Sukses

AS Akui Israel Kemungkinan Besar Melanggar Hukum Internasional

Pengakuan yang dinilai sebagai kritik tajam AS terhadap sekutu utamanya itu tidak ditindaklanjuti dengan langkah yang lebih tegas.

Liputan6.com, Washington, DC - Pemerintahan Joe Biden mengatakan pada hari Jumat (10/5/2024), penggunaan senjata yang disediakan Amerika Serikat (AS) di Jalur Gaza oleh Israel kemungkinan besar melanggar hukum kemanusiaan internasional, namun kondisi masa perang menghalangi para pejabat AS untuk menentukan hal tersebut secara pasti dalam serangan udara tertentu.

Temuan bukti yang masuk akal untuk menyimpulkan bahwa sekutu AS itu telah melanggar hukum internasional yang melindungi warga sipil dalam cara mereka melakukan perang melawan Hamas adalah pernyataan terkuat yang pernah dibuat oleh pemerintahan Biden mengenai isu ini. Hal ini dirilis dalam ringkasan laporan atau peninjauan yang disampaikan ke Kongres pada hari Jumat.

Namun, peringatan bahwa pemerintah tidak dapat menghubungkan senjata spesifik AS dengan serangan individu oleh pasukan Israel di Jalur Gaza dapat memberikan kelonggaran dalam mengambil keputusan di masa depan mengenai apakah akan membatasi penyediaan senjata ofensif kepada Israel.

Penilaian pertama ini, yang didesak oleh rekan-rekan Biden dari Partai Demokrat AS di Kongres, dilakukan setelah tujuh bulan serangan udara, pertempuran darat, dan pembatasan bantuan terhadap Jalur Gaza yang telah merenggut nyawa hampir 35.000 warga Palestina. Sebagian besar korban jiwa adalah perempuan dan anak-anak.

Meskipun para pejabat AS tidak dapat mengumpulkan semua informasi yang mereka butuhkan mengenai serangan tertentu, laporan yang sama menyebutkan bahwa mengingat ketergantungan besar Israel pada senjata buatan AS maka masuk akal untuk menilai bahwa senjata-senjata tersebut telah digunakan oleh pasukan keamanan Israel dalam situasi yang tidak konsisten dengan kewajibannya berdasarkan hukum humaniter internasional atau dengan praktik terbaik untuk mengurangi kerugian sipil.

"Militer Israel (IDF) mempunyai pengalaman, teknologi dan pengetahuan untuk meminimalkan kerugian terhadap warga sipil, namun akibat di lapangan, termasuk tingginya jumlah korban sipil, menimbulkan pertanyaan besar mengenai apakah IDF menggunakan mereka secara efektif dalam semua kasus," sebut laporan pemerintahan Biden, seperti dilansir kantor berita AP, Sabtu (11/5).

Kelompok hak asasi manusia internasional dan tinjauan oleh panel tidak resmi yang terdiri dari mantan pejabat negara dan militer, pakar akademis, dan lainnya telah menunjuk pada lebih dari selusin serangan udara Israel yang menurut mereka terdapat bukti yang dapat dipercaya mengenai pelanggaran hukum perang dan hukum kemanusiaan. Sasaran Israel disebut mencakup konvoi bantuan, pekerja medis, rumah sakit, jurnalis, sekolah, dan pusat pengungsi serta lokasi lain yang memiliki perlindungan luas berdasarkan hukum internasional.

Mereka berpendapat bahwa jumlah korban sipil dalam banyak serangan di Jalur Gaza – seperti serangan pada 31 Oktober di sebuah gedung apartemen yang dilaporkan telah menewaskan 106 warga sipil – tidak sebanding dengan nilai sasaran militer mana pun.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dilema Biden

Israel mengaku mereka mengikuti semua hukum AS dan internasional bahwa mereka menyelidiki tuduhan pelanggaran yang dilakukan oleh pasukan keamanannya dan serangan mereka di Jalur Gaza sebanding dengan ancaman nyata yang ditimbulkan oleh Hamas.

Ketua Komite Urusan Luar Negeri DPR dari Partai Republik Michael McCaul mengatakan peninjauan pemerintahan Biden hanya berkontribusi pada sentimen anti-Israel yang bermotif politik dan seharusnya tidak pernah dilakukan.

"Sekarang adalah waktunya untuk mendukung sekutu kita Israel dan memastikan mereka memiliki peralatan yang mereka butuhkan," ujarnya.

Sementara itu, Amanda Klasing dari kelompok Amnesty International AS menekankan bahwa AS memperlakukan pemerintah Israel secara kebal hukum.

Biden telah menjadi sasaran kebencian yang semakin besar di dalam dan luar negeri atas melonjaknya kematian warga Palestina di Jalur Gaza. Ketegangan semakin meningkat dalam beberapa pekan terakhir dengan janji Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk memperluas serangan militer ke Kota Rafah, meski mendapat tentangan keras dari pemerintahan Biden.

Pada bulan-bulan terakhir kampanye Pilpres AS 2024 di mana Biden kembali melawan Donald Trump, dia menghadapi tuntutan dari banyak anggota Partai Demokrat untuk menghentikan aliran senjata ofensif ke Israel dan di lain sisi mendapat kecaman dari Partai Republik yang menyebutnya ragu-ragu dalam memberikan dukungan kepada Israel pada saat dibutuhkan.

Salah satu langkah pertama yang mengondisikan bantuan militer ke Israel dalam beberapa hari terakhir adalah ketika mereka menangguhkan pengiriman 3.500 bom karena khawatir atas ancaman serangan Israel ke Rafah.

Senator Bernie Sanders dari Vermont mengatakan bahwa menangguhkan pengiriman bom harus menjadi "langkah pertama".

"Pengaruh kita jelas," kata Sanders. "Selama bertahun-tahun, AS telah memberikan bantuan militer senilai puluhan miliar dolar kepada Israel. Kita tidak bisa lagi terlibat dalam perang mengerikan yang dilakukan Netanyahu terhadap rakyat Palestina."

 

3 dari 3 halaman

Standar Ganda

Instruksi presiden yang memicu peninjauan tersebut, yang disetujui pada Februari, mewajibkan Kementerian Pertahanan AS dan Kementerian Luar Negeri AS melakukan penilaian terhadap setiap laporan atau tuduhan yang dapat dipercaya bahwa pasal-pasal pertahanan dan, jika perlu, layanan pertahanan, telah digunakan dengan cara yang tidak konsisten dengan hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional.

Tidak ada instruksi presiden yang akan memicu penghentian senjata jika pemerintah secara tegas memutuskan bahwa tindakan Israel telah melanggar hukum internasional.

Memorandum Keamanan Nasional AS tentang Perlindungan dan Akuntabilitas Sehubungan dengan Barang-barang Pertahanan dan Layanan Pertahanan yang Ditransfer mewajibkan Kementerian Luar Negeri AS dan Kementerian Pertahanan AS memberitahu Kongres apakah mereka menganggap Israel telah bertindak secara sewenang-wenang menolak, membatasi, atau menghalangi, secara langsung atau tidak langsung pengiriman bantuan kemanusiaan yang didukung AS ke Jalur Gaza untuk warga sipil yang kelaparan.

Mengenai hal itu, laporan tersebut menyebutkan kekhawatiran mendalam bahwa Israel memainkan peran penting dalam mencegah bantuan yang memadai menjangkau warga Palestina yang kelaparan. Namun, disampaikan bahwa Israel baru-baru ini mengambil beberapa langkah positif, meskipun masih belum memadai, dan pemerintah AS saat ini tidak menganggap Israel membatasi pengiriman bantuan dengan cara yang melanggar undang-undang AS.

Anggota parlemen dan pihak lain yang mendukung peninjauan mengatakan Biden dan para pemimpin AS sebelumnya menerapkan standar ganda saat harus menegakkan undang-undang AS yang mengatur bagaimana militer asing menggunakan dukungan AS. Tuduhan ini dibantah oleh pemerintahan Biden.

Mereka berpendapat bahwa temuan AS terhadap Israel akan melemahkan Israel pada saat negara tersebut sedang memerangi Hamas dan kelompok lain yang didukung Iran.

Ronald Reagan dan George H.W. Bush, pada tahun 1980-an dan awal 1990-an, adalah presiden AS terakhir yang secara terbuka menahan pendanaan senjata atau militer demi mencoba mendorong Israel mengubah tindakannya di kawasan atau terhadap Palestina.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini