Sukses

Unjuk Rasa Terbesar dalam 30 Tahun, 30.000 Tenaga Medis Selandia Baru Mogok Kerja Demi Naik Upah

Lebih dari 30.000 tenaga medis di Selandia Baru melakukan mogok kerja demi menuntut kenaikan upah. Aksi ini yang terbesar di sektor itu selama lebih dari 30 tahun terakhir.

Liputan6.com, Wellington - Beberapa rumah sakit di Selandia Baru menghentikan kegiatan operasional, menyusul aksi mogok kerja yang dilakukan oleh lebih dari 30.000 tenaga medis di negara itu.

Aksi mogok yang dimulai sejak Kamis siang waktu setempat, direncanakan berlangsung selama 24 jam, atau lebih, tergantung hasil tuntutan mediasi dengan pemerintah.

Dikutip dari The Guardian pada Kamis (12/7/2018), pembahasan sebelumnya antara tenaga medis dan pihak pemerintah menemui jalan buntu. Terakhir kali mereka bertemu pada Rabu, 11 Juli 2018, tidak membuahkan hasil konkret, kecuali janji isu terkait akan diupayakan penyelesaiannya segera.

Para petugas medis, yang mayoritas terdiri dari perawat, menyerukan garis besar protes bertajuk "Adil bagi Mereka yang Peduli" dalam aksi unjuk rasa terbesar di sektor kesehatan Selandia Baru, yang pernah terjadi selama lebih dari 30 tahun terakhir.

Mereka mengatakan kerap bekerja ekstra, namun mendapat upah yang kurang layak. Mereka juga menyebut bahwa sektor pekerjaan yang dilakoni sangatlah rawan terhadap risiko stres dan kelelahan.

"Kami juga manusia, pasti merasa lelah jika bekerja terlalu keras. Bagaimana kami bisa memberikan pelayanan maksimal untuk pasien, jika hak kami tidak sepenuhnya diperhatikan," ujar salah seorang demonstran di ibu kota Wellington.

Di sisi lain, Perdana Menteri Winston Peters mengatakan pemerintah "sangat, sangat kecewa" bahwa tawaran terbaru berupa kenaikan upah 12,5 persen ditolak.

Ia juga menyayangkan demonstran tidak memahami bahwa upaya penyelesaian krisis yang telah berlangsung sembilan tahun, sejak pemerintahan sebelumnya, membutuhkan waktu tidak sedikit.

Ditambahkan oleh PM Peters, meski anggaran bulan Mei dilaporkan surplus, namun hal itu tidak bisa serta merta dilimpahkan ke penyesuaian upah tenaga medis.

"Ada beberapa hal tidak terduga yang butuh pembiayaan khusus, seperti saat ini, kami berupaya mengendalikan penyebaran virus mycoplasma bovis, yang menyerang sapi-sapi," jelas PM Peters.

"Beri kami waktu ... itu bukan berarti kami tidak bersedia, kami belum mendapatkan uang," lanjutnya.

Pemerintah Selandia Baru tengah mengusulkan anggaran baru untuk gaji tenaga medis, yakni lebih dari setengah miliar dolar. Di saat bersamaan, anggota Organisasi Perawat setempat menuntut kenaikan antara 12,5 persen hingga 15,9 persen, yang diminta segera dimplementasikan dalam jangka dua tahun.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Meningkatkan Ekspektasi Pekerja

Sementara itu, sebanyak 5.000 tenaga medis memilih tetap bekerja saat demonstrasi berlangsung, dengan tujuan memastikan pasien rawat inap tetap aman. Hal itu merupakan ketentuan khusus yang berlaku, selayaknya jika terjadi bencana alam atau gangguan kesehatan besar.

Dalam sebuah kolom opini yang dimuat di situs berita Stuff, salah seorang perawat asal Wellington, Erin Kennedy, mengatakan bahwa kebanyakan tenaga medis yang bertugas setiap harinya, tidak yakin apakah mampu merawat pasien dan diri mereka sendiri sama baiknya.

"Kemungkinannya tidak akan ada waktu untuk membaca dengan benar setiap catatan pasien, atau memastikan bahwa semua kebutuhan pasien terpenuhi. Karena apa? Karena kami berada di sistem yang tidak sehat," tulis Kennedy.

Di lain pihak, juru bicara partai oposisi nasional, Michael Woodhouse, mengatakan pemerintah koalisi Partai Buruh telah meningkatkan ekspektasi pekerja terlalu tinggi dalam kampanye pemilu mereka. 

"Para tenaga medis juga merasa frustrasi karena pemerintah memasuki proses fasilitasi dengan mengatakan 'itulah semua uang yang ada' dan inilah efeknya. Langkah ini tidak mencerminkan tawar menawar dengan niat baik, dan sekarang tidak jelas bagaimana situasi (tersebut) akan diselesaikan ... pemerintah benar-benar kehilangan kendali atas proses karena kesalahan penanganannya," kritik Woodhouse.

Pro dan kontra muncul di media sosial, memperdebatkan apakah aksi mogok kerja itu dibenarkan, atau justru membahayakan nyawa.

Mogok kerja tidan hanya dilakukan oleh tenaga medis, asosiasi guru sekolah dasar juga merencakan aksi serupa pada 15 Agustus mendatang, menuntut kenaikan gaji sebesar 16 persen.

Di sektor lainnya, dalam dua bulan terakhir, aksi mogok kerja juga dilakukan oleh para pengemudi bus, pekerja bioskop, dan pekerja restoran cepat saji.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.