Sukses

Kisah Atlet Olimpiade 2016 Asal Suriah: Berenang atau Mati...

Yusra Mardini meloncat dari kapal pencari suaka yang nyaris tenggelam. Kemampuan renang menyelamatkan hidupnya dan orang lain.

Liputan6.com, Rio de Janeiro - Hampir tiap atlet di Olimpiade Rio 2016 memiliki latar belakang yang istimewa. Salah satunya adalah Yusra Mardini. Kisahnya yang tak hanya menarik, tetapi juga luar biasa.

Yusra Mardini ada di Rio untuk mewakili tim yang terdiri atas 10 atlet pencari suaka.

Saat remaja seusianya merasa bangga dengan nilai A di rapor, itu tidak sebanding dengan apa yang telah dilakukan oleh Mardini.

Ia dan saudara perempuannya ikut andil membantu menyelamatkan nyawa 20 orang, termasuk hidup mereka sendiri. Kala itu perahu pengangkut yang membawa mereka kabur dari Suriah, yang tengah dilanda perang, bocor dan nyaris tenggelam.

Tak mempedulikan nyawanya sendiri, ia melompat ke Laut Aegea yang dingin dan mendorong kapal itu hingga ke darat.

Mardini yang kini tinggal di Berlin, Jerman, akan mengikuti perlombaan renang 100 meter gaya kupu-kupu dan bebas pada Sabtu ini, 6 Agustus 2016 dan Rabu mendatang. Penampilannya merupakan salah satu paling dinanti di Olimpiade kali ini.

Mardini adalah perenang berbakat dari Damaskus, Suriah, dan secara profesional dia didukung oleh Komite Olimpiade Suriah. Karena perang berlangsung, tak jarang ia harus berlatih di kolam renang yang atapnya hancur dan bolong karena bom.

"Kadang kami tak bisa berlatih karena perang. Dan kadang harus berlatih di kolam renang dengan atap yang hancur," kata Mardini, seperti dilansir dari Independent, Sabtu (6/8/2016).

Kondisi Damaskus makin tak stabil. Mardini dan saudaranya Sarah meninggalkan Suriah lewat Lebanon, lalu Turki, dan akhirnya ke Yunani.

Baru 30 menit setelah meninggalkan Turki, perahu yang cuma berkapasitas enam orang yang mengangkut 20 orang mulai bocor. Kebanyakan penumpang tak bisa berenang. Tak ada ada alternatif, Sarah dan dua perenang lainnya terjun ke air dan berenang selama 3 jam di perairan terbuka demi menyelamatkan mereka.

Atlet renang dari Tim Pengungsi, Yusra Mardini saat latihan jelang Olimpiade 2016 di Rio De Janeiro, Brasil (1/8). Gadis cantik ini akan mewakili Tim Pengungsi di cabang renang Olimpiade Rio 2016. (REUTERS/Michael Dalder)


"Hanya empat orang yang tahu bagaimana caranya berenang," ucap Mardini

"Tanganku yang satu memegang tali yang menempel di kapal, sementara aku berenang dengan satu tangan dan kaki. Selama 3,5 jam di air yang dingin. Tubuh rasanya... Aku tak tahu seperti apa aku mendeskripsikannya," kata dia.

Kendati dia sekarang sedikit membenci air terbuka, pengalaman itu tak lantas menjadi mimpi buruk.

"Aku ingat tanpa berenang aku mungkin tak bisa hidup. Ini adalah ingatan yang positif bagiku," ujarnya.

Setelah berhasil mencapai Lesbos, Mardini dan Sarah berjalan menuju Macedonia, Serbia, Hungaria, dan Austria sebelum akhirnya mencapai tujuan akhir: Jerman.

Mardini merasa bangga dengan apa yang sudah dilakukan karena berhasil menyelamatkan nyawa orang lain.

"Tapi jelas berat. Luar biasa berat. Bagi semua orang tak terkecuali aku. Aku tak bisa menyalahkan orang lain apabila mereka kerap menangis. Tapi, kita harus melupakan itu semua dan perlahan-lahan bangkit lagi," kata dia.

Mardini kini tinggal di Berlin di mana ia bergabung dengan klub Wasserfeunde Spandau. Pelatih Sven Spannekrebs sadar akan potensi yang dimilikinya akan mempertimbangkan Mardini untuk diturunkan pada Olimpiade Tokyo 2020 nanti.

Mardini berlatih renang 2 hingga 3 jam tiap pagi, lalu sekolah dan belajar bahasa Jerman, dan di sore hari ia kembali berlatih.

Menurut The Guardian, pihak Suriah memonitor karier berenangnya dan meminta laporan secara berkala.

"Aku ingin semua orang berpikir bahwa kami pengungsi dan pencari suaka juga manusia normal yang punya Tanah Air dan kehilangannya. Tidak semua orang ingin pergi dan mecari suaka. Namun, mereka punya mimpi dalam hidup mereka, oleh karenanya kami pergi," tutur Mardini.

"Semua ini adalah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Dengan berada di stadium kolam renang, kami meminta penonton di seluruh dunia untuk juga mengejar mimpinya."

Ia berharap suatu hari bisa pulang ke Suriah, dan berkisah tentang pengalamannya.

"Mungkin aku bisa menata hidupku di sini di Jerman dan ketika aku tua nanti, aku bisa kembali ke Suriah dan berkisah tentang pengalaman hidupku. "

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.