Sukses

Donald Trump Pecahkan Rekor Durasi Penutupan Pemerintahan AS Terlama

Donald Trump menyatakan menyatakan belum akan menetapkan status darurat nasional atas penutupan pemerintahan AS untuk sementara waktu.

Liputan6.com, Washington DC - Penutupan pemerintahan atau shutdown Amerika Serikat telah memasuki hari ke-22, tepatnya pada Sabtu (12/1/2019). Hal ini menjadikan rekor terbaru penutupan terlama dalam sejarah pemerintahan Amerika Serikat.

Dikutip dari laman AFP, Sabtu (12/1/2019), dengan rekor tersebut, penutupan parsial pemerintah ini menjadi rekor terpanjang.

Setelah sebelumnya rekor penutupan pemerintah selama 21 hari terjadi pada masa kepemimpinan Bill Clinton tahun 1995-1996.

Efek yang terjadi akibat penutupan pemerintah yaitu 800 ribu pegawai federal yang tak memperoleh gaji. Misalnya, pengontrol lalu lintas udara, staf museum hingga agen FBI.

Sebelumnya, pada Jumat pagi, Donald Trump menyatakan menyatakan belum akan menetapkan status darurat nasional atas penutupan pemerintahan AS untuk sementara waktu.

"Saya tidak akan melakukannya secepat ini," katanya saat pertemuan di Gedung Putih.

Donald Trump mengumumkan pada Kamis, 10 Januari 2019 waktu Amerika Serikat bahwa ia telah membatalkan rencana kunjungannya ke Davos, Swiss, untuk menghadiri pertemuan World Economic Forum.

Trump, yang menyampaikan kabar tersebut sebelum mendarat di McAllen, Texas (dalam lawatannya ke perbatasan di bagian selatan), mengatakan bahwa ia tidak akan menghadiri forum tersebut jika pemerintah masih ditutup.

"Karena ketidakpedulian Demokrat untuk mengatasi persoalan Keamanan Perbatasan dan pentingnya Keselamatan bagi bangsa kita, maka dengan hormat, saya membatalkan perjalanan kenegaraan saya yang sangat penting ke Davos, Swiss, untuk menghadiri World Economic Forum. Salam hangat dan permintaan maaf, saya tujukan kepada @WEF!" kata Donald Trump melalui akun Twitter-nya, yang dikutip dari CBS News, Jumat, 11 Januari 2019.

Trump, yang menghadiri World Economic Forum pada tahun lalu, dijadwalkan untuk menghadiri kembali acara tersebut pada tahun ini, bersama dengan pejabat administrasi lainnya, termasuk Menteri Keuangan Steven Mnuchin dan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo.

Kebuntuan terkait shutdown tampaknya tidak akan ada habisnya. Donald Trump menuntut anggaran negara sebesar US$ 5,7 miliar untuk membangun tembok perbatasan Meksiko-AS, bersama dengan miliaran dana lainnya untuk langkah-langkah keamanan perbatasan.

Di satu sisi, Demokrat terus bersikeras pada pendiriannya. Mereka ogah mendanai dinding raksasa itu.

Presiden ke-45 AS itu lantas menyalahkan para pemimpin Demokrat, meskipun ia mengatakan --dalam pertemuan dengan Pelosi dan Pemimpin Minoritas Senat Chuck Schumer pada bulan lalu-- bahwa ia dengan senang hati akan menutup pemerintah dan tidak akan menyalahkan keduanya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kembali Ancam Kongres

Donald Trump kembali mengancam untuk mengumumkan kondisi darurat nasional, menyusul tak disetujuinya rencana anggaran perluasan tembok pembatas di selatan.

"Saya memiliki hak mutlak untuk mengumumkan kondisi darurat nasional," kata Trump kepada wartawan ketika ia bertolak menuju sebuah acara di dekat tembok perbatasan.

Dia juga mengatakan Meksiko akan "secara tidak langsung" membayar pembangunan tembok perbatasan, di mana hal itu bertentangan dengan memo kampanye sebelumnya, demikian sebagaimana dikutip dari BBC.

Sebagaimana diketahui, dalam memo kampanye yang dibuatnya pada 2016 lalu, Trump menguraikan bagaimana ia berencana untuk "memaksa Meksiko melakukan pembayaran satu kali" sebesar US$ 5-10 miliar (setara Rp 70,3 miliar hingga Rp 140 miliar) untuk tembok perbatasan.

Donald Trump disebut enggan beri tanda tangan pada kesepakatan mendanai dan membuka kembali pemerintahan, jika Kongres tidak memasukkan dana US$ 5,7 miliar (setara Rp 80,2 triliun) untuk perluas pagar tembok di perbatasan AS-Meksiko.

Meski begitu, perundingan tentang isu tersebut tetap menemui jalan buntu karena kubu Demokrat --yang menguasai sebagian besar kursi DPR AS-- menolak memberi Trump uang.

Di lain pihak, para pemimpin kubu Republik bersikeras mendukung Donald Trump, meski sebagian anggotanya di parlemen menyerukan untuk mengkashiri penutupan pemerintahan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.