Sukses

Sesuaikan Ekspektasi, Salah Satu Cara Bantu Transisi Masa Dewasa Anak Disabilitas Intelektual dan Slow Learner

Dalam membantu transisi masa dewasa anak dengan disabilitas intelektual dan slow learner diperlukan pemahaman tentang fokus pada kemampuan yang ada.

Liputan6.com, Jakarta Dalam membantu transisi masa dewasa anak dengan disabilitas intelektual dan slow learner diperlukan pemahaman tentang fokus pada kemampuan yang ada.

Menurut Co-Founder Pijar Psikologi, Regis Machdy, salah satu cara lingkungan untuk membantu masa transisi anak adalah dengan menyesuaikan ekspektasi dengan kemampuan anak.

“Lingkungan jangan memberi ekspektasi yang terlalu besar, kita harus tahu kemampuan anaknya. Ketika kita bicara tentang slow learner atau disabilitas intelektual, ini bukan tentang memotivasi atau mendorong potensi mereka tapi kita mengetahui batasan mereka sampai mana,” ujar Regis dalam kuliah umum yang ditayangkan di YouTube pribadinya (Regis Machdy) dikutip Selasa (18/5/2021).

Ia menambahkan, lingkungan tidak bisa memberi ekspektasi yang berlebihan dan menganggap bahwa kondisi anak hanya perlu dorongan-dorongan saja. Padahal, secara psikologi dan biologi mereka punya batasan yang sangat kongkret dan bisa diukur, kata Regis.

“Jadi ya kita lingkungan tidak bisa ngasih ekspektasi yang terlalu tinggi. Kalau dia profound (disabilitas intelektual kategori mendalam) ya sudah dia enggak bisa jalan, enggak bisa makan sendiri.”

Jika disabilitas intelektual anak kategori sedang atau parah maka paling mentok pendidikan yang bisa dia ikuti paling hanya sampai kelas 4 SD, lanjut Regis. Yang penting dia bisa baca dan nulis, sisanya lingkungan perlu fokus di adaptasi.

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Person Centered Planning

Untuk membantu anak disabilitas intelektual dan slow learner transisi ke masa dewasa, lingkungan juga perlu fokus pada masing-masing anak atau person centered planning.

“Jadi pendampingan anak seperti itu ya harus fokus satu-satu, enggak bisa kita bikin kurikulum yang seragam seperti siswa pada umumnya.”

Person centered planning lebih fokus pada kebutuhan masing-masing anak. Apa yang ia bisa dan apa yang ia tidak bisa.  Dengan kata lain, anak dengan disabilitas intelektual dan slow learner memerlukan penanganan khusus yang lebih eksklusif ketimbang anak non disabilitas.

3 dari 3 halaman

Infografis Tahun Ajaran Baru, Sekolah di Zona Hijau Dibuka Kembali

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.