Sukses

COP28: Pentingnya Energi Bersih China dalam Perjuangan Melawan Perubahan Iklim Global

China menjadi penyumbang terbesar emisi karbon dioksida di dunia, mencapai 27 persen dari total emisi global dan sepertiga dari semua emisi gas rumah kaca.

Liputan6.com, Jakarta - China menjadi penyumbang terbesar emisi karbon dioksida di dunia, mencapai 27 persen dari total emisi global dan sepertiga dari semua emisi gas rumah kaca. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan energi yang besar dalam perekonomiannya, penggunaan batu bara yang sudah lama, serta industri manufaktur yang luas.

Namun, China juga merupakan produsen terbesar panel surya dan turbin angin di dunia. Di dalam negeri, China sedang memasang infrastruktur energi hijau dengan tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Hanya dalam tahun ini, China telah membangun kapasitas yang mencukupi dari sumber energi surya, angin, hidro, dan nuklir untuk mencakup seluruh kebutuhan listrik Prancis. Tahun depan, ada kemungkinan kita akan menyaksikan hal yang lebih luar biasa, yaitu penurunan pertama dalam emisi sektor listrik dari negara dengan populasi sebesar ini.

Melansir dari The Conversation, Selasa (12/12/2023), pertemuan iklim COP28 dimulai positif, dipicu oleh Sunnyland Statement antara China dan Amerika Serikat (AS) pada bulan November. Kedua negara ini adalah penyumbang emisi terbesar kedua di dunia.

Kerja sama antara AS dan China kurang terlihat dalam pertemuan iklim sebelumnya, tetapi pada kali ini, keduanya pada dasarnya memiliki visi yang serupa.

Pernyataan tersebut menyatakan dukungan bersama untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan global hingga tiga kali lipat pada tahun 2030, menangani emisi metana dan polusi plastik, serta berpindah dari penggunaan bahan bakar fosil.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Melacak Jalan Kerja Sama AS-China dalam Isu Iklim

Sejak Joe Biden menjabat sebagai Presiden AS, China telah mencari koordinasi yang lebih baik dalam hal perubahan iklim. Perubahan iklim menjadi bidang di mana kedua kekuatan besar yang bersaing ini dapat bekerja sama.

Pertemuan COP28 di Dubai memberikan peluang untuk tindakan bersama. Tahun depan, AS dapat mengalami perubahan presiden dengan pandangan yang sangat berbeda terkait isu iklim. Xie Zhenhua, utusan iklim China yang berpengalaman dan dihormati, akan segera pensiun.

Dalam pertemuan tersebut, China, yang merupakan negara pengimpor minyak terbesar di dunia, tengah mencari solusi kompromi dalam perdebatan sengit mengenai penggunaan bahan bakar fosil.

OPEC, kartel produsen minyak global, telah mendorong fokus pada pengurangan emisi daripada penghapusan total bahan bakar fosil dalam deklarasinya. Xie Zhenhua dan timnya sedang berupaya menemukan titik tengah untuk memastikan tercapainya kesepakatan akhir.

Bata Bara China

Kritik terus mengalir ke China karena terus memperluas infrastruktur pembangkit listrik batu bara. Negara ini memiliki jumlah pembangkit listrik batu bara terbanyak di dunia, dengan persetujuan untuk membangun 106 gigawatt pembangkit baru hanya dalam satu tahun terakhir - setara dengan dua pembangkit setiap minggu.

Namun, lima perusahaan listrik yang dimiliki oleh negara tersebut sudah mengalami beban kerugian keuangan yang besar.

Mengapa harus memilih antara energi yang menghasilkan polusi dan yang bersih?

Hal itu merupakan kebijakan nasional yang telah lama berfokus pada pembangunan pasokan energi yang konsisten terlebih dahulu sambil memperluas kapasitas energi terbarukan. Namun, di COP28, Xie menyampaikan pandangan yang berbeda.

3 dari 5 halaman

Transformasi Tenaga Kerja dan Kemajuan China dalam EnergI Bersih

Di negara-negara maju, banyak lapangan kerja di sektor energi bersih didorong oleh insentif ekonomi yang diberikan oleh pemangku kepentingan energi untuk mengubah perilaku.

China, sebagai negara yang berfokus pada teknik, melihat tantangan tersebut sebagai masalah teknis bukan semata-mata ekonomi.

Pada tahun 2007, China mengeluarkan rencana tindakan nasional terkait iklim yang menekankan solusi teknologi untuk masalah iklim. Tetapi, rencana itu memicu respons kuat dari perusahaan-perusahaan swasta dan milik negara.

Setelah 15 tahun berlalu, China telah memimpin dalam berbagai aspek rendah karbon. Total kapasitas terbarukan yang terpasang sangat mengesankan, menyumbang sepertiga dari kapasitas total dunia, dan menjadi pemimpin dalam produksi serta penjualan kendaraan listrik.

Pada tahun 2023, lebih dari 53 persen kapasitas pembangkit listrik China berasal dari sumber daya rendah karbon seperti energi hidro, angin, surya, bioenergi, dan nuklir.

4 dari 5 halaman

Inovasi Teknologi, Pertumbuhan Kapasitas, dan Pengembangan Terbaru dalam Penyimpanan Energi

Pasar domestik yang besar dan adopsi luas energi angin dan surya telah sangat berperan dalam penurunan biaya energi terbarukan. Penurunan biaya yang konsisten telah membuat energi hijau menjadi lebih terjangkau bagi negara-negara berkembang.

Pada tahun 2012, tim besar dari China Power Investment Corporation memulai pembangunan kapasitas surya sebesar 15,7 GW di wilayah gurun tinggi di Provinsi Qinghai, meluas hingga seluas 345 kilometer persegi.

Di sini, China pertama kali menemukan cara untuk mengubah energi listrik intermiten menjadi sumber yang dapat diandalkan. Energi berlebih dikirim ke pembangkit listrik tenaga air 40 km jauhnya dan digunakan untuk memompa air ke atas. Ketika malam tiba, air tersebut mengalir kembali melalui turbin. Teknologi yang dikembangkan di sini saat ini telah diimplementasikan dalam proyek-proyek hibrida besar lainnya, termasuk proyek gabungan antara hidro dan surya, angin dan surya, serta kombinasi angin, surya, dan hidro.

Pada tahun 2022, pemerintah China mengumumkan rencana untuk memasang proyek surya senilai 500 GW, serta proyek angin darat dan lepas pantai di Gurun Gobi, yang meliputi wilayah Xinjiang, Mongolia Dalam, dan provinsi Gansu.

Upaya tersebut bukan hanya untuk mempercepat penggunaan energi bersih di China, tetapi juga untuk menangani ekspansi gurun. Panel surya membantu menstabilkan gerakan pasir, menyerap sinar matahari, mengurangi penguapan air yang langka, dan menciptakan kondisi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman di bawahnya, seperti yang ditemukan dalam pertanian surya di Qinghai.

China fokus pada pengembangan teknologi, termasuk pertanian surya dan desain gabungan antara garam dan pembangkit listrik tenaga surya terapung, serta berbagai teknologi penyimpanan energi seperti baterai, udara terkompresi, roda terbang kinetis, dan hidrogen.

Meskipun AS dan China bekerja sama dalam COP28, persaingan teknologi masih tetap ada. Meski China sudah menguasai banyak teknologi energi bersih, AS berusaha mengejar dengan mengalokasikan dana besar untuk proyek-proyek hijau melalui Undang-Undang Pengurangan Inflasi tahun lalu.

Menurut Badan Energi Internasional, separuh dari semua pemotongan emisi yang dibutuhkan untuk mencapai target nol emisi pada tahun 2050 akan datang dari teknologi yang saat ini berada dalam tahap demonstrasi atau prototipe.

Hal tersebut termasuk pengembangan teknologi seperti hidrogen hijau yang terjangkau, nuklir generasi berikutnya, generasi berikutnya dari surya dan angin, serta teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon yang dapat digunakan untuk memproses sisa-sisa bahan bakar fosil.

5 dari 5 halaman

Tantangan Efisiensi Energi dan Agenda Kesepakatan untuk Masa Depan

China mendukung upaya global untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan tiga kali lipat pada tahun 2030 dan menyetujui untuk menangani emisi gas metana, yang merupakan salah satu gas rumah kaca yang paling kuat.

Namun, China masih memiliki keterbelakangan dalam hal efisiensi energi, yaitu mengonsumsi sekitar 50 persen lebih banyak energi per unit GDP dibandingkan dengan AS, dan dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan Jepang. Negara ini belum mengalokasikan investasi yang sebanding dengan yang dilakukan dalam sektor rendah karbon untuk meningkatkan efisiensi energi.

Namun, ada potensi perubahan dalam hal ini. AS dan China setuju pada bulan November untuk memulai kembali kerja sama dalam meningkatkan efisiensi energi di sektor industri, bangunan, transportasi, dan peralatan, yang merupakan bidang yang dianggap sulit untuk mengurangi emisi.

Dalam COP28, diperkirakan negara-negara akan menyetujui peningkatan dalam laju peningkatan efisiensi energi dari 2 persen menjadi 4 persen setiap tahun pada tahun 2030. Namun, masih belum jelas apakah China akan bergabung dalam kesepakatan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini