Sukses

DK PBB Perpanjang Sanksi Sudan Selatan Setahun

Meski tiga negara Afrika anggota DK PBB tak setuju, sanksi Sudan Selatan tetap diperpanjang setahun.

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Keamanan PBB pada Kamis 30 Mei 2019 memperpanjang sanksi terhadap Sudan Selatan hingga satu tahun ke depan lagi, termasuk embargo senjata. Tetapi tidak satu pun dari tiga negara Afrika yang menjadi anggota dewan itu mendukung langkah tersebut.

Tahun 2018 lalu, setelah berbagai upaya sebelumnya gagal, Dewan Keamanan PBB memberlakukan sanksi terhadap Sudan Selatan, di mana aksi kekerasan politik telah menimbulkan bencana kemanusiaan luar biasa, termasuk korban tewas, mengungsi dan meluasnya kelangkaan pangan.

Lima dari 15 anggota dewan itu abstain dalam pemungutan suara, yaitu Rusia, Tiongkok, Pantai Gading, Guinea Ekuatorial dan Afrika Selatan. Langkah itu lolos karena hanya membutuhkan sembilan suara positif dan tidak ada veto.

Utusan khusus Afrika Selatan Jerry Matjila mengatakan sanksi-sanksi itu tidak bermanfaat bagi proses politik di negara itu.

"Ketika sedang terjadi proses politik yang rentan, yang harus dijaga dan dibebaskan dari tekanan eksternal yang dapat memperburuk situasi," ujarnya seperti dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (31/5/2019).

Sementara Utusan Khusus Guinea Ekuatorial Anatolio Ndong Mba mengatakan pemerintahnya mendukung sanksi hingga batas tertentu. Tetapi memperpanjang sanksi itu sekarang tidak akan memotivasi pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai perdamaian.

Ia mengatakan, "Kami percaya ada waktu yang tepat untuk memaksa mereka, dan ada pula waktu yang tidak tepat. Kita perlu memberi kesempatan pada mereka yang terlibat untuk melanjutkan dinamika mencapai perdamaian melalui cara-cara damai dan dialog."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kesepakatan Lalu

September lalu kedua pihak sepakat untuk mengimplementasikan perjanjian perdamaian yang telah direvitalisasi dan mengakhiri permusuhan. Meskipun situasi mulai pulih, ada lebih dari empat juta orang yang mengungsi di dalam dan luar negara itu, dan hampir 6,5 juta warga Suadan Selatan yang masih menderita kelangkaan pangan.

China mengatakan abstain karena tidak mendukung pemberlakuan embargo senjata tahun lalu dan kini pun tidak mendukung hal tersebut.

Tetapi sebagian anggota lainnya di Dewan Keamanan itu mengatakan proliferasi senjata di Sudan Selatan hanya menambah penderitaan warga dan mengancam proses perdamaian yang rentan.

Stephen Hickey, koordinator politik di Dewan Keamanan PBB mengatakan, "Melihat perjanjian perdamaian yang baru saja diperpanjang, merupakan hal tidak bertanggungjawab dan berisiko memicu kekerasan lebih lanjut jika dewan ini mengijinkan masuknya aliran senjata ke negara ini. Dan hal itu akan mengirim sinyal yang mengerikan kepada warga Sudan Selatan."

Utusan Amerika itu mengatakan ada banyak faktor selain sanksi yang telah menimbulkan dampak pada upaya mencapai perdamaian, termasuk peran kepemimpinan mereka yang ada di kawasan itu. Utusan Khusus Amerika Jonathan Cohen mendesak kawasan itu untuk mempertahankan tekanan terhadap pihak-pihak tersebut guna mewujudkan perjanjian perdamaian yang telah direvitalisasi dan menegakkan embargo senjata.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.