Sukses

Kala Dokter Gunakan TikTok untuk Edukasi Seks dan Penyakit

Mengikuti tren yang ada, kini para dokter memberi informasi kesehatan melalui aplikasi TikTok.

Liputan6.com, Jakarta Mengikuti tren yang ada, kini para dokter memberi informasi kesehatan melalui aplikasi TikTok. Mungkin karena selama ini, orang jarang ada yang mau membaca ilmu kesehatan jika bukan hal yang 'booming'.

Padahal, banyak informasi kesehatan dapat dengan mudah Anda ketahui hanya dari mencari kata kuncinya di Google (tapi Anda harus berhati-hati membacanya agar tidak termakan HOAX).

Menghapus stigma aplikasi yang hanya untuk hiburan, ternyata TikTok juga bisa digunakan dengan benar, aplikasi ini juga bermanfaat dalam penyebaran informasi namun bersifat santai dan menghibur, dilansir dari NYTimes.

Misalnya dokter cantik Dagny Zhu yang mengungkap fakta tentang virus corona agar orang-orang tak panik melalui TikTok.

Lalu ada dr. Danielle Jones, seorang ginekolog di Baylor Scott and White Health di College Station, Tex. yang membuat video di TikTok tentang kesehatan wanita di rumah dan hari libur.

Dr. Jones juga membuat video tips mengatasi kondom yang robek saat bercinta. Video tersebut telah ditonton lebih dari 11 juta kali dan mendapat berbagai respons baik.

"Kehadiran TikTok saya seperti jika Anda berteman dengan seorang OB/GYN. Ini cara yang baik untuk memberi informasi kepada orang yang membutuhkan," ujar dr. Jones.

Meskipun para ahli medis telah lama menyiarkan informasi kesehatan lewat media sosial, namun yang lebih sering dilihat orang adalah video yang cenderung berdurasi pendek, musikal dan lucu. Ini menjadi tantangan paramedis untuk mendidik masyarakat.

Rose Marie Leslie, seorang dokter residen kedokteran keluarga di University of Minnesota Medical School, mengatakan TikTok menyediakan platform yang sangat besar untuk pengumuman layanan masyarakat medis.

"Media ini memiliki potensi pemirsa yang luar biasa yang melampaui pengikut Anda sendiri," katanya.

Selain 2 dokter di atas, ada juga TikTok dr.Leslie tentang penyakit paru-paru yang berhubungan dengan vape yang telah ditonton lebih dari 3 juta kali, dan postingan tentang flu dan vaksin HPV juga memiliki penonton melebihi jumlah pasien di rumah sakitnya.

 

Kuncinya, kata dr. Leslie, yaitu menyesuaikan pesan medis ke bentuk yang mungkin tampak konyol namun bermanfaat. Salah satu postingannya menyarankan pemirsa berlatih tarian TikTok yang viral untuk membakar kalori.

Dia menargetkan pengguna aplikasi yang kebanyakan adalah remaja, dari pengalamannya menemukan kebanyakan remaja menggunakan aplikasi untuk melemparkan komentar tidak sopan pada percakapan kesehatan masyarakat. Tapi itu tidak menyurutkan niatan para dokter untuk terus mempromosikan kesehatan.

 

Simak Video Menarik Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

TikTok Apresiasi dokter

Eksekutif TikTok menyambut baik penggunaan platform ini bagi para profesional medis. “Sangat menginspirasi melihat dokter dan perawat membawa TikTok untuk menghilangkan mitos profesi medis,” kata Gregory Justice, kepala pemrograman konten TikTok.

Jones, dokter kandungan, berharap platform ini dapat membantu kaum muda mengembangkan kepercayaan pada praktisi medis dan memandang mereka mudah diakses.

"TikTok dapat membantu memanusiakan dokter. Saya melihat bahwa beberapa pasien merasa lebih nyaman dengannya karena mereka telah melihat pos media sosialnya yang lucu," katanya Jones.

Tetapi beberapa dokter juga menemukan tanggapan terhadap video mereka yang tidak mereka harapkan.

Awal bulan Januari 2020, Dr. Nicole Baldwin, seorang dokter anak di Cincinnati, memposting TikTok daftar penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin dan melawan gagasan bahwa vaksin menyebabkan autisme.

Akunnya di TikTok, Twitter, Facebook dan Yelp dibanjiri dengan komentar yang mengancam, termasuk yang mencapnya "Musuh Publik # 1" dan yang lain berbunyi, "Dokter yang mati jangan berbohong."

Sebuah tim sukarelawan yang membantu Dr. Baldwin memonitor media sosialnya telah menutup lebih dari 5.200 pengguna dari Facebooknya dalam beberapa minggu terakhir.

Baldwin mengatakan dia mulai merasa antusias tentang kesempatan yang TikTok sediakan untuk mendidik remaja, tetapi pengalamannya dengan pelecehan memberinya sedikit jeda.

"Ada batasan pada paramedis antara mencoba memberikan pesan yang menarik bagi generasi muda. Apalagi karena kontennya yang berdurasi pendek dan musikal, TikTok menjadi kesukaan remaja juga karena tidak ada kepribadian profesional (paramedis, dan ahli bidang lainnya) yang ditampilkan.

Sayangnya, ada anggapan beberapa dokter justru khawatir bahwa klip TikTok yang singkat dan menyenangkan dapat mengaburkan batas antara pendidikan umum dan saran medis untuk pasien. Seperti misalnya, para anti-vaksin yang mengambil keuntungan dengan menawarkan minyak yang mampu menyembuhkan berbagai penyakit, padahal tidak berdasarkan bukti penelitian dan menyebabkan kebingungan pada masyarakat.

Dr. Austin Chiang - ahli gastroenterolog dan kepala media sosial media medis di Jefferson Health di Philadelphia, mengatakan “Anti-vaxxers (anti-vaksin) sudah menggunakan media sosial untuk keuntungan mereka. Maka itu, platform seperti ini Tiktok mestinya bisa digunakan lebih positif oleh dokter.

Begitu pun dengan Matthew Schulman, seorang ahli bedah plastik di New York. Ia mengatakan keaktifan dokter di media sosial, termasuk TikTok bisa mendorong sekitar 80% konsultasi.

"Namun karena viralitasnya yang sangat tinggi, dan kebanyakan penggunanya masih sangat muda, jadi dokter harus berhati-hati dalam membuat konten," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.