Sukses

Cek Fakta: Tidak Benar Pesan Berantai Klaim Bahaya Terkait WHO Pandemic Treaty

Beredar melalui media sosial dan aplikasi percakapan pesan berantai yang mengklaim bahaya terkait WHO Pandemic Treaty.

Liputan6.com, Jakarta - Beredar melalui media sosial dan aplikasi percakapan pesan berantai yang mengklaim bahaya terkait WHO Pandemic Treaty. Postingan itu beredar sejak awal pekan ini.

Salah satu akun ada yang mengunggahnya di Facebook. Akun itu mengunggahnya pada 21 Mei 2024.

Berikut isi postingannya:

"Masalahnya jika Tanggal 27 Mei 2024 WHO Pandemy Treaty di tandatangani oleh Pejabat Indonesia Herbal, bekam, pijat, pengobatan alami, di larang.

Di anggap melanggar hukumBisa di penjara atau denda Rp 500 juta

Tidak bisa menolak vaksinasi, kalau menolak masuk penjara atau denda Rp 500 juta

Berlaku 30 hari setelah penandatanganan WHO Pandemy TreatyJadi kedaulatan kesehatan Rakyat Indonesia sudah tidak ada lagi

Semua hanya atas instruksi WHO, jika sakit di rawat di rumah , ketahuan oleh aparat, maka akan di ambil paksa di bawa ke RS, dan dilakukan pengobatan cara WHO

Ini yg jadi masalah besar, rakyat Indonesia dalam pembunuhan secara sistematis.

Sudah ada beberapa Negara yg menolak WPT ini

Jepang, Rusia, Selandia Baru, Inggris sudah menolak

Tinggal sebentar lagi tgl 27 MeiHarusnya kita bersama menolak, kalau tidak banyak yg menolak , Bakal di tandatangani pejabat pro WHO.

*BAHAYA WHO PANDEMI TREATY"

Lalu benarkah pesan berantai yang mengklaim bahaya terkait WHO Pandemic Treaty?

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penelusuran Fakta

Cek Fakta Liputan6.com menelusuri dan menemukan penjelasan dari Kementerian Kesehatan RI di akun Instagram, @kemenkes_ri yang diunggah pada 22 Mei 2024. Di sana ditemukan bantahan dari Kemenkes terkait pesan berantai yang beredar.

"Pandemic Agreement atau Pandemic Treaty adalah inisiasi global dari WHO untuk atasi persoalan kesiapsiagaan dan respons pandemi.

Pandemi covid-19 membuktikan banyak negara yang tidak mampu membentengi kesehatan masyarakatnya dari terpaan pandemi. Sistem ketahanan kesehatan dunia terlihat begitu rapuh, utamanya di negara berkembang.

Mulai dari kekuatan finansial, ketersediaan akses terhadap vaksin, terapeutik dan diagnostik secara adil dan merata di seluruh dunia.

Pembahasannya masih terus berjalan Pemerintah RI tengah berpartisipasi secara aktif dalam perundingan dan memperjuangkan kepentingan nasional dalam isu-isu strategis. Mulai dari sistem surveilans, transfer teknologi, dan kesetaraan akses atasi pandemi.

Pemerintah RI akan terus memegang teguh asas kesetaraan ini dan terus memperjuangkan posisi yang dapat akomodir kepentingan nasional Indonesia.

Tujuannya jelas untuk membentengi kesehatan masyarakat dari kemungkinan pandemi di masa depan. Tidak ada sama sekali pembahasan mengenai denda minum jamu, denda bekam, rawat paksa dan omong kosong lainnya."

Postingan itu juga disertai narasi:

"WHO Pandemic Treaty melarang pengobatan alternatif, emang iya?

Informasi tersebut TIDAK BENAR. Perjanjian Pandemi Treaty disusun untuk mencegah pandemi yang berpotensi terjadi di masa depan!

Dalam perjanjian tersebut, tidak ada sama sekali pembahasan tentang pelarangan maupun penerapan denda pada pengobatan alternatif 😔

Yuk, siapapun itu agar lebih bijak dalam menyampaikan informasi kepada publik

Pastikan setiap hal yang disampaikan telah sesuai dengan data dan fakta sebenarnya.

Supaya pesan yang disampaikan akurat dan tidak menimbulkan salah persepsi maupun kekhawatiran publik 😉

Salam sehat!"

Sumber:

https://www.instagram.com/p/C7RErnJhbx8/?img_index=5

3 dari 4 halaman

Kesimpulan

Pesan berantai yang mengklaim bahaya terkait WHO Pandemic Treaty adalah tidak benar.

4 dari 4 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini