Sukses

Semakin Langka, Hanya Ada 200 Anjing Pemandu untuk 8 Juta Tunanetra di China

Jika dibandingkan dengan populasi tunanetra di negara lain, sekitar satu dari 50 orang AS tunanetra maupun buta sebagian menggunakan anjing pemandu.

Liputan6.com, Jakarta Anjing pemandu di beberapa negara sangat membantu tunanetra. Jika dibandingkan dengan populasi tunanetra di negara lain, sekitar satu dari 50 orang AS tunanetra maupun buta sebagian menggunakan anjing pemandu. Di Inggris misalnya, lebih dari 1.000 anjing pemandu dilatih setiap tahun untuk total 36.000 orang yang terdaftar sebagai tunanetra maupun buta sebagian.

Namun sebuah siaran CCTV di China menyebutkan, negaranya hanya memiliki sekitar 200 anjing pemandu. Jumlah ini terbilang langka mengingat jumlah populasi tunanetra (buta total) maupun buta sebagian (partially sighted) di negara itu mencapai lebih dari 17 juta, menurut China Association of the Blind.

Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 8 juta orang China adalah tunanetra, setara dengan jumlah seluruh penduduk Swiss. Sehingga perbandingannya satu dari 85.000 orang China yang buta sebagian atau total mendapatkan anjing pemandu.

Salah satu tunanetra yang terbantu karena memiliki anjing pemandu adalah Yang Kang. Sejak usia 11 tahun, ia kehilangan kehilangan penglihatannya karena jenis kanker mata yang langka. 

Seperti dikutip CNN, Yang membagi waktunya antara tinggal di Beijing bersama istrinya dan menjalankan studio piano di kampung halamannya Tangshan yang berjarak 100 mil (sekitar 161 km). Untuk bolak-balik Beijing-Tangshan, Yang harus menaiki kereta berkecepatan tinggi, dua kali naik bus, dan tiga transfer subway melalui stasiun yang ramai. Rutinitas ini mustahil dilakukan bagi populasi tunanetra di China, tetapi Yang diberkati dengan teman berbulu yang membimbingnya di setiap langkahnya, yang ia beri nama Dick, Labrador berusia empat tahun.. 

Karena bagi para tunanetra menjelajahi kota-kota di China adalah hal yang menakutkan, sehingga mereka jarang emninggalkan rumah. Menurut survei tahun 2016 oleh China Information Accessibility Product Alliance menemukan bahwa 30% tunanetra di negara itu jarang meninggalkan rumah, hanya satu dari empat yang secara teratur pergi ke luar sendirian, dengan sisanya kebanyakan dilarang keluar di rumah oleh keluarga dan teman.

Sebelum Dick datang, Yang harus bergantung pada tongkat putihnya untuk berkeliling. Tetapi dia mengakui sulit dan berbahaya untuk menyeberangi jalan raya multi-jalur dan menavigasi banyak jembatan penyeberangan dan terowongan di China sendirian. "Saya selalu ketakutan. Hal yang paling menakutkan adalah saya tidak tahu seperti apa jalan di depan," katanya.

Sementara negaranya memiliki banyak kemajuan dalam beberapa tahun terakhir, namun masih jauh dari kata ramah untuk penyandang disabilitas. Bahkan di Beijing, aksesibilitas masih kurang di banyak tempat. Misalnya "tidak semua penyeberangan pejalan kaki memiliki sinyal lalu lintas yang dapat didengar untuk para tuna netra," kata Yang. Bahkan sekalinya ada fasilitas aksesibilitas, terkadang gagal memenuhi tujuannya.

Selain itu, trotoar yang dirancang untuk memandu tunanetra sepanjang jalan utama seringkali tidak ramah atau benar-benar membahayakan. Beberapa dibangun zigzag, sementara yang lain mengarah langsung ke pohon, tiang lampu atau hidran kebakaran. Banyak yang terus-menerus ditempati oleh mobil, sepeda, atau pedagang kaki lima yang diparkir secara ilegal.

Perawatan jalan yang buruk, secara umum, sering menimbulkan bahaya lain. Yang pernah jatuh ke dalam lubang sedalam tujuh kaki yang tidak tertutup saat melewati kompleks perumahan tua. Beruntung dia tidak menderita luka serius, dan berhasil keluar dari situ.

Di China, penutup lubang got sering dicuri untuk dijual sebagai besi tua. Menurut media pemerintah, ada lebih dari 70 cedera atau kematian yang dilaporkan secara publik karena dicuri atau rusaknya penutup lubang got antara tahun 2017 dan 2019. Insiden tersebut begitu lazim hingga akhirnya China's Supreme Court (mahkamah agung China) mengumumkan sanksi bagi mereka yang melepas atau merusak penutup lubang got hingga hukuman maksimum hukuman mati jika hal itu menyebabkan cedera serius atau kematian.

"Jalan tertentu pada dasarnya tidak mungkin untuk dilalui," kata Yang. "Fasilitas umum tidak dibangun atau dirawat dengan mengutamakan kenyamanan para tunanetra."

 

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sekolah anjing pemandu pertama di China

Yang pertama kali mengetahui tentang anjing pemandu pada tahun 2008, tepatnya ketika seekor anjing golden retriever memandu Ping Yali (pelompat jauh buta sebagian yang memenangkan medali emas Paralimpiade pertama di China) ke dalam upacara pembukaan untuk menyampaikan obor untuk Olimpiade Paralimpiade Beijing. Setelah tiga tahun meneliti dan menelepon sana-sini, Yang akhirnya menemukan tempat untuk melamar kepemilikan anjing pemandu, yaitu di timur laut kota Dalian.

Dalian China Guide Dog Training Center didirikan pada tahun 2006 adalah tempat pelatihan anjing pemandu pertama di China. Tempat pelatihan anjing pertama di dunia didirikan di Jerman saat perang dunia I, sementara AS pertama kali membuat tempat pelatiah anjing pemandu pada tahun 1929, dan Inggris pada tahun 1940, menurut International Guide Dog Federation.

Pembukaan Dalian China Guide Dog Training Center, sekitar 50.000 orang menelepon dari seluruh China untuk melamar mendapatkan anjing pemandu. Fasilitas ini telah berkembang selama bertahun-tahun, sekarang memiliki 100 orang dalam berbagai tahap pelatihan, dan lebih dari 20 lulusan setiap tahun.

Wang Jingyu, seorang ahli perilaku hewan di Universitas Kedokteran Dalian memutuskan untuk melatih anjing pemandu di Tiongkok sendiri tanpa pengetahuan atau pengalaman sebelumnya. Wang melakukan penelitian online tentang cara melatih anjing pemandu dan mencari bantuan dari pakar internasional.

Adapun anjing yang dipilih kebanyakan jenis anak anjing Golden Retriever dan Labrador karena sifatnya yang lembut dan ramah. Proses pelatihannya cukup panjang dan ketat. Setelah dilatih, untuk uji coba biasanya anjing pemandu dikirim ke keluarga asuh selama setahun untuk belajar hidup dengan manusia, sebelum kembali ke pusat pelatihan profesional. Beberapa diantaranya, sekitar 60% anjing akan didiskualifikasi dan diadopsi sebagai anjing peliharaan saja. Penyebab diskualifikasi dapat berupa menunjukkan sikap agresif, memiliki energi yang berlebihan, terlalu peka terhadap tekanan, dan kurangnya kemampuan untuk tetap fokus, serta menderita mabuk kendaraan.

Setelah melewati semua evaluasi, anjing pemandu yang memenuhi syarat akan dipasangkan dengan pemiliknya dan menjalani pelatihan bersama selama 40 hari lagi, sebelum dapat mengikuti pemiliknya ke rumah barunya.

 

3 dari 4 halaman

Terbatas dana

Selama beberapa tahun terakhir, beberapa membuka pusat pelatihan anjing pemandu juga, tapi tetap Dalian Center lah yang terbesar di China, salah satu yang juga diakui International Guide Dog Federation (IGDF).

Secara umum, sulit mendapatkan dana untuk memulai atau menjalankan program ini. ntuk memenuhi syarat IGDF, tempat pelatihan tersebut harus melalui proses evaluasi yang ketat, yang mungkin sulit bagi mereka yang tidak memiliki dana yang cukup.

Adapun tempat pelatihan lain yang diakui IGDF, Yunnan Erxin Dog Guides, dibuka di Shanghai pada tahun 2018. Sebelumnya, Shanghai Disabled Persons' Federation memberi kuasa kepada pusat pelatihan anjing polisi di kota terdekat Nanjing untuk melatih anjing pemandu bagi warganya yang memiliki gangguan penglihatan.

"Kurangnya dana adalah kendala utama bagi sekolah anjing pemandu China," kata Liang. Sebagai lembaga nirlaba, Dalian Center menyediakan anjing pemandu kepada pelamar secara gratis, tetapi setiap hewan membutuhkan biaya sekitar 200.000 yuan (sekitar Rp 429 juta) untuk dilatih.

Pada tahun-tahun awal, Wang menggunakan tabungannya sendiri untuk menjalankan tempatnya. Kemudian, pada 2010, pemerintah Dalian mulai mensubsidi pusat tersebut dengan 60.000 yuan (Rp 129 juta) untuk setiap anjing pemandu yang dilatihnya. Tempat tersebut juga menerima sumbangan dari masyarakat, tetapi seringkali tidak cukup untuk menutupi biaya. Saat ini, ia menghadapi defisit anggaran sebesar 30%, menurut Liang.

“Jika kami memiliki dana yang cukup, kami akan dapat melatih lebih banyak anjing pemandu. Tapi kenyataannya, kita hanya bisa beroperasi dengan uang yang kita punya,” kata Liang.

Tempat tersebut saat ini memiliki sekitar 30 instruktur. Banyak dari mereka adalah lulusan universitas muda yang senang membantu orang lain, dan cukup berkomitmen untuk menerima gaji bulanan 60% di bawah pendapatan rata-rata kota. Liang, yang lulus dari universitas pada tahun 2011, melepaskan tawaran pekerjaannya sebagai pegawai negeri untuk bergabung sebagai instruktur pelatih anjing pemandu, menentang nasihat semua orang di sekitarnya. "Orang tua saya tidak menyetujuinya, dan pacar saya putus dengan saya karena itu, tetapi saya telah menetapkan pikiran saya pada pekerjaan itu. Itu adalah alasan yang layak untuk mengabdikan semangat dan masa muda saya," katanya.

Liang berharap pemerintah, terutama pemerintah pusat di Beijing, dapat mengucurkan lebih banyak dana, mengingat pelamar anjing pemandu tidak hanya dari Dalian, tetapi di seluruh China. Dalian Center juga berusaha untuk meningkatkan kesadaran publik tentang anjing pemandu di media sosial, berharap dapat mendatangkan lebih banyak donasi.

Penerimaan publik

Yang, dan pengguna anjing pemandu lainnya, mengatakan bahwa anjing pemandu kini lebih diterima oleh warga China dalam beberapa tahun terakhir. Mereka diizinkan menaiki kereta bawah tanah, bus, dan kereta api, terutama di kota-kota tingkat pertama seperti Beijing, Shanghai, dan Shenzhen.

Pada bulan April, dalam upaya untuk menguji penerimaan publik, seorang petugas lalu lintas di Taiyuan, provinsi Shanxi, berpura-pura menjadi buta dan mencoba naik bus dengan anjing pemandu. Dia akhirnya diusir dari bus oleh pengemudi dan dimarahi oleh beberapa penumpang karena membuang-buang waktu mereka. Videonya menjadi viral di media sosial Tiongkok, menyerukan untuk kesadaran publik tentang kesulitan yang dihadapi oleh tunanetra di negara itu.

Meskipun kini Yang dan anjing pemandunya bisa bepergian dengan lebih leluasa, namun masih ada kendala, banyak hotel dan penerbangan pesawat masih tidak menerima anjing pemandu. Bahkan jika anjing pemandu memiliki izin kerja yang sah dan sertifikat vaksin yang tepat, banyak maskapai penerbangan memerlukan sertifikat kesehatan terpisah, jenis yang diperlukan untuk pengangkutan hewan peliharaan dan hewan ternak, yang mungkin sulit diperoleh.

Hukum China tidak menjelaskan penggunaan anjing pemandu di tempat umum. Undang-Undang Protection of Disabled Persons mengatakan "penyandang tunanetra harus mematuhi peraturan negara yang relevan saat memasuki tempat umum dengan anjing pemandu," tetapi tidak menjelaskan apa itu "peraturan negara yang relevan".

Beberapa kota telah mengeluarkan kebijakan mereka sendiri untuk mengizinkan anjing pemandu berada di tempat umum dan transportasi, tetapi penegakannya bisa jadi tidak rapi.

Yang sering mengalami penolakan oleh supir bus, hotel dan restoran, tetapi dia tidak berkecil hati. Sebaliknya, dia memperlakukan setiap penolakan sebagai kesempatan untuk membiarkan satu orang lagi belajar tentang anjing pemandu."Hanya ada sekitar 200 anjing pemandu di negara berpenduduk 1,4 miliar orang ini. Kemungkinan bertemu seekor anjing sangat rendah. Itu sebabnya kami membutuhkan pionir untuk memperkenalkan mereka (kepada masyarakat)," katanya.

4 dari 4 halaman

Infografis 3 Kelompok Harus Dilindungi Saat Jaga Jarak Cegah Covid-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.