Sukses

Penuhi Hak Pendidikan Anak Disabilitas, Pemkab Bonebol Gorontalo Siap Dampingi Siswa Difabel

Dengan aksi kemanusiaan ini, setiap penyandang disabilitas di Bone Bolange (Bonabol) Provinsi Gorontalo bisa mengenyam pendidikan di sekolah seperti anak-anak pada umumnya.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Kabupaten Bone Bolango (Bonebol), Provinsi Gorontalo membuat gerakan untuk memberi ruang kepada anak-anak disabilitas

Gerakan ini berupa aksi kemanusiaan bertajuk pendampingan layanan bagi peserta didik penyandang disabilitas. Aksi yang diinisiasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bone Bolango itu mulai dilakukan di penghujung 2023.

Dengan aksi kemanusiaan ini, setiap penyandang disabilitas di Bonebol bisa mengenyam pendidikan di sekolah seperti anak-anak pada umumnya.

Tidak hanya memberikan ruang, pemerintah juga memberikan perhatian khusus terhadap mereka agar mau bersekolah seperti anak sebayanya.

Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Dasar Andres Akaseh mengatakan, aksi ini berangkat dari kepedulian mereka sebagai tenaga pendidik yang prihatin dengan anak disabilitas. Ditambah, jumlah anak disabilitas yang belum mengenyam pendidikan masih banyak di Bonebol.

"Nah, dengan begitu kami lakukan identifikasi jumlah penyandang disabilitas. Kemudian didampingi langsung untuk bisa sekolah dan mendapatkan pendidikan yang sama," kata Andres mengutip Regional Liputan6.com.

Sementara itu, Plt. Bupati Bone Bolango, Merlan Uloli mengatkana, selama ini belum ada pendampingan khusus untuk anak disabilitas.

Maka dari itu, dia berharap, aksi itu bisa berjalan dan tidak sekadar wacana saja. Dengan begitu, Merlan yakin anak disabilitas akan mendapatkan pendidikan yang layak.

“Pertama saya mengapresiasi aksi perubahan yang digagas ini. Gerakan ini sangat mulia dan bisa membantu banyak penyandang disabilitas,” kata Merlan Uloli.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pendidikan Hak Setiap Warga Negara

Merlan berharap, aksi ini bisa memberikan kepastian hukum bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara tanpa ada perbedaan atas cara memperoleh haknya. Serta penyelenggaraan yang layak, baik, dan berkualitas di semua tingkat dan jenis pendidikan.

“Seluruh warga negara dengan kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus,” tegasnya.

Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan, lanjut Merlan. Perlu perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu dan pemenuhan wajib belajar 12 tahun.

3 dari 4 halaman

Semua Masih Jauh dari Harapan

Meski begitu, imbuh Merlan, semua masih jauh dari harapan. Capaian rata-rata SD dan SMP di 2023 menunjukkan angka yang rendah dalam beberapa aspek.

Capaian rata-rata tertinggi diperoleh dari sisi keamanan sekolah dengan angka 67,47. Sementara yang terendah adalah dari aspek kemampuan numerasi (yang berhubungan dengan angka) sebesar 37,63.

Namun jika dilihat berdasarkan rata-rata delta, perubahan capaian tahun 2023 dengan capaian tahun 2022, indikator tertinggi adalah kemampuan literasi sebesar 18,20 dan indikator terendah adalah iklim inklusif di sekolah sebesar 3,72. Padahal, target capaian seluruh aspek adalah di nilai 100.

“Dari permasalahan inilah, sehingga kami merasa perlu untuk fokus pada bagaimana untuk dapat meningkatkan nilai indikator iklim inklusivitas pada satuan pendidikan dan memberikan dampak terhadap delta kenaikan pada rapor pendidikan daerah,” tegasnya.

4 dari 4 halaman

Kemendikbudristek Ajak Masyarakat Ciptakan Pendidikan Inklusif

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengajak masyarakat untuk menciptakan pendidikan yang berkeadilan bagi semua anak tanpa memandang perbedaan. Mengingat, banyak anak disabilitas yang membutuhkan pendidikan inklusif.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa setiap tahun sekitar 3.000 sampai 5.000 anak lahir dengan kondisi down syndrome.

Hingga kini, diperkirakan terdapat 8 juta penyandang down syndrome di seluruh dunia. Jumlah ini belum ditambah dengan ragam disabilitas lainnya.

Oleh karena itu, Kemendikbudristek melalui kebijakan Merdeka Belajar berupaya mendorong tumbuhnya sekolah-sekolah inklusi.

“Prinsipnya, sekolah hadir memberikan kesetaraan hak bagi setiap anak dan menghadirkan pembelajaran yang mengakomodasi semua peserta didik termasuk bagi penyandang disabilitas,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdas Dikmen), Iwan Syahril dalam webinar di Jakarta, Selasa 14 Maret lalu.

Berdasarkan data pokok pendidikan (Dapodik) per Desember 2022, sebanyak 40.928 sekolah telah melaksanakan pendidikan inklusif. Baik di jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri dan Swasta.

Dari jumlah satuan pendidikan tersebut, sebanyak 135.946 peserta didik disabilitas telah melaksanakan pembelajaran di dalamnya.

“Semoga kita selalu diberi kekuatan dalam mewujudkan cita-cita, mimpi bersama dalam mewujudkan pendidikan inklusif, adil, dan merata bagi seluruh anak-anak di Indonesia,” harap Iwan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.