Sukses

Gelombang Panas di Australia Picu Jutaan Ikan Mati, Bau Busuk Menyengat Tercium

Jutaan ikan mati di Australia yang menurut pihak berwenang dan ilmuwan disebabkan oleh berkurangnya kadar oksigen di sungai setelah banjir dan cuaca panas baru-baru ini.

Liputan6.com, Canberra - Jutaan ikan mati dilaporkan terdampar di tenggara Australia. Menurut pihak berwenang dan ilmuwan, fenomena itu disebabkan oleh berkurangnya kadar oksigen di sungai setelah banjir dan cuaca panas baru-baru ini.

Penduduk kota Pedalaman Menindee di negara bagian New South Wales mengeluhkan bau busuk dari ikan mati tersebut.

"Baunya sangat menyengat. Saya hampir harus memakai masker," kata fotografer alam lokal Geoff Looney, dikutip dari AP, Rabu (22/3/2023).

"Saya khawatir dengan kesehatan saya sendiri. Air yang berada tepat di atas turun ke stasiun pompa kami ke kota. Orang-orang di utara Menindee mengatakan ada ikan cod dan perch yang mengambang di sungai di mana-mana," kata Geoff.

Departemen Industri Primer mengatakan kematian ikan kemungkinan besar disebabkan oleh kadar oksigen yang rendah saat banjir surut, situasi yang diperburuk oleh ikan yang membutuhkan lebih banyak oksigen karena gelombang panas.

Polisi telah mendirikan pusat operasi darurat di Menindee untuk mengoordinasikan pembersihan besar-besaran minggu ini.

Pengendali Operasi Darurat Negara Peter Thurtell mengatakan fokus langsungnya adalah menyediakan pasokan air bersih bagi warga.

"Tidak perlu ada kekhawatiran masyarakat karena penilaian awal telah menentukan beberapa solusi yang layak untuk menjaga pasokan air ke kota Menindee dan sekitarnya," ucap Peter.

Instansi negara juga mulai mengeluarkan air berkualitas lebih tinggi jika memungkinkan untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut di daerah tersebut.

"Kami baru saja mulai membersihkan, dan kemudian ini terjadi, dan Anda seperti berjalan-jalan dalam kekacauan yang mengering dan kemudian Anda mencium bau busuk ini. Sangat bau dan mengerikan melihat semua ikan mati itu," ucap Jan Dening, warga Menindee.

Kematian massal ikan juga telah dilaporkan di Sungai Darling-Baaka dalam beberapa minggu terakhir. Puluhan ribu ikan ditemukan di tempat yang sama pada akhir Februari, sementara ada beberapa laporan ikan mati di hilir menuju Pooncarie, dekat perbatasan negara bagian Australia Selatan dan Victoria.

Kematian ikan dalam jumlah besar terjadi di sungai di Menindee selama kondisi kekeringan parah pada akhir 2018 dan awal 2019, dengan penduduk setempat memperkirakan kematian ikan mencapai jutaan ekor.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Studi: Pepohonan Tekan Kurangi Kematian Dini Akibat Gelombang Panas Perkotaan

Dengan isu lingkungan menjadi topik hangat di seantero dunia karena maraknya gelombang panas, para peneliti mengungkap bahwa menanam lebih banyak pohon di daerah perkotaan dapat menekan suhu musim panas dan menurunkan sepertiga kematian yang terkait langsung dengan cuaca panas dan gelombang panas.

Dikutip dari AFP, Selasa (7/3/2023), pemodelan menemukan bahwa peningkatan tutupan pohon hingga 30 persen akan mengurangi 0,4 derajat Celcius secara lokal, selama bulan-bulan musim panas, demikian mereka melaporkan di The Lancet. Dari 6,700 kematian dini yang dikaitkan dengan suhu yang lebih tinggi di 93 kota Eropa selama 2015, sepertiganya dapat dicegah, menurut temuan tersebut.

Saat ini, rata-rata kurang dari 15 persen lingkungan perkotaan di Eropa ditutupi oleh beberapa jenis dedaunan. Studi ini adalah yang pertama memproyeksikan jumlah kematian dini akibat suhu yang lebih tinggi di kota-kota yang dapat dicegah dengan tambahan tutupan pohon, kata penulis utama Tamara Iungman, seorang peneliti di Barcelona Institute for Global Health.

"Kita sudah tahu bahwa suhu tinggi di lingkungan perkotaan berhubungan dengan hasil kesehatan yang negatif, seperti gagal jantung, masuk rumah sakit, dan kematian dini," katanya dalam sebuah pernyataan.

Baca selebihnya di sini...

3 dari 4 halaman

Mengenal Gelombang Panas

Bicara soal gelombang panas, fenomena itu adalah serangan cuaca panas ekstrem yang bisa berlangsung selama beberapa hari atau bahkan minggu.

Gelombang panas juga merupakan periode waktu ketika suhu jauh di atas rata-rata dan jauh lebih hangat dari biasanya untuk di suatu area dan waktu.

Suhu panas tersebut merupakan periode panas berdasarkan kondisi klimatologi suatu wilayah dengan kondisi panas yang tercatat di atas ambang batas yang telah ditetapkan.

World Meteorological Organization (WMO) menyarankan beberapa hal untuk menggambarkan kuantitas gelombang panas, yakni magnitudo atau ukuran besarnya suhu dari gelombang panas, durasi gelombang panas, seberapa parah gelombang panas yang diukur berdasarkan perpaduan magnitudo dan persistensinya, dan luasan yang terdampak gelombang panas.

Gelombang panas dapat bervariasi panjang dan intensitasnya. Namun, untuk diklasifikasikan sebagai gelombang panas, suhu tinggi harus berlangsung setidaknya dua hari, kata Bianca Feldkircher, kepala ahli meteorologi di Layanan Cuaca Nasional di Phoenix, Amerika Serikat (AS).

Baca selebihnya di sini...

4 dari 4 halaman

UNICEF: Hampir Semua Anak Menderita pada 2050 karena Gelombang Panas

Gelombang panas pun membuktikan dirinya sebagai sesuatu yang harus diwaspadai dan bisa menjadi risiko kesehatan bagi banyak negara.

Bahkan, data oleh United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) menunjukkan bahwa hampir setiap anak akan mendapat dampak buruk dari gelombang panas pada 2050.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pula setidaknya setengah miliar anak sudah merasakan efek buruk dari gelombang panas dalam jumlah besar karena perubahan iklim.

Pada pertengahan abad ini, diperkirakan bahwa lebih dari 2 miliar anak-anak akan terkena gelombang panas "lebih sering, lebih lama, dan lebih parah".

"Krisis iklim berdampak pada hak-hak anak dan itu sudah memakan korban yang menghancurkan kehidupan dan masa depan anak-anak," ucap Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell.

Kebakaran hutan dan gelombang panas tahun ini yang melanda India, Eropa, dan Amerika Utara adalah "contoh serius dari dampak perubahan iklim pada anak-anak", kata Catherine.

Baca selebihnya di sini...

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.