Pemerintah menilai keputusan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 7,5% dapat mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini. Â
Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menilai, keputusan BI tersebut merupakan upaya bank sentral mengendalikan defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan.
"(Kenaikan BI Rate) mungkin melihatnya upaya pengendalian defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan belum sesuai harapan. Mungkin dirasakan perlu ada upaya sedikit mengendalikan ekonomi," katanya di Jakarta, Selasa (12/11/2013).
Bambang memperkirakan kenaikan BI rate berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional. Menghadapi risiko tersebut, pemerintah mempersiapkan langkah antisipasi dari sisi fiskal agar perlambatan ekonomi tak terlalu dalam.
"Kami buat kebijakan bukan dalam pengertian bertentangan dengan BI, tapi bagaimana agar perlambatan pertumbuhan tidak terlalu berat. Itu kebijakan yang mau kami keluarkan November dan Desember, terutama terkait perpajakan," jelasnya.
Pertumbuhan ekonomi yang melemah diyakini akan berdampak terhadap lapangan kerja. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berharap akan ada perbaikan penyerapan belanja modal agar perlambatan ekonomi tidak terlalu dalam.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa yakin bank sentral sudah memperhitungkan berbagai aspek sebelum memutuskan kenaikan BI Rate yang diikuti penyesuaian landing rate.
"Sektor riil pasti akan mengalami kesulitan. Ini yang harus dijaga betul agar mereka tidak kesulitan dalam menjalankan usahanya. Apalagi tidak bisa membayar cicilan dan sebagainya," tuturnya.
Di tengah kondisi yang terjadi saat ini, Hatta mengakui, pemerintah harus menjaga stabilitas perekonomian tanpa mengorbankan pertumbuhan. Dampak perlambatan ekonomi yang terlalu dalam dipastikan akan menyeret pertumbuhan ekonomi nasional. (Fik/Shd)
Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menilai, keputusan BI tersebut merupakan upaya bank sentral mengendalikan defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan.
"(Kenaikan BI Rate) mungkin melihatnya upaya pengendalian defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan belum sesuai harapan. Mungkin dirasakan perlu ada upaya sedikit mengendalikan ekonomi," katanya di Jakarta, Selasa (12/11/2013).
Bambang memperkirakan kenaikan BI rate berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional. Menghadapi risiko tersebut, pemerintah mempersiapkan langkah antisipasi dari sisi fiskal agar perlambatan ekonomi tak terlalu dalam.
"Kami buat kebijakan bukan dalam pengertian bertentangan dengan BI, tapi bagaimana agar perlambatan pertumbuhan tidak terlalu berat. Itu kebijakan yang mau kami keluarkan November dan Desember, terutama terkait perpajakan," jelasnya.
Pertumbuhan ekonomi yang melemah diyakini akan berdampak terhadap lapangan kerja. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berharap akan ada perbaikan penyerapan belanja modal agar perlambatan ekonomi tidak terlalu dalam.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa yakin bank sentral sudah memperhitungkan berbagai aspek sebelum memutuskan kenaikan BI Rate yang diikuti penyesuaian landing rate.
"Sektor riil pasti akan mengalami kesulitan. Ini yang harus dijaga betul agar mereka tidak kesulitan dalam menjalankan usahanya. Apalagi tidak bisa membayar cicilan dan sebagainya," tuturnya.
Di tengah kondisi yang terjadi saat ini, Hatta mengakui, pemerintah harus menjaga stabilitas perekonomian tanpa mengorbankan pertumbuhan. Dampak perlambatan ekonomi yang terlalu dalam dipastikan akan menyeret pertumbuhan ekonomi nasional. (Fik/Shd)