Sukses

11 Februari 2008: Sejarah Berdarah Upaya Pembunuhan Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta

Sebuah sejarah berdarah terjadi pada hari ini, tepatnya 11 Februari 2008. Presiden Timor Leste kala itu, Jose Ramos Horta, ditembak di bagian perut.

Liputan6.com, Dili - Sebuah sejarah berdarah terjadi pada hari ini, tepatnya 11 Februari 2008. Presiden Timor Leste kala itu, Jose Ramos Horta, ditembak di bagian perut. Tentara pemberontak menembaki kediaman resminya pada dini hari waktu setempat.

Sosok peraih hadiah Nobel Perdamaian itu menjalani operasi di pangkalan militer Australia akibat serangan tersebut. Dalam informasi yang beredar kala itu, tidak diketahui seberapa serius kondisi kesehatannya.

Dalam serangan lain, seorang tentara pemberontak yang bernama Mayor Alfred Reinando merenggut nyawa salah satu pengawal presiden. Ia tewas setelah membalas tembakan ketika pasukan pemberontak menyerang.

Di waktu yang bersamaan, dalam serangan terpisah, pasukan pemberontak juga melepaskan tembakan ke rumah perdana menteri Xanana Gusmao, kata televisi Timor Leste.

Dalam hal ini tidak dilaporkan apakah ada korban luka yang terjadi di kediaman perdana menteri Xanan Gusmao.

Selama penyerangan, dua mobil dilaporkan melewati rumah presiden di pinggiran ibu kota Dili sekitar pukul 04.30 waktu setempat. Para pemberontak mulai meluncurkan aksinya dengan cara menembak.

Serangan ini memperlihatkan bahwa betapa rapuhnya situasi di Timor Timur. Kala itu negara ini merupakan negara yang kecil dan miskin ketika memperoleh kemerdekaan pada tahun 2002.

Pasukan penjaga perdamaian yang terdiri dari pasukan Australia dan polisi internasional telah membantu menstabilkan negara itu, meskipun negara ini telah diguncang oleh pecahnya kekerasan pada tahun 2006. Ketika itu kekerasan faksi menewaskan 37 orang dan mengusir 150.000 orang lainnya dari rumah mereka.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kronologi Penembakan

Ramos Horta ditembak oleh pasukan pemberontak Timor Leste saat dia kembali ke kediaman resminya di pantai luar Dili.

Ternyata pemberontak dipimpin oleh Mayor Alfredo Reinado. Ia secara apik menyusun stragtegi atas pembunuhan ini.

Satu jam kemudian, tentara lain yang setia kepada Reinado menyerang perdana menteri negara, Xanana Gusmao (61) yang lolos tanpa cedera. Ia menggambarkan upaya pembunuhan ganda ini sebagai "kudeta".

Sebelum kejadian penembakan ini Reinado melakukan pelarian di hutan, dan dicari oleh kepolisian setempat atas tuduhan pembunuhan yang berhubungan dengan kekerasan yang terjadi tahun 2006.

Reinado menentang upaya pasukan Australia untuk menangkapnya. Pada November 2007 sebelum penembakan, Reinado mengancam akan menggunakan kekerasan terhadap pemerintah.

Pada hari penembakan, beberapa pemimpin tentara pemberontak yang terlibat dalam serangan itu akhirnya menyerahkan diri, setelah menghindari perburuan pasukan penjaga perdamaian elit Australia. Sedangkan yang lainnya masih menjadi buronan.

Salah satu mantan pemberontak yang menyerah diadili di Timor Timur dengan tuduhan percobaan pembunuhan terhadap Presiden Jose Ramos Horta. 

Presiden terluka parah dalam upaya pembunuhan di luar rumahnya pada Februari 2008 lalu, ketika orang-orang bersenjata menargetkan dua tokoh politik paling senior di negara tersebut.

3 dari 4 halaman

Dalang Dibalik Upaya Pembunuhan

Jaksa mendakwa dalang upaya pembunuhan terhadap pimpinan Timor Leste adalah Angelita Pires (warga kelahiran Timor Leste), tetapi dipimpin oleh Alfredo Reinando.

Kala itu dia menjalin hubungan dengan pemimpin pemberontak Alfredo Reinado, yang tewas dalam serangan terhadap Presiden Ramos Horta.

Jaksa mengatakan Pires mendesak Reinado untuk membunuh elit politik Timor Leste. Dia diadili di ibu kota Dili, bersama dengan 26 tersangka pemberontak bersenjata. Kasus ini diperkirakan berlangsung beberapa bulan.

Pires membantah keras tuduhan tersebut dan bersikeras bahwa dia adalah korban konspirasi.

"Semua ini sandiwara. Ini adalah jebakan," kata Pires. 

“Saya tidak bersalah dan saya akan berdiri dan saya akan mengatakan kepada dunia bahwa Timor Leste tidak memiliki keadilan. Ini berfungsi untuk melayani kepentingan setengah lusin entitas yang kuat. Tidak ada keadilan untuk rakyat biasa. warga negara." Ucapnya Kembali.

Tim hukum Pires menyebut kasus terhadapnya "sangat tidak memadai dan tidak berdasar".

Alasan Reinado Menyerang Presiden

Penembakan Ramos Horta dan percobaan pembunuhan Perdana Menteri Xanana Gusmao memaksa pihak berwenang untuk mengumumkan keadaan darurat.

Tersangka dalam serangan itu adalah mantan tentara, yang telah melarikan diri sejak demonstrasi anti-pemerintah pada tahun 2006 yang menewaskan lebih dari 37 orang.

Protes dipicu oleh keputusan pemerintah untuk memecat 600 tentara yang melakukan aksi mogok dengan alasan gaji dan diskriminasi.

Kerusuhan tersebut mendorong intervensi penjaga perdamaian internasional dari Australia, Selandia Baru, Malaysia dan Portugal.

Timor Timur terus berjuang untuk membangun stabilitas dan meningkatkan ekonominya yang lemah tujuh tahun setelah merdeka dari Indonesia pada tahun 2002.

4 dari 4 halaman

Cerita Presiden Dalam Upaya Menyelamatkan Diri

Kala itum Ramos Horta mengimbau untuk masyarakat tetap tenang. Ia juga berharap bisa melupakan kekerasan beberapa tahun terakhir untuk mencapai tingkat stabilitas yang sangat dibutuhkan oleh negaranya.

"Pesan saya kepada rakyat saya, tolong hentikan kekerasan dan kebencian dengan senjata, perang, dan pembakaran. Dengan hal itu kita hanya menghancurkan satu sama lain dan negara," katanya.

Dia juga menceritakan bagaimana dirinya lari ke pangkalan pasukan Australia di ibu kota, setelah mengalami kecelakaan ini.

"Saya ingat semuanya, ada sebuah ambulans, ambulans yang sangat tua di dalamnya tidak ada paramedis, ambulans tersebut milik unit polisi khusus Portugis," katanya. "Untungnya ada seorang paramedis yang masuk ke ambulans dan memberi saya pertolongan pertama."

Masalah presiden itu tidak berakhir di situ, karena dia sempat terlempar ke sekitar kendaraan ketika berusaha menyelamatkan dirinya. Dia memastikan untuk tidak mati kala itu, dalam perjalanannya menuju pangkalan pasukan Australia.

“Dalam perjalanan menuju heliport Dili saya beberapa kali jatuh dari kursi karena tidak ada sabuk pengaman,” katanya. "Saya ingat meskipun saya berdarah, saya berpegangan erat. "Saya memberi tahu pengemudi 'pelan-pelan'. Tapi mungkin dia bijaksana karena hanya beberapa menit saya tiba di pusat medis militer." Ucapnya Kembali.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.