Sukses

Indonesia Bisa Ambil Peran Jadi Pendamai Dua Korea

Direktur Asia Timur dan Pasifik Kementerian Luar Negeri RI Santo Darmosumarto mengatakan bahwa Indonesia bisa mengambil peran untuk membantu perdamaian dalam isu Semenanjung Korea ini.

Liputan6.com, Jakarta - Isu Semenanjung Korea adalah sebuah berita kompleks karena diperankan oleh dua negara besar yang sama-sama kuat, yaitu Korea Selatan dan Korea Utara. Indonesia sendiri adalah teman diplomatik dengan Korea Selatan dan dahulunya Korea Utara juga sempat memiliki sejarah bersama dengan Presiden Pertama RI yaitu IR. Soekarno.

Direktur Asia Timur dan Pasifik Kementerian Luar Negeri RI Santo Darmosumarto mengatakan bahwa Indonesia bisa mengambil peran untuk membantu perdamaian dalam isu Semenanjung Korea ini.

"Indonesia bisa mengambil kesempatan untuk berperan dalam perdamaian Semenanjung Korea, karena yang jelas Indonesia punya hubungan diplomatik yang baik dengan Korea selatan. Dan bahkan Indonesia pernah punya sejarah diplomatik bersama dengan Korea Utara," ujar Santo dalam Indonesia – Korea Conference 2019 yang digelar di Soehanna Hall, The Energy Building, SCBD, Jakarta, Rabu 18 September 2019.

Sekilas Perseteruan Korea Utara-Korea Selatan

Secara teknis, Seoul dan Pyongyang berperang pada 1950-1953. Perseteruan antara keduanya berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian perdamaian.

Hubungan antar-Korea beku sejak 2010. Saat itu, sebuah kapal perang Korea Selatan tenggelam dan menewaskan 46 pelaut. Seoul melimpahkan kesalahan pada Korea Utara. Namun, Pyongyang menyangkal bertanggung jawab atas kejadian itu.

Eskalasi terbaru ketegangan keduanya terjadi lagi awal bulan Agustus 2015, ketika ledakan ranjau darat di DMZ melukai 2 tentara Korea Selatan. Lalu, peledakkan propaganda anti-Pyongyang dari pengeras suara di sepanjang perbatasan.

Kebuntuan mencapai titik krisis ketika Korea Utara menembakkan 4 peluru ke Korea Selatan. Hal itu diungkapkan pihak pemerintah Korea Selatan. Soeul pun menanggapinya dengan rentetan tembakan artileri.

Pyongyang kemudian membuat ultimatum Seoul untuk menghentikan siaran pada Sabtu sore atau mereka akan membuat aksi militer. Tetapi pada hari itu kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan pembicaraan.

Pada 27 April 2018, ditandatangani dokumen perjanjian damai bertajuk "Panmunjom Declaration for Peace, Prosperity and Unification on the Korean Peninsula". Korea Utara dan Korea Selatan kemudian bersiap melanjutkan pembahasan mengenai eksekusinya.

Salah satu topik yang kembali disinggung terkait cita-cita persatuan Semenanjung Korea adalah reconnection banyak keluarga, yang terpisah oleh garis perbatasan sejak diberlakukannya gencatan senjata pada 1953 silam.

"Perjanjian damai di Panmunjon adalah awal, bukan hasil akhir. Hal ini berarti dibutuhkan koordinasi yang lebih serius, dan juga terintegrasi antarkedua belah pihak, dalam menstabilkan situasi di perbatasan. Setelahnya, baru agenda reconnection dapat dilaksanakan, dengan harapan mampu mengakomodasi banyak keluarga yang terpisah," kata Dubes Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Chang-beom,

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Optimistis Indonesia Bisa Berperan dalam Perdamaian Semenanjung Korea

Direktur Asia Timur dan Pasifik Kementerian Luar Negeri RI Santo Darmosumarto juga menekankan bahwa Indonesia bisa mengambil kesempatan besar ini untuk menciptakan perdamaian bagi dua Korea, ia mengedepankan untuk bisa berdialog dan memberi saran kepada kedua negara.

Santo juga menyebutkan bahwa ASEAN bisa lebih mendukung atau memfasilitasi perdamaian tersebut, karena Indonesia punya peran yang cukup besar untuk ASEAN. Karena sebelumnya, Presiden AS Donald Trump dan pimpinan Korea Utara Kim Jong-un menggelar pertemuan singkat di daerah Asia Tenggara (Vietnam dan Singapura), bagian dari ASEAN.

Santo sangat optimis jika Indonesia yakin bisa membantu (dalam berdialog) dengan kedua negara yang berkaitan, maka perdamaian akan sedikit demi sedikit tercapai.

3 dari 3 halaman

Indonesia – Korea Conference 2019: Charting A Blueprint for Robust Partnership

Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerjasama dengan Kedutaan Besar Republik Korea di Indonesia menyelenggarakan "Indonesia – Korea Conference 2019: Charting A Blueprint for Robust Partnership" pada Rabu, 18 September 2019 di Soehanna Hall, The Energy Building, SCBD, Jakarta. Konferensi ini diadakan dalam rangka memperingati perayaan 46 tahun hubungan diplomatik antara Republik Korea dan Indonesia.

Indonesia – Korea Conference 2019 diadakan untuk pertama kalinya mempertemukan berbagai kalangan baik dari akademisi, pemangku kebijakan, institusi pemerintah, serta pengusaha untuk saling bertukar ide dalam menentukan kelanjutan hubungan Indonesia dan Republik Korea dalam berbagai aspek bilateral. Konferensi ini dimaksudkan untuk menciptakan dialog yang konstruktif antara para ahli dan praktisi dari Indonesia dan Republik Korea terkait isu, tantangan, dan peluang kerja sama kedua negara dalam merealisasikan hubungan bilateral yang semakin erat dalam kerangka Special Strategic Partnership.

Selain itu, Konferensi ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman publik mengenai Republik Korea dalam aspek ekonomi, politik, dan sosial-budaya demi terwujudnya hubungan people-to-people antara masyarakat Indonesia dan Republik Korea yang semakin komperehensif.

 

Reporter: Windy Febriana

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.