Sukses

Survei Jurnalis Internasional Sebut Hoaks Paling Banyak Tersebar di Facebook

Di sisi lain, Facebook telah berjanji untuk menindak teori konspirasi dan berita hoaks sejak awal pandemi virus corona.

Liputan6.com, Jakarta - International Center for Journalists (ICFJ) dan Tow Center for Digital Journalism di Columbia University menyimpulkan bahwa hoaks paling banyak menyebar di Facebook. Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan perkumpulan jurnalis internasional itu baru-baru ini.

88 persen jurnalis melaporkan bahwa mereka banyak menemukan hoaks dan disinformasi di Facebook. Disusul WhatsApp, Instagram, Twitter, dan YouTube.

"30 temuan pertama dari survei bahasa Inggris kami mengejutkan dan mengganggu," kata penulis dan akademisi Australia Julie Posetti, Direktur Global Penelitian di ICFJ seperti dilansir dari theguardian.com, Rabu (14/10/2020).

"Berdasarkan analisis terhadap 1.406 survei yang telah diperiksa selama gelombang pertama pandemi, kami dapat menyimpulkan bahwa banyak jurnalis yang meliput kisah manusia yang menghancurkan ini, dengan risiko pribadi yang besar, jelas berjuang untuk mengatasinya." tambah dia.

Survei tersebut mendukung temuan yang diterbitkan pada Agustus 2020 lalu. Temuan itu menghasilkan setengah miliar dari konten Facebook berisi disinformasi mengenai virus corona.

Di sisi lain, Facebook telah berjanji untuk menindak teori konspirasi dan berita yang tidak akurat sejak awal pandemi.

Beberapa waktu lalu, platform media sosial asal AS ini mengubah opsi pada fitur chatnya, Messenger dengan membatasi pesan yang akan diforward.

Pengguna Messenger hanya bisa mengirim konten pada lima orang akun lain atau grup dalam sekali waktu. Cara ini serupa dengan yang mereka lakukan pada aplikasi percakapan Whatsapp.

Peraturan baru ini dibuat karena semakin banyaknya hoaks dan misinformasi yang beredar, terlebih sejak pandemi virus corona covid- 19.

"Kami memang membatasi konten untuk diteruskan pada pengguna lain untuk membantu mengekang mereka yang ingin menyebabkan kekacauan. Aturan ini juga berguna untuk meminimalisir orang-orang yang sengaja membuat informasi yang tidak akurat," ujar Jay Sullivan, Direktur Manajemen Produk untuk Privasi dan Keamanan Messenger seperti dilansir Hull Live.

"Keputusan ini sangat penting karena dunia masih menghadapi pandemi virus corona covid-19 dan juga pemilu di sejumlah negara seperti AS dan Selandia Baru," katanya menambahkan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.