Sukses

11 Kota Besar di Dunia Ini Terancam Kehabisan Air Minum, Termasuk Jakarta

Ini 11 kota besar di dunia yang terancam kehabisan air bersih, termasuk air minum, yang disebabkan oleh sejumlah faktor. Salah satunya adalah pembangunan yang tidak bertanggung jawab.

Liputan6.com, Jakarta - Cape Town menjadi kota besar pertama di era modern yang menghadapi ancaman kehabisan air bersih, termasuk air minum.

Kekeringan yang melanda kawasan tersebut sejak tiga tahun lalu, membuat otoritas setempat terpaksa mendesak 4 juta warganya menggunakan air tidak lebih dari 87 liter per hari.

Bahkan, pemerintah sampai mengerahkan pasukan keamanan di beberapa sudut kota untuk menghalau terjadinya kemungkinan sabotase pemanfaatan pasokan sumber daya krusial bagi manusia itu.

Tidak hanya Cape Town yang harus menghadapi ancaman kekurangan air minum. Sejumlah kota besar lain juga dihantui masalah serupa.

Meski permukaan Bumi 70 persennya diselimuti air, namun, air bersih khususnya air minum tak sebanyak yang kita pikirkan. Totalnya, hanya 3 persen dari jumlah air di seluruh Bumi.

Lebih dari satu juta orang kekurangan akses terhadap air bersih dan 2,7 miliar lainnya mengalami kesulitan mendapatkan air setidaknya selama satu bulan dalam setahun.

Sebuah survei tahun 2014 menunjukkan hasil yang membuat hati miris. Pasalnya, diperkirakan bahwa satu dari empat 500 kota terbesar di dunia menghadapi ancaman krisis air bersih.

Menurut proyeksi yang disahkan PBB, permintaan global akan air tawar akan melebihi pasokan sebesar 40 persen pada 2030. Hal tersebut terjadi berkat perubahan iklim, pertumbuhan populasi, dan tindakan manusia sendiri.

Tak mengherankan jika Cape Town bukanlah satu-satunya kota besar yang terancam kehabisan air minum. Dikutip dari BBC, Senin (12/2/2018), berikut 11 di antaranya:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

1-4

1. Sao Paulo

Kota yang termasuk dalam 10 kota terpadat di dunia ini mengalami masalah serupa dengan Cape Town pada 2015, ketika cadangan air utama berada di bawah 4 persen.

Pada puncak krisis, kota berpenduduk lebih dari 21,7 juta jiwa itu hanya memiliki persediaan air yang dapat digunakan kurang dari 20 hari. Polisi pun harus mengawal truk air untuk menghentikan penjarahan.

Krisis air dianggap selesai pada 2016. Namun pada Januari 2017, cadangan air utama berada di bawah 15 persen. Hal itu membuat persediaan air di masa mendatang kembali diragukan.

2. Bangalore

Bangalore saat ini sedang berkembang sebagai pusat teknologi India. Namun di sisi lain, hal tersebut membuat pejabat lokal harus berjuang untuk mengelola sistem air dan limbah kota.

Sebuah laporan bahkan mengungkap bahwa Bangalore telah kehilangan separuh cadangan air minum karena tercemar limbah.

Meski memiliki beberapa danau, hanya 85 persen yang berisi air dan air itu pun hanya bisa digunakan untuk irigasi dan pendinginan industri. Tak satu pun danau yang airnya bisa diminum atau mencuci.

3. Beijing

World Bank mengklasifikasikan kelangkaan air terjadi saat penduduk di lokasi tersebut menerima kurang dari 1.000 meter kubik air tawar per orang per tahun. Sementara itu di Beijing pada 2014, setiap penduduknya hanya menerima 145 meter per kubik.

China merupakan rumah hampir 20 persen populasi dunia, namun hanya memiliki 7 persen air tawar.

Masalah polusi kian memperparah hal tersebut. Angka resmi pada 2015 menunjukkan bahwa 40 persen air permukaan Beijing tercemar, bahkan sampai tak bisa digunakan untuk keperluan pertanian atau industri.

4. Kairo

Sungai Nil merupakan 97 persen sumber air bagi Mesir. Namun di sisi lain, terdapat peningkatan limbah pertanian dan rumah tangga yang mengalir ke sungai itu.

Angka dari Badan Kesehatan Dunia PBB, WHO, menunjukkan bahwa Mesir berada di posisi teratas di antara negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah dalam hal jumlah kematian terkait polusi air.

PBB memperkirakan kekurangan air dalam jumlah besar akan dirasakan Mesir pada 2025.

3 dari 4 halaman

5-8

5. Jakarta

Seperti banyak kota pesisir, Jakarta menghadapi ancaman kenaikan permukaan air laut. Namun, masalah tersebut diperparah dengan tindakan manusia secara langsung.

Pasalnya, hampir setengah dari 10 juta penduduk Jakarta memiliki akses terhadap air pipa dan penggalian sumur secara ilegal yang sangat banyak. Praktik tersebut menguras akuifer -- lapisan bawah tanah yang mengandung air dan dapat mengalirkan air.

Sebagai konsekuensinya, menurut perkiraan World Bank, akuifer yang telah kempis itu membuat sekitar 40 persen wilayah Jakarta berada di bawah permukaan air laut.

Akuifer pun tak dapat "diisi ulang" meski hujan lebat mengguyur karena sebagian besar permukaan Jakarta telah tertutup aspal dan beton, sehingga air tidak dapat terserap tanah.

6. Moskow

Seperempat cadangan air tawar dunia ada di Rusia. Namun, Negeri Beruang Merah itu terganggu oleh masalah polusi yang disebabkan oleh warisan industri era Soviet.

Hal tersebut mengkhawatirkan bagi Moskow, di mana 70 persen persediaan airnya bergantung pada air permukaan.

Pejabat Rusia mengakui bahwa 35 hingga 60 persen dari total cadangan air minum di Rusia tidak memenuhi standar sanitasi.

7. Istanbul

Menurut angka Pemerintahan Turki, negara tersebut secara teknis berada dalam situasi kekurangan air, karena pasokan air per kapita turun di bawah 1.700 meter kubik pada tahun 2016.

Pakar setempat memperingatkan bahwa situasi tersebut dapat memburuk hingga mereka yang tinggal di sana dapat kekurangan air pada 2030 -- jika tak dilakukan perubahan ke arah yang lebih baik.

Dalam beberapa tahun terakhir, area padat penduduk seperti Istanbul mulai mengalami kekurangan air pada musim kemarau. Resrvoir Istanbul pun turun hingga jumlahnya kurang dari 30 persen pada 2014.

8. Mexico City

Kekurangan air bukan lah hal baru bagi sebagian besar penduduk ibu kota Meksiko yang berjumlah 21 juta orang.

Satu dari lima penduduk di sana harus merasakan penjatahan air bersih dan 20 persennya hanya merasakan mengalirnya air dari kran hanya beberapa jam per hari.

Kota tersebut mengimpor sebanyak 40 persen airnya dari sumber yang jauh. Namun, tidak memiliki operasi skala besar untuk mendaur ulang air limbah. Kerugian air karena masalah pada jaringan pipa juga diperkirakan mencapai 40 persen.

 

4 dari 4 halaman

9-11

9. London

Dengan curah hujan tahunan rata-rata sekitar 600 mm -- lebih sedikit dari Paris dan New York, London memperoleh 80 persen airnya dari Sungai Thames dan Lea.

Menurut Greater London Authority, kota tersebut akan mengalami masalah pasokan air bersih pada 2025 dan mengalami krisis pada 2040.

10. Tokyo

Hujan di Tokyo terkonsentrasi hanya dalam empat bulan dalam setahun. Dikhawatirkan musim hujan yang kering bisa membuat Tokyo kekeringan.

Selama ini penduduk Tokyo memenuhi kebutuhannya dengan mengumpulkan air saat musim hujan. Setidaknya 750 bangunan pribadi dan umum di Tokyo memiliki sistem pengumpulan dan pemanfataan air hujan.

Tokyo yang merupakan rumah bagi 30 juta orang, memiliki sistem air yang bergantung pada 70 pesen air permukaan -- sungai, danau, dan lelehan salju.

11. Miami

Florida termasuk di antara lima negara bagian Amerika Serikta yang paling banyak menerima curah hujan setiap tahun. Namun, ada krisis air di salah satu kotanya, Miami.

Sebuah proyek pada awal Abad ke-20 yang bertujuan mengeringkan rawa-rawa di dekatnya, memiliki hasil yang tak terduga. Air dari Samudra Atlantik mencemari Akuifer Biscayne, sumber utama air tawar kota.

Meski masalah telah terdeteksi pada 1930-an, air laut masih bocor ke daratan, terutama karena Miami mengalami kenaikan permukaan laut yang lebih cepat.

Sejumlah kota tetangga Miami pun tengah berjuang. Hallandale Beach harus menutup enam dari delapan sumurnya karena gangguan air asin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.