Sukses

Penerbangan Langsung Moskow-Bali Berpotensi Dongkrak Wisata di 2 Negara

Dubes Rusia untuk RI optimistis, penerbangan langsung yang menghubungkan Moskow dan Denpasar akan mendongkrak sektor pariwisata kedua Indonesia-Rusia.

Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Georgievna Vorobieva optimistis, terbukanya penerbangan langsung yang menghubungkan Moskow dan Denpasar --yang mulai beroperasi pada Oktober 2018 mendatang-- akan mendongkrak sektor pariwisata kedua negara, Indonesia-Rusia.

"Saya yakin ini akan mendongkrak pariwisata kedua negara," kata Vorobieva di Jakarta, Rabu (5/9/2018).

"Jika jumlah kunjungan turis meningkat, saya yakin prospek bisnis di sektor industri wisata akan semakin terbuka ke depannya," tambahnya.

Dua maskapai besar Rusia, Aeroflot dan Rossiya Airlines, akan membuka penerbangan langsung ke Denpasar, Bali, pada Oktober mendatang. Informasi tersebut pertama kali dipublikasikan di situs Aeroflot.

Di bawah perjanjian codeshare (perjanjian bisnis aviasi antara dua maskapai), penerbangan dengan pesawat Boeing 777 akan beroperasi tiga kali seminggu mulai 28 Oktober 2018.

Melansir situr web aeroflot.ru, Pesawat SU 6295 akan berangkat dari Bandara Sheremetyevo, Moskow, setiap Rabu, Jumat, dan Minggu pukul 15.05 dan tiba di Denpasar pada pukul 08.20 waktu setempat.

Sementara, maskapai akan melayani penerbangan dari Denpasar ke Moskow dengan pesawat SU 6296 setiap Senin, Kamis, dan Sabtu pukul 10.05 dan tiba di Sheremetyevo pada pukul 17.50 waktu Moskow.

Berdasarkan siaran pers perusahaan, penjualan tiket untuk penerbangan Rusia-Indonesia telah dibuka. Tiket kelas ekonomi untuk penerbangan tanggal 28 Oktober dijual seharga US$ 361,10 dolar (sekitar Rp 5,2 juta).

Namun, tiket dari Denpasar ke Moskow (untuk penerbangan tanggal 8 November 2018) dihargai sedikit lebih mahal, yaitu US$376,50 (sekitar Rp 5,5 juta). Harga tiket, tentu saja, akan berubah seiring waktu.

Biasanya penerbangan dari Denpasar (Indonesia) ke Moskow (ibu kota Rusia) memakan waktu antara 18 hingga 25 jam, tergantung jenis maskapai dan lama transit. Namun, dengan penerbangan langsung, durasi penerbangan bisa dipangkas hingga 12 jam saja.

 

Simak video pilihan berikut:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penerbangan Langsung Moskow-Jakarta Belum Rampung

Negosiasi pembukaan rute penerbangan langsung antara Rusia dan Indonesia sudah berlangsung setidaknya selama tiga hingga empat tahun terakhir.

Dubes Indonesia di Rusia, M. Wahid Supriyadi mengatakan, salah satu cara untuk meningkatkan jumlah wisatawan Indonesia ke Rusia adalah dengan membuka penerbangan langsung antara kedua negara.

Dua tahun lalu, salah satu maskapai swasta Rusia berencana untuk membukanya rute penerbangan langsung Vladivostok-Bali. Rute ini diyakini akan meningkatkan jumlah wisatawan asal Timur Jauh, tak hanya ke Pulau Dewata, tapi juga ke seluruh Indonesia.

Setahun kemudian, pada Februari 2017, Garuda Indonesia --maskapai penerbangan nasional Indonesia-- mengatakan siap membuka penerbangan langsung ke Rusia dengan rute Jakarta-Moskow.

Namun, lima bulan kemudian Garuda Indonesia menunda rencana tersebut dengan alasan masih mengkaji ekspansi rute ke ibu kota Rusia itu hingga 2018. Padahal, rute penerbangan langsung tak hanya mengakomodasi potensi wisata, tetapi juga mempermudah pengiriman kargo dari Indonesia ke Rusia.

"Kalau Garuda terbang, bukan hanya sektor turisme yang akan diuntungkan, namun juga sektor ekspor tropical fruit, sayur-sayuran, dan produk olahan susu sapi dari Indonesia ke Rusia. Barang-barang itu merupakan produk eksotis bagi Rusia," kata Duta Besar RI untuk Rusia, Wahid Supriyadi, dalam konferensi pers di Kementerian Luar Negeri, Rabu 5 Juli 2017 lalu.

"Buah-buahan tropis Indonesia di Rusia, harganya sangat mahal. Rambutan, 1 - 3 butir, harganya bisa mencapai Rp 20.000 ribu di sana. Mangga dan manggis, per-buahnya, bisa mencapai Rp 150.000 ribu," tambah sang dubes.

Mahalnya harga komoditas tersebut di Rusia disebabkan oleh embargo yang diterapkan sejumlah negara Barat terhadap Negeri Beruang Merah. Dan menurut Dubes Wahid, pasar komoditas tersebut --yang kini telah jarang dipasok oleh sejumlah negara Barat-- memiliki nilai yang cukup besar, mencapai Rp 160 miliar.

"Tidak memungkinkan jika ekspor menggunakan kapal, karena akan cepat busuk. Produk itu harus diangkut dengan air cargo. Satu pesawat air cargo Garuda bisa mengangkut sekitar 5.000 ton komoditas tersebut," tambahnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.