Sukses

Australia Ajukan RUU Anti-Perbudakan di Lingkungan Kerja

Pemerintah Australia mengajukan rancangan undang-undang anti perbudakan yang riskan ditemui di lingkungan kerja.

Liputan6.com, Canberra - Dalam upaya mewujudkan komitmen melawan perbudakan modern, pemerintah Australia telah mengajukan rancangan undang-undang ke parlemen yang "memaksa" lebih dari 3.000 perusahaan melaporkan transparansi tentang perilaku terhadap para karyawan.

Pemerintah mengatakan undang-undang yang diusulkan itu adalah tonggak penting dalam perjuangan Australia melawan "kejahatan keji".

Dikutip dari VOA Indonesia pada Senin (2/7/2018), diperkirakan saat ini ada 4.000 orang yang hidup seperti di era perbudakan, terutama mereka yang bekerja di area peternakan, pertanian, pertambangan, dan konstruksi, dan rumah tangga di Australia.

Sebagian besar korban perbudakan modern itu merupakan tenaga kerja asing yang berasal dari negara-negara Asia, seperti Filipina, Bangladesh, dan Kamboja. 

Korban perbudakan modern ini bahkan dapat dipaksa menjadi pelacur dengan ancaman terhadap anggota keluarga di kampungnya, atau dipaksa bekerja dengan upah rendah di sektor buruh, tanpa jaminan kerja yang memadai. 

Berdasarkan rancangan undang-undang itu, Modern Slavery Business Engagement Unit akan dibentuk untuk memantau peraturan-peraturan baru tersebut.

Alex Hawke, asisten menteri dalam negeri Australia, mengatakan undang-undang itu akan mengubah kondisi lapangan kerja di Australia. 

"Untuk pertama kalinya, RUU ini akan mengirim pesan yang jelas bahwa perbudakan modern tidak dapat diterima dalam rantai pasokan semua barang dan jasa yang kita gunakan di Australia,” kata Hawke.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dianggap Langkah Penting

Meski undang-undang tersebut dianggap sebagai langkah penting di isu perburuhan di Australia, banyak pihak mendesak penegakan hukum yang tegas dan mengikat dalam membasmi perbudakan di era modern.

Keren Adams, direktur advokasi pada Human Rights Law Center, mengatakan, "Sistem pelaporan wajib tidak ada artinya bagi perusahaan yang tidak mematuhinya. Tanpa penalti keuangan dan komisioner independen untuk membantu menegakkannya, kami pikir undang-undang baru sulit memastikan bahwa pelanggar terburuk menghentikan permainan kotor mereka."

RUU Anti-Perbudakan itu diduga akan segera disetujui oleh parlemen Australia, yang nantinya mendapat peninjauan berkala selama tiga tahun ke depan. 

PBB memperkirakan ada 25 juta orang yang dieksploitasi dalam rantai perbudakan internasional, termasuk di bidang pertanian, konstruksi, dan industri manufaktur. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.