Sukses

Pasangan Asal Amerika Jadi Penyandang Tuli Pertama yang Berhasil Taklukkan Puncak Everest

Pasangan asal Amerika Serikat, Scott Lehmann dan Shayna Unger berhasil menjadi orang tuli pertama yang berhasil mencapai puncak Gunung Everest.

Liputan6.com, Jakarta - Pasangan asal Amerika Serikat, Scott Lehmann dan Shayna Unger berhasil menjadi penyandang tuli pertama yang berhasil mencapai puncak Gunung Everest.

Mereka melakukan pendakian pada pertengahan bulan Mei. Tepatnya pada 22 Mei 2023, mereka berhasil mencapai puncak gunung tertinggi di dunia itu.

"Sulit dipercaya bahwa kita ada di sana, berdiri di sana," kata Unger, yang berusia 34 tahun, kepada The Messenger dengan menggunakan Bahasa Isyarat Amerika (ASL).

Pasangan ini menghabiskan waktu selama 30 menit di puncak, dengan pemandangan yang menakjubkan dari pegunungan Himalaya di sekitarnya.

"Rasanya sangat memuaskan di dunia ini. Ini benar-benar sebuah berkat,” kata Lehmann.

Sempat Kesulitan Bernapas

Pada jam 1 pagi tanggal 22 Mei 2023, Lehmann dan Unger sudah mendaki sampai ketinggian 27.500 kaki di atas permukaan laut, mendekati puncak Gunung Everest.

Namun, tiba-tiba Lehmann kesulitan bernapas. Ia merasa takut, kemudian dia mengetuk bahu Sherpa (kelompok etnis yang tinggal di pengunungan Nepal) untuk memberitahu bahwa dia kesulitan bernapas.

Pasangan ini tuli sepenuhnya dan tidak berkomunikasi dengan kata-kata. Oleh karena itu, mereka telah mengajarkan frasa-frasa ASL kepada para Sherpa beberapa minggu sebelum mulai mendaki Gunung Everest.

“Aku benar-benar berjuang,” kata Lehmann. Dia merasa pusing dan penglihatannya menjadi buram.

Dengan tenang, Sherpa memberikan masker kepada Lehmann, sambil dengan lihai menghilangkan sejumput es yang menghalangi saluran udara di perlengkapan Lehmann.

Setelah masker berfungsi kembali, Lehmann, Unger, dan para Sherpa mereka melanjutkan perjalanan.

Pada jam 6 pagi, Scott Lehmann dan Shayna Unger saling bergandengan tangan dan membungkuk bersama untuk menyentuh puncak tertinggi dunia pada ketinggian 29.032 kaki.

2 dari 4 halaman

Kondisi Fisik yang Terlatih Jadi Syarat Utama

Setelah tidur beberapa jam, Lehmann dan Unger memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke puncak Llotse, gunung yang berdekatan dengan Everest dan merupakan gunung keempat tertinggi di dunia.

Mereka berhasil mencapai puncaknya yang berada di ketinggian 27.940 kaki pada pagi hari berikutnya.

Pasangan ini menganggap kondisi fisik yang terlatih dan perencanaan yang teliti merupakan syarat utama keselamatan pendakian Everest mereka. Selain itu, keduanya memang telah banyak memiliki pengalaman mendaki.

3 dari 4 halaman

Buktikan Bahwa Pendaki Tuli Juga Sama Seperti Orang Lain

Sebelumnya, Lehmann dan Unger telah berhasil menaklukkan beberapa gunung tertinggi di dunia, seperti Kilimanjaro di Afrika, Aconcagua di Pegunungan Andes di Amerika Selatan, dan Denali di Alaska, serta beberapa gunung besar lainnya di berbagai belahan dunia.

Menurut Lehmann, ini merupakan bukti nyata bahwa pendaki tuli juga sama seperti orang non-tuli lainnya.

"Banyak orang merasa bahwa orang tuli tidak cocok berada di puncak gunung. Ini terasa seperti kita berhasil melawan segala kemungkinan untuk mencapai titik ini, menunjukkan bahwa pendaki tuli juga sama seperti orang lain,” kata Lehmann.

Lehmann dan Unger, keduanya berasal dari Maryland, AS, lahir tuli total dari orangtua yang juga tuli.

Mereka masing-masing memiliki saudara yang juga tuli, serta bibi, paman, dan kakek nenek yang juga tuli.

Untuk berkomunikasi di gunung, mereka menggunakan Bahasa Isyarat Amerika (ASL) dan sarung tangan dengan lima jari, bukan sarung tangan biasa.

4 dari 4 halaman

Dorong Komunitas Tuli untuk Berani

Pada 2022, keduanya meninggalkan pekerjaan tetap mereka sebagai konselor dan konselor di Maryland School for the Deaf.

Mereka juga mengumumkan tujuan untuk menjadi orang tuli pertama yang mendaki gunung tertinggi di setiap benua di dunia, yang dikenal sebagai Seven Summits. 

Saat ini, Lehmann dan Unger menjadi teladan yang dihormati dalam komunitas tuli.

Mereka sering membagikan video dan mengadakan sesi tanya jawab dalam Bahasa Isyarat Amerika (ASL) di halaman Instagram mereka, @scottandshayna, tentang pengalaman mereka dan memberikan ceramah di sekolah-sekolah tuli.

“Kami ingin mendorong anak-anak untuk menyadari bahwa mereka bisa melakukannya," ujar Shayna.