Sukses

Jamin Layanan Publik Ramah Kelompok Rentan Termasuk Disabilitas, KemenPANRB Lakukan Pemantauan dan Evaluasi UPP

Pelayanan publik yang inklusif dan ramah kelompok rentan termasuk disabilitas menjadi urgensi untuk diakomodasi unit penyelenggara pelayanan publik (UPP).

Liputan6.com, Jakarta Pelayanan publik yang inklusif dan ramah kelompok rentan termasuk disabilitas menjadi urgensi untuk diakomodasi unit penyelenggara pelayanan publik (UPP).

Guna menjamin tersedianya sarana prasarana yang ramah kelompok rentan di UPP, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) melakukan pemantauan dan evaluasi penyediaan sarana prasarana ramah kelompok rentan.

Pemantauan dan evaluasi ini menjadi upaya pemerintah agar pelayanan publik dapat senantiasa melayani seluruh lapisan masyarakat.

Asisten Deputi Standarisasi Pelayanan Publik dan Pelayanan Inklusif Kementerian PANRB Noviana Andrina menyampaikan, penyediaan pelayanan inklusif membutuhkan komitmen pemerintah. Tujuannya, tak lain mempermudah aksesibilitas dalam menjawab hambatan yang ada selama ini.

“Untuk menjamin tersedianya sarana prasarana yang ramah kelompok rentan, pada tahun 2023 ini, Kementerian PANRB akan melakukan pemantauan dan evaluasi pada 226 UPP sebagai lokus evaluasi yang berasal dari 18 kementerian/lembaga, 34 provinsi, dan 34 kabupaten/kota,” kata Noviana melansir keterangan pers di laman resmi KemenPANRB, Selasa (30/5/2023).

Penetapan lokus ini sesuai dengan keputusan Menteri PANRB No. 293/2023. Selain evaluasi, dilakukan pula pendampingan secara intensif oleh Tim Evaluator Kementerian PANRB. Pemantauan dan evaluasi sarana prasarana ramah kelompok rentan berlangsung mulai Mei ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

13,5 Juta Penduduk Indonesia Menyandang Disabilitas

Noviana juga menyampaikan, sarana prasarana ramah kelompok rentan menjadi penting untuk diimplementasikan. Karena, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, terdapat lima persen atau sekitar 13,5 juta penduduk Indonesia yang merupakan penyandang disabilitas.

Dalam pasal 5 UU No. 8/2016 tentang penyandang disabilitas, kelompok ini memiliki hak yang sama, termasuk dalam akses menerima pelayanan publik.

Guna terciptanya sarana prasarana ramah kelompok rentan, setidaknya terdapat 14 fasilitas yang perlu dipenuhi oleh setiap UPP. Sarana prasarana tersebut meliputi:

  • Guiding block bagi penyandang disabilitas netra
  • Area parkir khusus
  • Jalur landai
  • Pegangan rambat
  • Lift khusus apabila tempat layanan di lantai 2
  • Pintu masuk yang mudah diakses, khususnya bagi pengguna kursi roda
  • Ruang tunggu dan kursi khusus bagi kelompok rentan.
3 dari 4 halaman

Sarana Prasarana Berikutnya

Selain itu, sarana prasarana lainnya adalah:

  • Loket khusus dengan petugas khusus yang mendampingi
  • Toilet khusus
  • Area bermain anak
  • Ruang laktasi yang memadai
  • Huruf braille sebagai alat bantu tunanetra
  • Hearing aid sebagai alat bantu Tuli
  • Petugas yang mempunyai kompetensi untuk mendampingi.

“Dalam membangun pelayanan publik yang ramah kelompok rentan, harus dipastikan bahwa semua siklus pembangunan pelayanan publik, mulai dari rancangan, implementasi, pemantauan, dan evaluasi, mencakup dimensi kelompok rentan,” kata Noviana.

4 dari 4 halaman

Partisipasi Perwakilan Kelompok Rentan Diperlukan

Selain itu, lanjut Noviana, partisipasi aktif dari perwakilan kelompok rentan juga diperlukan dalam pembuatan proses dan kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan publik.

“Hal ini untuk memastikan bahwa pelayanan publik inklusif yang dibangun telah memadai untuk dapat diakses oleh kelompok rentan.”

Prinsip Peningkatan Siklus Pelayanan Publik

Untuk menjalani peningkatan siklus pelayanan publik inklusif, terdapat empat prinsip yang perlu diperhatikan. Keempat prinsip itu adalah:

Pertama, ketersediaan. Artinya, pelaksanaan fungsi, fasilitas pelayanan, barang dan jasa, juga program-program harus tersedia dalam kuantitas yang cukup.

Kedua, aksesibilitas atau keterjangkauan. Prinsip ini terdiri dari empat dimensi saling terkait, yaitu, tidak diskriminasi, dapat diakses secara fisik, dapat diakses secara ekonomi, dan dapat diakses secara informasi.

Ketiga, keberterimaan yakni segala fasilitas pelayanan harus sesuai secara budaya dan persyaratan siklus hidup. Serta dirancang untuk penghormatan kerahasiaan status pelayanan bagi pengguna pelayanan.

Keempat, kualitas, agar pelayanan dapat sampai ke kelompok rentan dengan kualitas terbaik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.