Sukses

Rusia Tahan Seorang Pria Atas Tuduhan Jadi Mata-Mata AS

Rusia telah menahan seorang pria warga negara Amerika Serikat karena dicurigai melakukan spionase.

Liputan6.com, Moskow - Rusia telah menahan seorang pria warga negara Amerika Serikat karena dicurigai melakukan spionase, menurut Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB).

Paul Whelan ditangkap pada 28 Desember 2018 di Moskow "saat melakukan tindakan spionase," kata FSB dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari CNN, Selasa (1/1/2019).

"Departemen investigasi Dinas Keamanan Federal Rusia memprakarsai kasus pidana terhadap seorang warga AS berdasarkan pasal 276 KUHP Federasi Rusia. Investigasi sedang berlangsung," pernyataan itu melanjutkan. Pasal 276 adalah pidana spionase menurut kitab hukum itu.

Jika terbukti bersalah, Whelan terancam menghadapi 10 hingga 20 tahun penjara, kantor berita pemerintah Rusia TASS melaporkan.

Kementerian Luar Negeri Rusia "secara resmi memberi tahu" Amerika Serikat tentang penahanan itu, kata seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri AS.

"Kewajiban Rusia berdasarkan Konvensi Wina mengharuskan mereka untuk menyediakan akses konsuler. Kami telah meminta akses ini dan mengharapkan pihak berwenang Rusia untuk menyediakannya. Karena pertimbangan privasi, kami tidak memiliki informasi tambahan untuk diberikan saat ini," kata pernyataan dari Kemlu AS.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

FSB dan Cabang Badan Intelijen Rusia Modern

FSB, badan penerus KGB era Uni Soviet, adalah lembaga yang berperan sebagai dinas intelijen domestik Rusia.

Pemerintah AS telah memberikan sanksi kepada FSB atas aktivitas siber mereka awal tahun 2018. Kementerian Keuangan AS memberlakukan sanksi terhadap perusahaan yang dikendalikan oleh FSB karena melakukan serangan siber terhadap Amerika Serikat.

FSB, bagaimanapun, memang memiliki beberapa kerja sama yang telah berlangsung lama dengan intelijen AS tentang isu-isu seperti kontraterorisme.

Awal tahun ini, seorang pejabat AS dengan pengetahuan langsung tentang situasi tersebut mengkonirmasi bahwa Direktur CIA saat itu, Mike Pompeo, bertemu dengan Alexander Bortnikov, kepala FSB, bersama dengan kepala dinas intelijen luar negeri Rusia, atau SVR.

Tetapi kantor intelijen Rusia yang telah menjadi perhatian utama baru-baru ini adalah badan intelijen militer yang dikenal sebagai GRU, atau Direktorat Intelijen Utama.

GRU, menurut pemerintah AS dan Barat, telah menjadi yang terdepan dan utama dalam kampanye untuk mempengaruhi pemilihan asing, intervensi Rusia di Ukraina timur, dan kasus peracunan eks agen Soviet di Salisbury, Inggris.

Kasus di Salisbury memperlihatkan kemungkinan GRU melakukan pelanggaran, ketika situs investigasi Bellingcat tampaknya membuka kedok dua petugas GRU yang terlibat. Juga tahun ini, pemerintah Belanda menuduh GRU memata-matai badan pengawas senjata kimia dunia (OPCW) melalui operasi siber yang kemudian berjalan keliru dan menyebabkan aset mereka ditahan oleh intelijen Negeri Tulip.

Kemudian, pada sebuah acara gala pada November 2018, Putin menandai ulang tahun keseratus pendirian GRU, dan menyarankan organisasi itu kembali ke nama aslinya.

"Saya ingin mengucapkan selamat kepada Anda pada hari profesional Anda yang akan datang - Hari Petugas Intelijen Militer, dan seratus tahun GRU legendaris yang sekarang disebut Main Directorate of the General Staff of the Armed Forces of Russia," katanya. "Tidak jelas ke mana nama Direktorat Intelijen Utama pergi. Kita harus mengembalikannya."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.