Sukses

Kudeta Militer Thailand Dikecam Dunia

Pengumuman pengambilalihan kekuasaan dilakukan Kepala Angkatan Bersenjata, Jenderal Prayuth Chan-ocha. Kudeta dilakukan Kamis kemarin.

Liputan6.com, Bangkok - Thailand kini berada di bawah kekuasaan militer: kepala angkatan bersenjata memegang kekuasaan, konstitusi diabaikan -- kecuali bab yang mengatur monarki, para pemimpin politik ditahan, pembatasan dilakukan pada warga. Kamis kemarin, kekuasaan sipil di Negeri Gajah Putih dikudeta, 2 hari setelah darurat militer diberlakukan.

Pengumuman pengambilalihan kekuasaan dilakukan Kepala Angkatan Bersenjata, Jenderal Prayuth Chan-ocha, yang berjanji akan memulihkan ketertiban dan melaksanakan reformasi politik.  

Buntutnya, kabinet diwajibkan untuk melapor ke pihak militer, siaran televisi dihentikan, dan pertemuan politik dilarang. Jam malam diberlakukan secara nasional dari pukul 22.00 hingga 05.00. Platform sosial media bisa diblok jika menampilkan konten yang dianggap provokatif.

Tokoh politik kunci, termasuk pemimpin protes oposisi Suthep Thaugsuban dan pemimpin protes pro-pemerintah Jatuporn Prompan yang sedang berdialog digiring dari lokasi pembicaraan setelah tentara menutup area tersebut. Sementara, pelaksana tugas PM Thailand Niwatthamrong Boonsongphaisan yang tak ikut serta dalam dialog belum diketahui keberadaannya.

Kudeta militer di Thailand memicu reaksi dunia. Amerika Serikat mengecam kudeta tersebut. Menlu AS John Kerry mengatakan, "Tak ada justifikasi" terhadap tindakan tersebut. Buntutnya, Washington akan menunda pemberian bantuan bilateral sebesar US$ 10 juta.

"Kami menghargai persahabatan panjang AS dengan rakyat Thailand, namun tindakan ini akan memiliki implikasi negatif bagi hubungan AS-Thailand, terutama untuk hubungan kami dengan militer Thailand," kata Kerry seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Jumat (23/5/2014)

Prancis dan Jerman juga mengutuk kudeta tersebut. Kementerian Luar Negeri Jepang menyebut perkembangan terbaru 'disesalkan'. Sementara PBB menyuarakan keprihatinannya. Sekjen PBB, Ban Ki-moon mendesak Thailand "kembali menegakkan konstitusi dan pemerintahan sipil yang demokratis."

12 Kudeta

Angkatan Bersenjata Thailand telah melakukan setidaknya 12 kudeta sejak berakhirnya monarki absolut pada 1932.

Kudeta terakhir dilakukan menyusul pertikaian politik yang berujung kerusuhan di ibukota, Bangkok akhir tahun lalu, ketika eks PM Yingluck Shinawatra membubarkan majelis rendah parlemen. Belakangan Mahkamah Konstitusi melengserkannya atas tuduhan menyalahgunaan kekuasaan.

Negeri Gajah Putih menghadapi perebutan kekuasaan sejak kakak Yingluck, Thaksin Shinawatra digulingkan dari kursi perdana menteri pada 2006.

Thaksin dan Yingluck memiliki dukungan kuat di daerah pedesaan. Sebaliknya, mereka tidak disukai kalangan kelas menengah dan elite perkotaan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.