Sukses

Kala Anak Muda China Sulit Cari Kerja, Investasi Asing Merosot dan Murid Dipaksa Masuk SMK Kesulitan Bersaing Kerja

Ekonomi China sering dipuji-puji, namun pencari kerja tetap merasakan tantangan.

Liputan6.com, Beijing - Kekuatan ekonomi Republik Rakyat China selama beberapa tahun terakhir selalu menjadi bahan diskusi yang menarik karena dianggap perkasa dan menyaingi Amerika Serikat. Namun, anak-anak muda di China ternyata kesulitan mencari kerja.

Ada juga aturan di China yang mewajibkan murid SMP masuk SMK saja. Alhasil, mereka kehilangan hak kuliah dan sulit kerja di kantoran. Investasi asing pun sedang seret.

Menurut laporan Radio Free Asia, Selasa (23/5/2023), angka pengangguran di China berada di angka 20 persen. Hal itu didorong oleh menurunnya manufaktur dan investasi asing.

Seorang mahasiswa China yang belajar di Minnesota, Amerika Serikat, menyebut orang-orang rela melakukan apa saja. Upah juga masih rendah.

"Tidak ada banyak pekerjaan dan kompetisi untuk pekerjaan yang ada juga sangat kuat," ujar mahasiswa bernama Xu Kei itu.

"Karena semua orang rela mengerjakan apa pun, upah (tetap) rendah, dan benefitnya kurang bagus," lanjutnya.

Xu Kei dan teman-temannya ingin menjadi guru SD dan SMP, maka dari itu mereka belajar jurusan mengajar atau ilmu liberal.

Tetapi, situasi telah berubah. Biro Statistik Nasional China pada April 2023 melaporkan bahwa sebanyak 20,4 persen dari tingkat pengangguran adalah pemuda usia 16-24 tahun.

Xu Kei menduga bahwa angka sebenarnya lebih dari itu.

"Saya tebak proporsi anak-anak muda yang tidak bisa menemukan kerja kemungkinan antara 40 dan 50 persen," ujarnya.

Aturan Masuk SMK, Tak Bisa Kuliah

Hal lain yang Xu Kei sorot adalah tidak semua orang di China bahkan bisa lanjut SMA. Dan tak semua murid SMA bisa kuliah.

Xu Kei mencatut kebijakan pemerintah bahwa 50 persen anak SMP harus sekolah teknis dan vokasi ketimbang SMA.

Alhasil, beberapa sahabat Xu tidak bisa mengenyam pendidikan universitas sehingga tak bisa mengambil pekerjaan kerah putih. Mereka lantas dipaksa mencari pekerjaan kerah biru.

"Upah (pekerjaan kerah biru) sangatlah rendah dan ada banyak pekerjaan fisik yang melelahkan," ucap Xu. "Beberapa orang tak bisa melakukannya, atau mereka bahkan tak bisa mendapat pekerjaannya, jadi mereka pada dasarnya menghabiskan waktu hingga tua."

Pekerja kerah putih adalah istilah yang ditujukan kepada pekerja terdidik atau profesional rutin digaji yang bekerja di perkantoran semi-profesional, di bagian administrasi, dan di bagian koordinasi penjualan. Istilah ini adalah kebalikan bagi pekerja kerah biru, yang kegiatannya didominasi oleh pekerja manual.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Gerakan Kaum Rebahan

Bagi milenial seperti Shan Wentao, hal serupa juga ia alami. Pria 30 tahun dari Provinsi Anhui itu berkata sulit mencari peluang kerja di manufaktur, selain itu investasi asing menurun.

"Saya mencoba untuk mendapatkan shift di situs konstruksi, tetapi orangnya sudah banyak di industri saat ini, dan upah semakin rendah dan rendah, sementara kerjanya cukup melelahkan," ujarnya.

Salah satu sahabat Shan sempat kerja di konstruksi, tetapi hanya bertahan beberapa bulan karena masalah kesehatan dan upah tak dibayar.

Kaum Rebahan

Seorang wanita dengan marga Chen berkata ia punya saudari berusia 17 tahun yang menghadapi kesulitan setelah lulus dari sekolah kejuruan.

"Ia bilang pengajaran di sekolah teknik begitu buruk sehingga ia tidak belajar apa-apa, dan ia akan mendapat gaji yang sangat kecil setelah lulus," ujar Chen.

Saudarinya juga ogah melakukan pekerjaan manual, sehingga ia hanya "lying flat" atau "rebahan" atau menjadi generasi kaum rebahan. 

"Lying flat" merupakan istilah yang populer di China ketika orang-orang memilih rehat dari dunia kerja.

Presiden China Xi Jinping menyuruh anak-anak muda supaya jangan pilih-pilih soal kerja. Xi juga memuji orang-orang yang pergi ke daerah desa untuk menghidupkan ekonomi setempat.

Namun, ucapan Xi tidak terlalu didengarkan. Makin banyak pula orang China yang memilih pergi ke luar negeri.

Ekonom He Qinglian berkata ratusan juta warga desa di China memilih pergi ke perkotaan agar mendapat kerja.

He Qinglian menyorot juga turunnya investasi asing ke China hingga 43 persen pada 2022 dibanding tahun sebelumnya.

"Perusahaan-perusahaan yang mendapat investasi asing secara bertahap mundur dari pasar China yang menjadi pukulan besar ke tingkat pengangguran," ujar He Qinglian.

3 dari 3 halaman

Resesi Global dan Jelang Pilpres Bikin 2023 Jadi Tahun Sulit Bagi Investasi Indonesia

Beralih ke dalam negeri, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, tak memungkiri bahwa resesi global tidak bisa dihindari. Bahkan, ia menyebut tahun 2023 bukan tahun yang mudah, karena banyak tantangan yang dihadapi.

“2023 bukanlah tahun yang mudah. Saya tutup realisasi investasi 2022, saya sampaikan tahun 2023 pasti punya tantangan yang berbeda,” kata Bahlil saat ditemui di Kantor Kementerian Investasi, Jakarta, Sabtu (29/4/2023).

Adapun tantangan pertama yaitu, tahun 2023 dihadapkan dengan tahun politik, yang akan berlangsung Pemilih umum dan pemilihan Presiden.

Tantangan kedua, dari pelaksanaa  Pemilu dan Pilpres tersebut maka membuat dunia usaha menunggu situasi alias wait and see.

Disisi eksternal, Bahlil juga menegaskan bahwa kondisi ekonomi global tidak dalam keadaan baik. Salah satunya terdapat kredit macet perbankan di Amerika Serikat dan Swiss, yang berdampak terjadap pertumbuhan ekonomi di Eropa dan AS.

“Belum lagi perang Rusia vs Ukraina yang kita tidak tahu kapan berakhir. Musim dingin kemarin kita lewati,” katanya.

Ditambah lagi, dengan ketegangan antara China dan Taiwan. Bahlil berharap baik tantangan internal maupun eksternal tersebut bisa dihadapi dengan baik, utamanya tidak berdampak buruk terhadap ekonomi dalam negeri.

“Namun, satu hal yang saya ingin sampaikan yaitu resesi global sudah sulit untuk kita hindari tapi tinggal seberapa dalam resesi terjadi. Kondisi indonesia Insyallah akan baik-baik saja,” pungkasnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.