Sukses

Perilaku 3M Cegah Penularan COVID-19, Kenapa Orang Masih Susah Melakukannya?

Ini alasan orang susah untuk pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan padahal untuk mencegah COVID-19

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Bidang Perubahan Perilaku STPC19 Dr Sonny Harry B Harmadi tidak lelah mengajak semua orang untuk sama-sama menurunkan risiko tertular COVID-19 dengan menegakkan perilaku 3M.

Mungkin tak sedikit yang merasa bosan mendengar perilaku 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan). Namun, fakta yang terjadi di lapangan, masih banyak yang tak melakukan itu.

Terlebih, kata Sonny, saat ini semakin banyak orang tanpa gejala (OTG) yang sama tak menyadari dirinya sedang membawa virus. Oleh sebab itu, untuk menghindari penularan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, protokol kesehatan harus dilakukan.

"Kita sadar aktivitas harus tetap berjalan. Aktivitas harus berjalan tapi dengan perilaku yang berubah. Kalau perilaku masih sama kayak kondisi normal, aktivitas bisa berjalan tapi penularan bisa terjadi," kata Sonny dalam diskusi Apa Strateginya Agar COVID-19 Tidak Menyebar Luas? di Graha BNPB, Jakarta, Kamis, 10 September 2020. 

Sambil menunggu adanya obat dan Vaksin COVID-19, satu-satunya cara yang dapat dilakukan agar terhindar dari Corona COVID-19 adalah pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan.

 

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Infografis Protokol Kesehatan Corona COVID-19

3 dari 4 halaman

Pakai Masker Turunkan Risiko Tertular Corona COVID-19

Terutama bagian pakai masker, terlihat kesadaran orang-orang mulai tumbuh, hanya saja Sonny menilai tidak konsisten.

Tidak konsisten yang dia maksud, ketika orang yang pakai masker itu hendak berbicara atau bahkan batuk, justru dia membuka atau menurunkan maskernya.

"Padahal, memakai masker bertujuan mencegah terjadinya droplet. Penularan COVID-19 terjadi berasal dari droplet," katanya.

Sonny tak memungkiri butuh ekstra kesabaran untuk mengingatkan cara memakai masker yang benar. Sebab, orang Indonesia sendiri terkenal punya kebiasaan ramah, menyapa, dan harus tampak tersenyum.

Dengan pakai masker, ketiga hal tersebut tak kelihatan. Di sinilah Sonny menyebut butuh perjuangan.

"Padahal, pakai masker itu enak. Kalau psikologis kita bilang enggak enak, akan enggak enak," katanya.

Sonny mencontohkan dengan kebiasaan memakai sepatu. Bila sudah terbiasa pakai sepatu dan ketika suatu hari tiba-tiba harus tidak pakai sepatu, rasanya menjadi tidak enak. Begitu juga dengan pakai masker.

"Semuanya balik lagi ke psikologis kita," katanya.

 

4 dari 4 halaman

Kenapa Orang Susah untuk Jaga Jarak Padahal untuk Cegah Tertular COVID-19?

Pun dengan jaga jarak. Lagi-lagi karena orang Indonesia merasa dirinya mahluk sosial, yang terbiasa tegur sapa dengan jarak dekat.

Sonny, mengatakan, jarak di pikiran orang Indonesia menunjukkan kedekatan,"Kita akan tampak tidak ramah jika jarak jarak. Padahal, untuk saat ini, jaga jarak menjadi perilaku yang menyelamatkan kita.".

Termasuk juga mencuci tangan. Menurut Sonny, orang-orang sulit untuk membiasakan diri sering-sering cuci tangan lantaran terjebak di dalam 'kampanye' hemat air untuk menyelamatkan bumi.

"Sebenarnya, orang-orang sudah punya pengetahuan yang banyak soal tiga hal tersebut. Sayangnya, ada yang patuh, ada yang setengah patuh, dan ada pula yang tidak patuh," kata Sonny.

"Yang paling sulit, dari data yang kami punya adalah jaga jarak. Sulit karena dipengaruhi lingkungan rumah yang tidak memungkinkan jaga jarak, rumah tetangga terlalu rapat, dan pemukiman sangat padat," Sonny menekankan.

Meskipun pakai masker sudah menurunkan risiko dari penularan COVID-19, lanjut Sonny, akan lebih baik jika ditambah dengan jaga jarak, dan cuci tangan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.