Sukses

Bulan Terus Mengecil, Ini Dampaknya bagi Manusia

Namun, bulan tidak seperti bumi yang memiliki lempeng tektonik. Aktivitas tektonik itu terjadi ketika bulan secara perlahan kehilangan panasnya.

Liputan6.com, Jakarta - Sejak 2010, para ilmuwan menemukan ukuran bulan, satelit alami bumi, mengalami penyusutan. Kondisi akan terus membuat bulan menjadi semakin kecil.

Melansir laman NASA pada Kamis (02/05/2024), pengamatan terhadap ukuran bulan dilakukan dengan alat Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO) milik NASA. Para peneliti menemukan ada tebing-tebing di kerak bulan yang relatif baru terbentuk secara geologis.

Menariknya, tebing-tebing di permukaan bulan relatif baru terbentuk, mungkin baru berusia 100 juta tahun. Temuan ini menunjukkan, penyusutan terjadi akibat aktivitas tektonik terkait dengan ukuran bulan yang berkontraksi saat proses pendinginan.

Namun, bulan tidak seperti bumi yang memiliki lempeng tektonik. Aktivitas tektonik itu terjadi ketika bulan secara perlahan kehilangan panasnya.

Bulan memiliki kerak yang rapuh, sehingga saat bulan mendingin dan semakin menyusut akan pecah. Kemudian menghasilkan apa yang disebut patahan dorong.

Fenomena ini membuat satu bagian kerak mendorong ke atas pada bagian lain. Sejak LRO mulai beroperasi pada 18 Juni 2009, lebih dari 3.500 patahan dorong ini telah diidentifikasi.

Bagian bulan yang tampak lebih terang mengindikasikan kerak bulan yang baru terbuka. Fenomena ini juga menunjukkan gempa di bulan atau moonquake terjadi.

Hingga 2019, para ilmuwan memperkirakan bulan mengecil sekitar 50 meter dalam beberapa ratus juta tahun terakhir. Penelitian terbaru tentang ukuran bulan yang menyusut diterbitan dalam jurnal Nature Geoscience pada petengahan Mei 2019.

Tim ilmuwan ini membandingkan data LRO dengan lokasi gempa bulan yang direkam para astronaut dalam misi antariksa Apollo I dari NASA pada 1960-an dan 1970-an. Penelitian ini menunjukkan bahwa gempa bulan terjadi dekat dengan patahan dorong yang ditemukan sebelumnya, diakibatkan oleh aktivitas tektonik.

Penelitian yang dipimpin oleh Thomas Watters dari Center for Earth and Planetary Studies di Smithsonian Institution, mengamati 28 gempa bulan yang direkam oleh alat rekam sensor getar, atau seismometer, ketika misi Apollo. Peneliti membangun algoritma khusus untuk mendapatkan lokasi episentrum setiap gempa yang lebih akurat.

Dengan algoritma dan bantuan data lokasi dari LRO, mereka dapat menunjukkan bahwa setidaknya ada delapan gempa bulan terjadi di dekat patahan dorong. Hal ini banyak disebabkan oleh aktivitas tektonik, ketimbang dampak tabrakan meteor yang bisa jadi sumber lain gempa bulan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dampak Penyusutan Bulan

Apa yang akan terjadi jika bulan terus menyusut? Gravitasi bulan adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan pasang surut air laut di bumi.

Jika bulan terus menyusut, gravitasinya pun akan semakin lemah, sehingga pasang surut air laut pun akan menjadi lebih lemah. Hal ini dapat berdampak pada ekosistem pesisir, industri maritim, dan bahkan pembangkit listrik tenaga pasang surut.

Tak hanya itu, bulan juga berperan dalam menjaga stabilitas rotasi bumi. Jika bulan menyusut, rotasi bumi dapat menjadi tidak stabil, yang dapat menyebabkan perubahan durasi hari dan musim.

Bulan memiliki pengaruh signifikan terhadap budaya dan kepercayaan manusia selama berabad-abad. Menyusutnya bulan dapat berdampak pada psikologis manusia, terutama bagi mereka yang memiliki keterkaitan erat dengan budaya dan tradisi yang terkait dengan bulan.

(Tifani)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.