Sukses

Mesir: Perundingan Gencatan Senjata Perang Hamas Vs Israel Belum Berhasil

Perang Hamas Vs Israel yang berlangsung selama hampir lima bulan telah menyebabkan sebagian besar wilayah Jalur Gaza hancur dan menciptakan bencana kemanusiaan yang semakin buruk.

Liputan6.com, Kairo - Perundingan selama tiga hari dengan Hamas mengenai gencatan senjata di Jalur Gaza dan pembebasan sandera Israel gagal mencapai terobosan pada Selasa (5/3/2024), kata para pejabat Mesir, kurang dari sepekan sebelum dimulainya bulan suci Ramadan.

Perang Hamas Vs Israel yang berlangsung selama hampir lima bulan telah menyebabkan sebagian besar wilayah Jalur Gaza hancur dan menciptakan bencana kemanusiaan yang semakin buruk, di mana banyak orang, terutama di wilayah Gaza Utara yang hancur, berjuang mencari makanan untuk bertahan hidup.

"Kita harus memberikan lebih banyak bantuan ke Gaza," kata Presiden Joe Biden pada Selasa, seperti dilansir AP, Rabu (6/3). "Tidak ada alasan. Tidak ada."

Kelompok-kelompok bantuan mengungkapkan hampir tidak mungkin mengirimkan pasokan ke sebagian besar Gaza karena sulitnya berkoordinasi dengan militer Israel, pertempuran yang sedang berlangsung, dan terganggunya ketertiban umum.

Amerika Serikat (AS), Qatar, dan Mesir telah menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk mencoba menengahi kesepakatan, di mana Hamas akan membebaskan hingga 40 sandera sebagai imbalan atas gencatan senjata selama enam minggu, pembebasan sejumlah tahanan Palestina, dan gelombang besar bantuan ke Jalur Gaza.

Dua pejabat Mesir mengatakan putaran terakhir diskusi berakhir pada Selasa. Hamas dilaporkan menolak melepaskan sandera, kecuali Israel mengakhiri serangannya, menarik diri dari Jalur Gaza dan melepaskan sejumlah besar tahanan Palestina, termasuk tokoh senior yang menjalani hukuman seumur hidup.

Para pejabat AS menyatakan mereka skeptis Hamas benar-benar menginginkan kesepakatan karena kelompok tersebut telah menolak keras sejumlah permintaan yang menurut AS dan pihak lain merupakan permintaan yang sah, termasuk memberikan nama sandera yang akan dibebaskan.

"Hamaslah yang berhak mengambil keputusan apakah mereka siap untuk terlibat," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Selasa.

"Kita mempunyai peluang untuk segera melakukan gencatan senjata yang dapat memulangkan para sandera, yang secara dramatis dapat meningkatkan jumlah bantuan kemanusiaan yang masuk ke warga Palestina yang sangat membutuhkannya, dan dapat menetapkan kondisi bagi resolusi yang bertahan lama."

Sementara itu, pejabat senior Hamas Osama Hamdan menegaskan pada Selasa bahwa kelompoknya menuntut gencatan senjata permanen, bukan jeda enam minggu, dan penarikan total pasukan Israel.

"Keamanan dan keselamatan rakyat kami hanya bisa dicapai dengan gencatan senjata permanen, diakhirinya agresi, dan penarikan diri dari setiap inci Jalur Gaza," kata Hamdan kepada wartawan di Beirut, Lebanon.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Israel Menghindari Perundingan?

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara terbuka menolak tuntutan Hamas dan berulang kali bersumpah melanjutkan perang sampai Hamas dibubarkan dan semua sandera dikembalikan. Israel tidak mengirimkan delegasi ke putaran perundingan terakhir.

"Israel masih menunggu Hamas menyerahkan daftar sandera yang masih hidup serta rasio sandera-tahanan yang diupayakan dalam setiap kesepakatan pembebasan," kata seorang pejabat Israel.

Para pejabat Israel dan Mesir berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang memberi penjelasan kepada media mengenai negosiasi tersebut.

Ketika ditanya apakah Hamas memiliki daftar sandera yang masih hidup, Hamdan mengatakan bahwa masalah tersebut tidak relevan dengan perundingan dan menuduh Israel menggunakannya sebagai alasan untuk menghindari keterlibatan dalam perundingan.

Para mediator berharap bisa menjadi perantara kesepakatan sebelum bulan suci Ramadan, yang diperkirakan akan dimulai sekitar 10 Maret.

"Negosiasi ini sensitif. Saya tidak bisa menyebutkan ada optimisme atau pesimisme, tapi kita belum mencapai titik di mana kita bisa mencapai gencatan senjata," kata Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry, Senin (4/3).

3 dari 3 halaman

Kelaparan dan Kekurangan Gizi Akut

Perang dimulai dengan serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023 setelah eskalasi terjadi berbulan-bulan sebelumnya. Serangan Hamas diklaim menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang. Lebih dari 100 orang di antaranya dibebaskan selama gencatan senjata sepekan pada November.

Adapun serangan Israel ke Jalur Gaza sejak 7 Oktober, menurut otoritas kesehatan setempat, telah menewaskan lebih dari 30.000 warga Palestina. Kelompok-kelompok bantuan mengatakan pertempuran itu telah membuat sebagian besar penduduk wilayah itu mengungsi dan mendorong seperempatnya ke ambang kelaparan.

Badan Anak-anak PBB (UNICEF) pada Senin mengungkapkan setidaknya 10 anak dilaporkan meninggal di Gaza Utara yang terisolasi karena dehidrasi dan kekurangan gizi.

"Kemungkinan ada lebih banyak anak-anak yang berjuang untuk hidup di salah satu dari sedikit rumah sakit yang tersisa di Gaza dan kemungkinan lebih banyak lagi anak-anak di wilayah (Gaza) Utara yang tidak dapat memperoleh perawatan sama sekali," terang Direktur Regional UNICEF untuk Timur Tengah dan Afrika Utara Adele Khodr.

"Kematian tragis dan mengerikan ini disebabkan oleh ulah manusia, dapat diprediksi, dan sepenuhnya dapat dicegah."

Otoritas kesehatan Gaza pada Minggu (3/3) menyebutkan 15 anak meninggal karena kelaparan di Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza Utara dan enam lainnya berisiko meninggal karena kekurangan gizi dan dehidrasi.

Gaza Utara, sasaran pertama serangan Israel, telah mengalami kehancuran massal. Program Pangan Dunia (WFP) baru-baru ini menghentikan pengiriman bantuan ke wilayah utara dengan alasan gangguan keamanan.

Pekan lalu tragedi pembantaian oleh Israel terjadi, di mana lebih dari 100 warga Palestina ditembak mati oleh pasukan Israel saat sedang menanti bantuan.

AS dan Yordania mengirimkan 36.800 makanan ke Gaza Utara pada Selasa. Itu merupakan pengiriman kedua AS sejak Sabtu (2/3).

Hingga 300.000 warga Palestina diyakini tetap berada di Gaza Utara setelah Israel memerintahkan evakuasi seluruh wilayah, termasuk Kota Gaza, pada Oktober. Banyak yang terpaksa hanya memakan pakan ternak untuk bertahan hidup.

PBB menekankan bahwa satu dari enam anak di bawah usia 2 tahun di wilayah Gaza Utara menderita kekurangan gizi akut.

Saat ini Israel masih melakukan serangan di seluruh wilayah Gaza. Otoritas kesehatan Gaza mengatakan bahwa 97 orang terbunuh dalam 24 jam terakhir, sehingga total korban jiwa warga Palestina menjadi sedikitnya 30.631 orang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.