Sukses

Demi Jaga Kesehatan Mental Pengungsi Perempuan, Australia Buka Kursus Bikin Boneka

Para pengungsi, kebanyakan perempuan, menghadapi banyak tantangan dan masalah kesehatan mental saat datang ke Australia.

Liputan6.com, Jakarta - Datang ke Australia sebagai pengungsi berarti menghadapi banyak tantangan bagi kebanyakan pengungsi perempuan.

Sebuah program di Australia membantu para pengungsi perempuan mengatasi masalah kesehatan mental mereka, melalui kursus membuat boneka. Kegiatan tersebut telah menjadi tempat yang aman bagi mereka untuk berbicara secara terbuka tentang masalah yang dihadapi.

"Saya tidak tahu bahasanya, saya tidak tahu tentang kebudayaannya, saya sendirian bersama anak-anak saya, saya merasa takut, saya merasa tersesat," kata salah seorang pengungsi perempuan bernama Jinan Shakarchi, dilansir VOA Indonesia, Minggu (25/2/2024),

Lewat program pembuatan boneka di sebuah Pusat Multikultural yang terletak di bagian utara Perth ini, mereka merasa aman untuk berbicara tentang kesulitan yang mereka hadapi.

Jinan menambahkan, "Mereka saling memberikan nasihat dan kami berbagi rasa sakit dengan mereka dan mereka juga berbagi rasa sakit mereka dengan kami."

Boneka-boneka tersebut kemudian dijual pada acara-acara yang diselenggarakan komunitas. Hasil penjualannya diberikan kepada pembuatnya.

Boneka-boneka tersebut bahkan tampak seolah-olah mencerminkan emosi para pembuatnya.

Vidhu Karolia, koordinator program tersebut mengatakan, "Ekspresi boneka-boneka tersebut tampak berbeda dan saya dapat merasakan itulah perasaan yang sedang dirasakan oleh pembuatnya pada waktu itu."

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Beri Ruang bagi Pengungsi

Kursus pembuatan boneka itu juga memberikan ruang bagi Huai Ngo, seorang pengungsi asal Myanmar, untuk berbicara tentang masalah kesehatan mentalnya untuk pertama kali.

Lewat seorang penerjemah, ia mengatakan, "Ketika masih berada di Myanmar, saya tidak pernah mendengar tentang kesehatan mental. Di Myanmar, saya merasa depresi dan ingin bunuh diri."

Jinan Shakarchi melarikan diri dari Iran dan ia merasa lega mendapati sebuah tempat untuk mengungkapkan pengalamannya tentang masalah kesehatan mental – percakapan yang tidak mungkin dilakukannya saat masih berada di negara asalnya.

Jinan menjelaskan, "Mereka berupaya untuk tidak menceritakan masalah mereka karena merasa malu."

3 dari 4 halaman

Tingginya Tingkat Masalah Kesehatan Jiwa

Penelitian terkait hal ini mendapati bahwa tingkat masalah kesehatan jiwa yang dialami oleh pengungsi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat umumnya.

Namun hanya 20 persen dari mereka yang berupaya untuk mencari pertolongan dan sekitar 50 persen yang mengalami gangguan stres pasca trauma dibandingkan dengan hanya 11 persen di masyarakat yang lebih luas.

Jadi, sudah tentu, kursus pembuatan boneka itu merupakan penyelamat bagi mereka.

Direktur Pusat Layanan Multikultural, Ramdas Sankaran mengatakan, "Ketika mereka berkumpul dengan orang lain yang memiliki latar belakang yang sama, hanya dalam beberapa hari atau minggu, mereka sudah mulai membuka diri."

4 dari 4 halaman

Tunjukan Kemajuan

Bagi para pembuat boneka, kursus itu memberikan lebih dari sekedar ketrampilan dan uang, tetapi juga mengingatkan mereka seberapa jauh kemajuan mereka hingga saat ini.

Ngo menambahkan, "Boneka ini dibuat dengan baju tradisional suku Chin dan pesan yang diberikan adalah Anda tidak lagi berada di daerah konflik, Anda kini bebas dan aman."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.