tulisan di iklan yang bisa membuat orang menghubung-hubungkan nalar dengan literasi seadanya," ujarnya saat dihubungi Health Liputan6.com, Minggu (4/7/2021).

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kendalikan Overclaim

Selain itu, menurut dokter Tan, klaim yang berlebihan atau overclaim suatu produk tidak pernah dibenahi. "Pemerintah yang mestinya punya kendali buat negur, semprit, bahkan kasih sanksi."

Ia mencontohkan, selama ini juga banyak susu pertumbuhan anak yang disebut-sebut bisa membuat anak menjadi pintar dan berbudi.

Tan juga mengatakan bahwa literasi gizi masyarakat masih minim, sehingga ada kepercayaan-kepercayaan yang dibentuk sebagai opini publik. "Apa yang mestinya mitos, dijadikan seakan-akan kebenaran, sebaiknya yang fakta ilmiah sama sekali tidak digubris," ujarnya.

Tan menambahkan, masyarakat Indonesia seringkali tidak mau ribet untuk berpikir dengan nalar. "Jadi kalau sakit yang diburu solusi, bukan evaluasi. Nah, ini dimanfaatkan pedagang kan."

Dia pun menegaskan bahwa susu evaporasi, UHT, serta susu cair sejenis, semuanya sama dengan komposisi yang bisa dibaca di labelnya.

"Tidak ada studi ilmiah yang menghubungkan konsumsi susu dan pencegahan penularan COVID-19. Satu-satunya pencegahan adalah protokol kesehatan ketat," tegasnya.

3 dari 4 halaman

Tanggapan Nestle Indonesia Soal Susu Beruang yang Melonjak

Terkait produknya yang jadi buruan warga, hingga terjadi lonjakan harga di situs belanja daring, Nestle Indonesia pun angkat bicara.

Dikutip dari Saham Liputan6.com, Direktur Corporate Affairs Nestle Indonesia Debora R.Tjandrakusuma menuturkan, pihaknya memaksimalkan upaya untuk memasok produk susu Bear Brand kepada konsumen.

"Kami melakukan yang terbaik yang kami bisa guna memenuhi permintaan para konsumen akan produk-produk kami untuk mengoptimalkan kapasitas produksi dan rantai pasokan, terutama untuk produk susu Bear Brand,” ujar dia dikutip dari keterangan yang diterima Liputan6.com, Sabtu (3/7/2021).

Terkait adanya kenaikan harga produksi susu Bear Brand, Debora mengatakan, pihaknya tidak melakukan kenaikan harga atas produk-produk Nestle termasuk produk susu Bear Brand.

"Mengenai ada kenaikan harga di e-commerce untuk produk-produk Bear Brand, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya peraturan persaingan usaha, kami tidak dapat menentukan harga jual akhir produk kami,” kata dia.

4 dari 4 halaman

Infografis Syarat Lansia, Komorbid hingga Ibu Menyusui Disuntik Vaksin Covid-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.