Sukses

Fasilitas Kesehatan Tak Mumpuni, Warga Meksiko Pilih Mati di Rumah Jika Positif COVID-19

Rumah sakit di Meksiko dinilai tidak cukup baik untuk menangani warganya, terlebih saat pandemi COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Meksiko seakan tak punya pilihan ketika mereka sakit, atau bahkan terinfeksi Virus Corona COVID-19.

Hal ini dialami oleh Martin Urdiain, seorang mekanik berusia 61 tahun yang kala itu akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah sakit karena terinfeksi Virus Corona COVID-19. Namun, semuanya sudah terlambat. Dia meninggal pada hari berikutnya.

Ketika Urdiain dan istrinya jatuh sakit, mereka memilih untuk tinggal di rumah mereka di kota Meksiko daripada menaruh kepercayaan pada sistem kesehatan masyarakat yang dinilai tak mumpuni. Demikian seperti melansir laman Channel News Asia, Selasa (22/9/2020).

Setelah gejala yang mereka alami kian memburuk, mereka bahkan membeli dua ventilator mekanis seharga US $3.400 atau senilai Rp 50,4 juta alih-alih pergi ke rumah sakit.

"Dia curiga karena dia melihat berita tentang rumah sakit yang kelebihan pasien, dan perawatan yang buruk, tetapi pada akhirnya dia merasakan gejala yang lebih buruk dan akhirnya pergi (ke rumah sakit)," kata saudara laki-laki Urdiain, Alfredo.

Urdiain meninggal pada 17 Juni, sementara istrinya pulih tanpa dirawat di rumah sakit.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Lebih Pilih di Rumah

Di Meksiko, sering terdengar bahwa orang-orang lebih memilih untuk melawan penyakit COVID-19 sendiri di rumah, bahkan terkadang menolak untuk dibawa ke rumah sakit oleh paramedis.

Pemerintah telah menyadari bahwa sistem kesehatan mereka telah bobrok lantaran diabaikan selama bertahun-tahun, tetapi pihaknya mengatakan sedang berupaya untuk meningkatkan standar tersebut.

Ketika pandemi dimulai, Meksiko kekurangan 200.000 dokter dan 300.000 perawat, yang kemudian mendorong kementerian kesehatan untuk memulai perekrutan besar-besaran.

Ia pun membarui seribu rumah sakit dan membeli perbekalan dengan nilai investasi US $ 1,9 miliar.

Informasi yang salah telah menambah ketidakpercayaan terhadap sistem kesehatan masyarakat di sana.

Desas-desus bahwa upaya desinfeksi menyebarkan virus memicu kerusuhan di negara bagian selatan Chiapas pada Mei dan Juni lalu. Akibatnya, sebuah rumah sakit, balai kota, rumah dan kendaraan dirusak.

"Ada banyak rumor bahwa rumah sakit akhirnya membunuh pasien," kata Eustaquio Garcia, seorang pengemudi berusia 27 tahun di Guerrero, negara bagian selatan lainnya.

Namun, beberapa dokter mengakui bahwa hal itu tidak benar.

Ivan Carreno, seorang dokter umum, mengatakan bahwa dari Maret hingga Juli ketakutan orang-orang "sangat beralasan", karena rumah sakit "penuh, perawatannya buruk dan ada kekurangan persediaan."

Meski situasinya telah membaik, banyak orang tetap waspada.

"Saya pernah memiliki pasien yang bertanya kepada saya apakah benar mereka mengeluarkan cairan dari lutut mereka - atau apakah kita memperdagangkan organ mereka," kata Carreno.

"Banyak orang benar-benar lebih memilih untuk mati di rumah."

3 dari 3 halaman

Korban COVID-19 Tertinggi Keempat di Dunia

Dengan lebih dari 73.000 kematian, Meksiko memiliki korban COVID-19 tertinggi keempat di dunia, meskipun pemerintah mengatakan itu sebagian karena populasinya yang besar.

Negara berpenduduk 128 juta itu telah secara resmi melaporkan hampir 700.000 infeksi virus corona baru.

Tidak ada angka resmi untuk jumlah orang Meksiko yang telah meninggal di rumah mereka, tetapi angka kematian yang berlebihan dari pemerintah memberikan petunjuk lain terkait hal tersebut.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.