Sukses

Mengenal Cerebral Palsy Diplegia Spastik yang Dialami Sebagian Anak CP

Sekitar 35% anak-anak penderita Cerebral Palsy menderita SDCP. Bentuk Cerebral Palsy ini tidak dapat diperbaiki namun tidak akan memburuk seiring berjalannya waktu. Pengobatan dapat memperbaiki gejala.

Liputan6.com, Jakarta Cerebral palsy diplegia spastik (SDCP) adalah gangguan fungsi gerak akibat kekakuan otot dan kejang pada kaki dan, terkadang, lengan seseorang. Hal ini disebabkan adanya kerusakan pada korteks motorik otak.

Dilansir Medical News Today, sekitar 35% anak-anak penderita Cerebral Palsy menderita SDCP. Bentuk Cerebral Palsy ini tidak dapat diperbaiki namun tidak akan memburuk seiring berjalannya waktu. Pengobatan dapat memperbaiki gejala.

SDCP adalah salah satu dari tiga bentuk palsi serebral spastik:

- hemiplegia spastik, yang menyebabkan kelenturan pada satu sisi tubuh, biasanya pada lengan;

- quadriplegia spastik, yang mempengaruhi keempat anggota badan, batang tubuh, dan wajah; 

- diplegia spastik, yang menyebabkan kelenturan terutama pada kaki. Cerebral palsy spastik adalah bentuk yang paling umum.

Orang dengan SDCP mengalami peningkatan tonus otot yang tidak biasa di kaki mereka, menyebabkan otot menjadi kaku atau tegang secara tidak normal serta refleks atau kejang yang ekstrem. Ini dikenal sebagai spastisitas.

Orang dengan SDPC cenderung mengalami gejala terutama di kaki mereka, meskipun beberapa orang mengalami kelenturan di lengan mereka. SDPC cenderung simetris dan mempengaruhi kedua kaki.

Hal ini biasanya disebabkan oleh cedera otak yang umum terjadi pada bayi yang sangat prematur. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gejala Cerebral palsy diplegia spastik

Gejala SDCP termasuk keterlambatan perkembangan gerakan dan perkembangan motorik di masa kanak-kanak. Keterlambatan pencapaian ini akan berbeda-beda pada setiap anak dan bergantung pada tingkat keparahan SDCP.

 

Anak-anak dengan SDCP yang lebih parah biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai tahapan pertumbuhannya. Namun, anak-anak yang menderita SDCP ringan mungkin berhasil mencapai milestone pada waktu yang hampir bersamaan dengan anak-anak yang tidak menderita SDCP.

Anak-anak dengan SDCP juga mungkin menunjukkan gaya berjalan khas seperti menyilang atau mungkin atau berjongkok. Hal ini disebabkan oleh adduksi yang parah, hipertonia, dan fleksi pada kaki, panggul, dan pinggul.

Banyak orang dengan SDCP dapat berjalan tanpa bantuan, tetapi beberapa mungkin bergantung pada alat bantu mobilitas, seperti kursi roda, penyangga kaki, kruk, atau alat bantu jalan.

Disarankan untuk melakukan konsultasi ke dokter jika memiliki gejala tersebut.

 

 

3 dari 4 halaman

Siapa Saja yang Berisiko?

Meskipun biasanya sulit untuk menentukan penyebab pasti dari diplegia spastik pada seseorang, faktor risiko umum yang terkait dengan anak yang mengalami diplegia spastik meliputi:

- Kelahiran prematur: Bayi yang lahir lebih awal dari 37 minggu memiliki peluang lebih tinggi untuk mengembangkan SDCP.

- Berat lahir rendah: Bayi dengan berat lahir rendah lebih rentan terkena cerebral palsy, bahkan bayi yang dilahirkan cukup bulan.

- Kelahiran kembar: Semakin banyak janin yang dibawa seseorang, semakin tinggi risiko satu atau lebih bayi mengembangkan SDCP atau bentuk lain dari kelumpuhan otak.

Hal ini disebabkan peningkatan risiko kelahiran prematur, kelahiran dengan berat badan lahir rendah, atau keduanya.

- Infeksi: Studi menghubungkan SDCP dan bentuk lain dari kelumpuhan otak ke infeksi selama kehamilan. Ini bisa termasuk infeksi virus, seperti meningitis, cytomegalovirus (CMV), cacar air, atau rubella; infeksi bakteri pada plasenta atau selaput janin; atau infeksi menular seksual, seperti herpes.

- Ketidakcocokan golongan darah dan penyakit kuning: Jika orang hamil memiliki darah Rh-negatif dan janinnya memiliki darah Rh-positif, hal itu dapat menyebabkan penyakit kuning dan kekurangan oksigen ke otak.

Bisakah Dicegah?

Tidak mungkin untuk sepenuhnya mencegah SDCP. Namun, dengan mengurangi risiko terpapar infeksi, melakukan tes faktor Rh, dan menjaga gaya hidup sehat selama kehamilan, seseorang dapat mengurangi risiko anak mereka terkena kondisi tersebut.

 

4 dari 4 halaman

Penanganan

Cara terbaik menanganinya adalah Terapi fisik.

Bentuk pengobatan utama bagi penderita SDCP adalah terapi fisik. Terapi fisik ini termasuk melakukan peregangan otot yang kaku atau kejang, memperbaiki bentuk berjalan, memperkuat otot yang kurang digunakan, membangun stamina dan kekuatan, membantu masalah keseimbangan dan postur tubuh.

Dokter juga akan merekomendasikan sejumlah obat-obatan untuk mengurangi gejalanya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.